Minggu, 15 April 2012

Mengembalikan Wanita Pada Kodratnya

Maka tatkala isteri 'Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: "Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan”  (QS. Al-Maidah; 6)


Meskipun di banyak ayat Allah swt sering menjelaskan persamaan hak antara laki-laki dan wanita, akan tetapi, tetap saja masih banyak perbedaan antara wanita dan pria. Salah satu ayat yang menjelaskan perbedaan pria dan wanita adalah ayat di atas, “walaysa adz-dzakaru ka al-untsa” (tidaklah lelaki itu seperti wanita).

Perbedaan antara wanita dan pria terdapat pada beberapa sisi, baik sisi fisik maupun mental. Secara fisik wanita lebih lemah dibanding kaum pria.Pria lebih berotot kuat dibanding wanita Wanita juga memiliki organ rahim yang bertugas melahirkan anak yang tidak dimiliki oleh kaum pria..Dalam setiap bulan, wanita kedatangan ’tamu’ rutin berupa darah haid, sementara pria tidak mengalaminya Sedangkan secara mental, sensifitas wanita lebih besar dibanding kaum pria. Wanita lebih halus perasaannya dibanding kaum pria. Bahkan terkadang fungsi perasaan lebih tinggi dari fungsi inetelektualnya sendiri. Sedangkan kaum pria sebaliknya,, fungsi logika dan intelektualnya lebih dominan dari perasaannya.

Atas dasar perbedaan itulah, maka setiap pria dan wanita mempunyai tugas masing-masing. Ibarat sebuah organisasi, maka keluarga pun mempunyai struktur dan job diskripsinya masing-masing. Ada kepala atau ketua, ada wakil dan juga ada anggota. Setiap jabatan yang diembannya memiliki tugas masing-masing. Jika tugas-tugas itu tidak didistribusikan sesuai dengan keahlian dan kondisi fisik dan mental masing-masing, maka akan terjadi kekacauan. Rasulullah saw bersabda, “Jika suatu urusan diserahkan kepada oirang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran.”

Allah swt telah menciptakan pria dan wanita dengan segala karakteriistiknya masing-masing. Oleh sebab itu, melalui al-Quran-Nya, Dia telah membagi tugas kepada masing-masing pria dan wanita. Pria bertugas menjadi kepala rumah tangga dan bertanggung jawab akan nafkah lahir batin anggota keluarganya. Sedang wanita bertugas mendampingi pria dalam menjalankan tugasnya.

Allah pun tidak pernah membebani hamba-Nya dengan tugas yang tidak sanggup dilakukannya. Allah swt berfirman, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya” (QS. Al-Baqarah: 286)

Saat ini, emansipasi yang didengungkan oleh beberapa pihak telah melampaui batas dan kodrat seorang wanita. Mereka menyamakan wanita dan pria secara total tanpa mempertimbangkan perbedaan masing-masing, baik fisik maupun mental. Akibatnya kerusakan sosial terjadi di mana-mana. Dan kerusakan itu dimulai dari organisasi terkecil berupa keluarga. Setiap wanita dan pria tidak mengerti tugas masing-masing. Ada wanita yang meminta kebebasan bekerja seperti pria, hingga menjadi tukang becak seperti pria. Ada juga pria yang meminta hak seperti wanita tinggal di rumah mengasuh anak tanpa keluar mencari nafkah.

Para ulama kontemporer telah secara proporsional menempatkan wanita pada tempatnya sesuai dengan pesan al-Quran dan hadits. Menurut mereka, Islam tidak melarang mereka bekerja jika sesuai dengan kemampuan dan kodratnya masing-masing serta bersifat halal,  Pekerjaan sebagai pendidik, perawat, dokter,  penjahit dan home industri adalah bentuk pekerjaan yang dirokemandasikan oleh para ulama. Karena hal itu sesuai dengan kodrat wanita. Sementara pekerjaan yang berat dan menyita banyak waktu di luar rumah akan melahirkan konsekwensi penyakit sosial, terlebih pada tempat pekerjaan itu bercampur lelaki dengan wanita secara bebas. Oleh sebab itu, kini banyak ditemukan kasus selingkuh yang dakibatkan ‘CILOK’ atau Cinta Lokasi. Terlebih jika yang bersangkutan tengah menghadapi probllema dengan pasangan hidupnya yang resmi.

Oleh sebab itulah, hubungan kerja dan pergaulan antara wanita dan pria telah diatur secara terperinci oleh Allah dan Rasul-Nya. Hal itu disebabkan, karena penyakit mental  banyak terjadi diakibatkan pergaulan yang bebas antara wanita dan pria.

Islam adalah agama fitrah (suci). Karena itu Islam selalu ingin menjaga kesucian manusia, yang salah satunya adalah mengatur hubungan pria dan wanita dengan akhlak yang mulia. Seperti, menjaga pandangan dan kemaluan, menutup aurat, tidak ikhtilat (bercampur) pria dan wanita, meminta idizin jika bertamu, dan tidak mendekati sesuatu yang mengantarkan kepada perbuatan zina.

Kini, fitroh (kesucian) itu mulai dicari kembali oleh orang-orang modern di abad milenium ini, padahal sejak dahlu Islam telah mengaturnya secara detail. Sebagai contoh, Perusahaan Jasa Kereta Api telah menyediakan gerbong khusus untuk wanita yang tidak boleh ditumpangi oleh kaum pria. Hal ini dilakukan untuk melindungi kaum wanita, padahal belum lama ini perbuatan seperti itu dianggap perbuatan diskriminasi terhadap kaum wanita. Namun kini perbuatan itu dianggap maju dan modern dalam rangka menjaga kaum wanita. Demikian juga yang dilakukan Carrefor dan Giant dan mall-mall besar lainnya yang menyediakan parkir kendaraan khusus untuk wanita, “Parking for Women”. Salah satu perusahaan Taxi di Malaysia kini menyediakan taxi khusus untuk penumpang wanita yang dikemudikan oleh kaum wanita pula. Ini menunjukkan bahwa manusia rindu dengan ke-fitrahan  karena manusia dilahirkan di atas sutau fitrah. Dan ke-fitrahan itu hanya ada pada Islam. Maka kembalikan kodrat wanita dan pria kepada fitrohnya, maka dunia akan tentram. Wallahu a’lam.

M.Jamhuri.




Rabu, 11 April 2012

Ilmu dan Harta


Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan 
 (QS. Al-Mujadilah: 11)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda, “Aku adalah kota ilmu, dan Ali adalah pintunya.”.

Mendengar hadits ini, ada tiga orang yang ingin membuktikan kebenaran hadits ini, sehingga tiga orang ini bersepakat akan menguji sahabat Ali ra dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Disepakati, bahwa pertanyaan yang akan diajukan oleh tiga orang ini adalah sama, sedangkan  jika jawabannya sama berarti ilmu Ali bin Abu Thalib cetek/sedikit, dan hadits ini tidak sesuai dengan realita, namun jika jawaban Ali akan bervariasi dan berbeda, berarti hal itu akan menunjukkan keluasan ilmu Ali ra, dan hadits itu dianggap sesuai dengan realita.

Kemudian orang pertama datang ke hadapan Ali bin Abu Thalib ra mengajukan pertanyaan kepadanya, “Wahai Ali, manakah yang lebih utama, Ilmu atau harta dan mengapa?.

Ali bin Abu Thalib ra menjawab, “Ilmu lebih utama daripada harta, karena ilmu itu adalah warisan para Nabi, sedangkan harta adalah warisan Qorun”.

Kemudian orang kedua datang menghadap Ali bin Abu Thalib dan mengajukan sebuah pertanyaan yang sama dengan orang pertama. Ali ra menjawab, “Ilmu lebih utama daripada harta, karena ilmu itu dapat menjagamu, sedangkan harta engkaulah yang menjaganya.”

Hari berikutnya, orang ketiga datang ke hadapan Ali ra dan bertanya dengan pertanyaan yang sama dengan kedua orang yang datang sebelumnya. Ali ra menjawab, “Ilmu itu lebih utama daripada harta, karena ilmu itu jika engkau berikan pada orang, maka ilmu engkau akan lebih melekat dan bertambah. Sedangkan harta jika dibelanjakan akan habis.”

Dari kisah itu jelas, bahwa ilmu lebih utama daripada harta. Selain kisah di atas, ayat yang tercantum di atas pun menunjukkan bahwa orang beriman dan berilmu akan diangkat derajatnya oleh Allah swt.

Allah swt berfirman seraya mengajak diskusi kepada kita dengan mengajukan pertanyaan, “Apakah sama orang berilmu (mengaeahui) dan orang yang tidak berilmu (tidak mengetahui).? “ (QS. Az-Zumar: 9). Tentu, jawaban atas pertanyaan ini adalah tidaklah sama orang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Buktinya adalah sebagai berikut::

Suatu hari, Sir Isac Newton, sang ahli fisika, sedang berjalan-jalan di sebuah kebun apel. Tiba-tiba salah satu buah apel jatuh dari pohonnya tepat di hadapan Newton. Kemudian diambilnya, lalu dilemparnya buah itu ke arah atas, tetapi dibiarkan jatuh kembali. Kemudian eksperimen itu diulang-ulang, hingga beliau menemukan sebuah teori ‘Gravitasi Bumi’.

Akan tetapi ada sebuah kisah yang sama, seorang  pengembala kambing di Tanah Air ini sedang berjalan-jalan di sebuah kebun mangga, tiba-tiba sebuah mangga jatuh di hadapannya. Kira-kira apa yang akan dilakukan pengembala tersebut? Ya, ternyata dia mengupasnya dan memakan buah mangga itu. Tidak ada teori atau rumus yang keluar dari kepala sang pengembala itu.

Mengapa kejadian dan peristiwanya sama, akan tetapi hasilnya berbeda? Karena Isac Newton adalah seorang yang berilmu, ahli fisika dan ahli matematika. Sedangkan pengembala kampung ini belum pernah mengecap pendidikan sedikiitpun. Itulah bedanya antara orang yang berilmu dan tidak berilmu. Dan dalam hal ini, tidak ada pengecualian kafir atau muslim. Orang yang berilmu akan tetap mempunyai nilai tambah daripada orang yang tidak berilmu.

Ada kisah lain. Ada dua orang sahabat yang sama-sama berprofesi sebagai padagang kaki lima. Orang pertama bersuku pribumi sedang orang kedua bersuku Tonghoa. Keduanya sama-sama membuka lapak berjualan pakaian di pinggir jalan. Saat itu, belum ada peraturan yang melarang orang berjualan di pinggir jalan. Keduanya sering mendapat untung dari hasil penjualannya. Akan tetapi orang pribumi ini bersikap royal, makan pun maunya serba enak, bahkan kadang sering boros dan menikah-cerai hingga tiga kali. Sedangkan orang Tionghoa menggunakan keuntungan penjualan untuk melanjutkan kuliah di waktu-waktu senggang saat tidak berdagang. Tidak tanggung-tanggung dia kuliah di fakultas ekonomi.

Dalam perjalanan bisnisnya, orang pribumi mengelola keuangan dan keuntungan secara tradisonal dan apa adanya. Sedangkan orang tionghoa ini mulai menerapkan ilmu ekonominya pada bisnis penjualannya. Sehingga lebih rapi dan terkontrol dalam mengatur keuangannya.

 Setelah beberapa tahun, orang tionghoa ini sudah memiliki toko hasil manajemen keuangan yang ia terapkan pada kakli-limanya, sehingga dia mempunyai dua tempat; toko dan kaki-limanya Sedangkan orang pribumi ini masih tetap saja sebagai pedagang kaki-lima .

Tahun demi tahun berjalan, kota tempat mereka berdagang semakin ramai dan sempitnya. Hingga akhirnya pemerintah kota setempat merazia dan membongkar tempat pedagang kaki-lima yang kini dianggap mengganggu ketertiban. Apa yang terjadi? Orang pribumi tadi kini tidak punya tempat usaha, dan lambat laun dia menjadi pengangguran. Sedang orang tionghoa tadi tetap nyaman berbisnis karena kini dia mempunyai toko, para pelanggannya tidak pergi, bahkan pelanggan temannya yang pribumi itu pun kini berpindah ke toko sang tionghoa tadi.

Mengapa nasib dua orang sahabat itu berbeda? Karena orang pribumi tidak mau terus belajar. Sedang orang tionghoa tadi selain hidup prihatin, dia juga mempunyai semangat belajar dan mendapat ilmu. Itulah makna ayat diatas, Apakah sama orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu? (QS. Az-Zumar: 9).

Dalam hidup ini, marilah investasikan ilmu pada anak-anak kita. Jangan biarkan anak-anak kita menjadi bodoh dan tak berilmu. Biarkan ayahnya jadi tukang ojek, asal anaknya berpendidikan tinggi. “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dengan beberapa derajat” (QS. Al-Mujadilah: 11).#       Jamhuri