Oleh : KH. Muhammad Jamhuri, Lc MA
(Pengasuh Pesantren Terpadu Ekonomi Islam Multazam –Bogor)
اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ
أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ
ِللهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ
اْلأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ
مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ، لاَ إِلهَ إِلاَّ
اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
اَلْحَمْدُ
للهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْدًا لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالصَّائِمِيْنَ وَالصَّائِماَتِ,
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا محمد سَيِّدِ السَّادَاتِ, وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِاحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ اْلـمِيْعَادِ. أَشْهَدُ اَنْ
لَّااِلهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ, اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ محمد وَعَلَى الِهِ وَصَحْبِهِ
أجْمَعِيْنَ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.
أَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ الله, اِتَّقُوا
اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ قَالَ
اللهُ تَعَالى: وَلِتُكْمِلُوا اْلعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ.
Kaum muslimin wa muslimat yang berbahagia
Kalimat “Allahu Akbar” adalah simbol
umat Islam di seluruh dunia. Sejak malam tadi, kalimat ini terus
menggema-membahana hingga menembus ke ruang angkasa...
Di kota-kota, desa-desa, bahkan daerah
terpencil, selama masih ada seorang muslim, suara ini terus menggema,
menandakan rasa kesyukuran kepada Allah swt atas apa yang telah dicapai selama
Ramadhan, sekaligus sebagai bukti kelemahan Hamba di hadapan Allah yang Maha
Besar. Kebesaran Allah juga tidak hanya terlihat dari kekuasaan di alam raya,
namun juga Allah memberi nikmat berupa hidayah dan syariat Islam, terutama syariat
puasa di bulan Ramadhan. Tidak ada agama yang selengkap dan seindah ajaran
agama Islam. Di bulan Ramadhan inilah selama sebulan lamanya terjadi “Mega
Training” secara massif bagi umat manusia dalam memperbaiki tubuhnya,
memperbaiki akhlaknya, memperbaiki mentalnya, memperbaiki sikapnya, memperbaiki
pola hidupnya, memperbaiki hubungan spritualnya dengan Tuhan, memperbaiki
hubungan sosialnya, memperbaiki kondisi ekonominya, bahkan memperbaiki barisan
persatuan dan ukhuwahnya. Itulah sebabnya, di akhir ayat shiyam, Allah swt berfirman:
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ
عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan hendaklah engkau menyempurnakan
bilangan puasa dan hendaklah membesarkan nama Allah atas petunjuk(ajaran)Nya
kepadamu dan agar kamu bersyukur” (QS.al-Baqarah: 185)
Allahu Akbar..Allahu
Akbar...Walillahilhamd
Tentu saja, perasaan rasa syukur ini
hanya bisa dirasakan oleh kaum muslimin dan muslimat yang telah melaksanakan
ibadah selama bulan Ramadhan. Mengapa? Karena mereka telah mampu taat dan patuh
melaksanakan perintah Allah swt. Dengan puasa dan diiringi dengan membayar
zakat, manusia akan kembali kepada fitrah dan kesucian. Inilah makna yang
terkandung dalam kata “Idul Fitri”
Berbeda dengan kata “lebaran” yang lebih
dekat dengan kata “liburan”. Semua orang boleh ikut berlebaran dan berliburan,
baik orang yang berpuasa maupun orang yang tidak berpuasa. Bahkan orang-orang
non muslim pun ikut berliburan lebaran. Mereka sama-sama memakai baju baru
mereka, mereka sama-sama bertamasya, mereka sama-sama memakan hidangan yang
enak. Semuanya ikut merasakan liburan lebaran. Bahkan –boleh saya katakan- non
muslim adalah mengambil bagian terbanyak dari tradisi lebaran ini. Mereka
mendapat keuntungan dari situasi Ramadhan, terutama di bidang ekonomi. Siapakah
yang memiliki sentra-sentra produksi selama Ramadahan?, siapakah pemilik produk
kecap? sirop? garmen, mall-mall?mini market-mini market? Mereka mayoritas
adalah saudara kita dari kalangan non muslim. Mereka telah ber”lebaran” dengan
keuntungan Ramadhan yang mereka raih, bahkan mereka dapat berlibur ke luar
negeri di masa-masa liburan lebaran ini.
Namun, meskipun merasakan lebaran,
apakah mereka juga merasakan “idul fitri”? Tidak. !. Yang dapat merasakan idul
ftiri adalah mereka kaum muslimin yang telah berpuasa dengan iman dan ikhlas,
yang mengisi Ramadhan dengan aktifitas ibadahnya, mereka lah yang hanya dapat
merasakan idul fitri (kembali kepada fitrah dan kesucian)
Allahu Akbar..Allahu
Akbar...Walillahilhamd
Kaum Muslimin wal muslimiat rahimakumullah
Selain rasa gembira dan bahagia karena telah
melaksanakan perintah Allah dan rasul-Nya, kita juga merasakan kesedihan
ditinggal oleh bulan Ramadhan. Ibarat seorang tamu yang datang sekali setahun,
dan setiap datang selalu menebar kebahagiaan kepada kita. Maka kedatangannya
selalu dirindukan dan kepergiannya selalu ditangisi. Begitu pula dengan
Ramadhan, kepergiannya membuat sedih hati kaum muslimin yang taat. Mereka
khawatir tamu itu tidak akan bertemu lagi dengan mereka, karena mereka tidak
tahu kapan ajal akan menjemput mereka. Sudah maklum buat kita, pada tahun lalu beberapa
sadara kita, tatangga kita, teman dan sahabat, yang dahulu masih bersama kta. Namun
kini telah dipanggil Allah swt dan tidak dapat bertemu lagi dengan Ramadhan
tahun ini.
Oleh sebab itu, orang yang kedatangan “tamu”
yang menyenangkan ini, tidak ingin kemesraan yang indah ini cepat berlalu,
mereka tidak ingin tamu ini berpisah begitu saja. Mengapa mereka merasakan
rindu yang mendendam seperti ini? Karena mereka mengetahui bahwa di dalamnya
penuh dengan nikmat dan kebahagiaan. Mereka yang mengerti hal ini hanyalah
sedikit saja. Sedangkan sebagian besar umat ini melewati Ramadhan dengan
biasa-biasa saja.
Allahu Akbar..Allahu
Akbar...Walillahilhamd..
Selain rasa bahagia dan sedih, kita pun
perlu mengevaluasi ibadah kita selama Ramadhan:
Pertama, Sudah seberapa besarkah
pengaruh ibadah yang kita lakukan, baik sholat, zakat maupun puasa? Sudahkah
sholat dan puasa kita membuat kita hidup berdisiplin dan berkarakter? Sudahkah
kita selalu merasakan kebersamaan dengan Allah di luar puasa sebagaimana yang
kita rasakan saat berpuasa? Kita tidak berani minum atau makan barang
sedikitpun jika belum datang waktu berbuka dan meskipun tidak ada orang yang
melihat kita. Namun apakah hal yang sama bisa kita lakukan, dengan tidak berani
mengambil hak milik orang lain, apalagi harta milik rakyat banyak? Atau tidak
berani makan barang haram? Karena selalu merasa disaksikan Allah swt?
Kedua, Banyak di antara kita yang hanya berkonsentrasi
pada tanggal 1 syawal, namun melupakan 30 hari bulan Ramadhan. Kita sibuk
mencari harta demi tanggal 1 syawal, namun kita melewatkan hari-hari utama selama
bulan Ramadhan. Kita sibuk bekerja untuk baju baru, hingga kita meninggalkan
taraweh, membaca al-Quran, qiyamullail, itikaf, bahkan ada yang meninggalkan
ibadah puasa yang menjadi inti ibadah di bulan Ramadhan.
Ketiga, kita sibuk memperdebatkan kapan
hari raya idul fitri? Senin atau Ahad? Sehingga kita melupakan sisa-sisa akhir
Ramadhan yang merupakan puncak dari turunnya malam lailatul qodar. Bagaikan seorang
mahasiswa yang memperdebatkan kapan pengumuman hasil ujian, hingga mereka
melupakan pelajaran ujian itu sendiri.
Keempat, tentang zakat fitrah yang salah
satu fungsinya adalah membuat bahagia kaum dhuafa, sehingga tidak ada lagi
pemandangan orang-orang yang masih meminta belas kasihan di hari raya, semuanya
harus menunjukkan kebahagiaan. Namun kenyataannya, masih banyak kaum fakir
miskin bertebaran di mesjid-mesjid meminta belas kasihan. Bahkan fenomenanya
adalah justru lebih banyak penampakan kaum miskin di tengah-tengah kaum
muslimin melaksanakan shalat ied. Hal ini terjadi karena ada dua kemungkinan,
kemungkinan distribusi zakat belum maksimal serta tidak tepat sasaran, dan
kemungkinan karena mental pengemis yang menghinggapi sebagian jiwa kaum
muslimin. Mengemis dijadikan sebagai sebuah profesi. Padahal Rasululllah saw
bersabda,
الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنْ
الْيَدِ السُّفْلَى
“Tangan di atas lebih baik dari pada tangan
di bawah”. (HR: Bukhori)
Muhasabah ini harus selalu kita lakukan,
agar dari tahun ke tahun, umat Islam, pasca gemblengan Ramadhan, terus
mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Jangan sampai Ramadhan hanya
rutinitas yang kita lewati begitu saja, tanpa perubahan yang positif bagi
kemajuan umat Islam.
Allahu Akbar..Allahu
Akbar...Walillahilhamd..
Kaum muslimin wal muslimat
rahimakumullah..
Setelah kita melewati Ramadahan dengan
serangkaian ibadah, kita berharap semoga seluruh ibadah kita diterima oleh
Allah swt. Hal yang akan meringankan diri kita saat dihisab di hari kiamat.
Namun, meskipun dosa kita diampuni oleh Allah swt, akan tetapi dosa yang kita
lakukan kepada sesama manusia haruslah kita mintakan maafnya kepada setiap
manusia yang pernah kita zalimi. Oleh sebab itu, momen idul fitri ini merupakan
momen yang tepat untuk kita saling bermaaf-maafan. Sehingga ibadah Ramadhan
kita menjadi sempurna.
Allah swt berfirman:
ضُرِبَتْ
عَلَيْهِمْ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنْ اللَّهِ وَحَبْلٍ
مِنْ النَّاسِ ُ
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka
berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia” (QS: Ali Imran: 112)
Ayat ini
menjelaskan kepada kita, bahwa kehinaan akan menimpa seseorang jika tidak
melakukan hubungan yang baik kepada Allah (hablum minallah) dan hubungan
baik sesama manusia (hablum minannas).
Sebenarnya, memperbaiki
hubungan dengan sesama manusia setelah memperbaiki hubungan dengan Allah telah
diajarkan oleh Allah SWT, dimana setelah puasa
kita wajib membayar zakat fitrah. Inilah pesan agar selain memperbaiki
hubungan dengan Allah, jangan dilupakan juga memperbaiki hubungan sosial di antara
sesama manusia. Itulah ajaran Islam yang lengkap yang menyentuh seluruh aspek
kehidupan.
Orang yang
pertama kali yang harus kita mintakan maafnya adalah kedua orang tua. Karena
merekalah yang telah melahirkan kita serta mendidik kita. Betapa pun
sederhananya mereka dan serba kekurangannya dibanding kita, mereka adalah
makhluk yang harus kita hormati, bahkan meskipun mereka berbeda agama keyakinan
dengan kita. Jika orang tua kita telah tiada, maka ziarahilah kuburannya atau
mendoakannya dengan segela kebaikan untuk mereka.
Allahu Akbar..Allahu
Akbar...Walillahilhamd..
Kaum muslimin wal muslimat
rahimakumullah..
Saat ini kita memasuki bulan Syawal, dan
Ramadhan tahun depan masih 11 bulan lagi. Kita tidak mengetahui apakah kita
akan berjumpa lagi dengan Ramadhan tahun depan atau tidak?. Namun, meskipun
kita sudah berada di luar bulan ramadhan, janganlah kita meninggalkan semangat
ramadhan. Kita harus tetap jaga predikat “takwa” di luar ramadhan. Oleh sebab
itu kalimat “la’allakum tattaqun” dalam ayat 183 surat al-Baqarah menggunakan fi’il
mudhore (present countinue tense) “Tattaqun”, yang dalam bahasa Arab
mengandung pesan “lil hadir wal mustaqbal”, yakni untuk masa kini dan masa
mendatang, atau “lil istimror wat tajaddud” untuk terus menerus dan
berkesinambungan. Sehingga kalimat “la’allakum tattaqun” mengandung pengertian
agar engkau bertakwa terus menerus dan memperbaharui hingga masa-masa yang akan
datang. Taqwa jangan hanya terjadi di bulan Ramadhan saja, akan tetapi juga
terus berlanjut di masa-masa yang akan datang.
Salah satu ibadah terdekat yang bisa
kita lakukan di bulan syawal ini adalah berpuasa sunnah enam hari di bulan
Syawal. Rasulullah saw bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضانَ ثُمَّ أَتَبَعَهُ
سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كانَ كصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan,
kemudian dilanjutkan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti
berpuasa selama setahun lamanya.” (HR: Muslim)
Allahu Akbar..Allahu
Akbar...Walillahilhamd..
Kaum muslimin wal muslimat
rahimakumullah..
Akhirnya, marilah sama-sama kita berdoa
kepada Allah swt, semoga amal ibadah kita selama bulan Ramadhan dan bulan-bulan
lainnya diterima oleh Allah swt.
Semoga Allah swt menerima sholat kita,
puasa kita, tahajjud kita, zikir kita, khusyu’ kita dan menyempurnakan segala
kekurangan dan kelalaian kita. Amin Yaa Rabbal alamin..
Semoga Allah swt menjaga negeri dan
bangsa kita dari segala macam musibah, bencana dan petaka. Baik yang lahir
maupun batin. Baik pandemi penyakit maupun krisis ekonomi dan politik. Aamiin
yaa Robbal Alamin.
بارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ الله
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ
إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْم
KHUTBAH
KEDUA
اَللهُ
أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ لآإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ
أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ . اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ إِلهَ
إِلاَّ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ، أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ رَحْمَةً
لِلْعَالَمِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لآإِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ .اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ
أَمَّا
بَعْدُ . فَيَا عِبَادَ اللهِ، اِتَّقُوا اللهَ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ
بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوا اللهَ مَااسْتَطَعْتُمْ
وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى:
أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ . يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقاتِهِ
وَلا تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون .
وَقَالَ
أَيْضًا: إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. اللّهُمَّ
ارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَعَنْ جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن.
اَللّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعَوَاتِ، اللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا كَامِلاً
وَيَقِيْنًاصَادِقًا وَقَلْبًاخَاشِعًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَتَوْبَةً
نَصُوْحًا.
اللّهُمَّ
أَصْلِحِ الرَّعِيَّةَ وَاجْعَلْ إِنْدُوْنِيْسِيَّا وَدِيَارَ الْمُسْلِمِيْنَ
آمِنَةً رَخِيَّةً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
عِبَادَ
اللهِ , إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي
الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ
الْحَمْدُ
________
*) Disampaikan pada shalat Idul Fitri 1 Syawal 1446 H/31 Maret
2025 M di Masjid Mifathussalam Perum
Griya Serpong Asri - Tangerang