Minggu, 21 Februari 2010

Kedahsyatan Menghidupkan Sunnah

"Sungguh dalam diri Rasulullah terdapat suri tauluadan yang baik buat kalian” (QS.Al-Ahzab: 21).

Sekian kali kita memperingati Maulid Nabi saw, sekian kali pula kita sering mendengarkan ayat di atas dari para muballigh. Namun, jarang sekali kita mencoba meneladani sikap dan amal Rasulullah saw. Padahal, jika umat meneladani Rasulullah saw, maka umat akan mendapat kejayaan dan kesuksesan.

Sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah sahabat yang paling getol meneledani Rasulullah saw hingga masalah-masalah yang sepele. Sepeninggalnya Rasulullah saw, beliau masih bertanya kepada Aisyah, “Puteriku, adakah kebiasaan Nabi saw yang belum pernah aku lakukan?” Aisyah menjawab, “Tidak ada satupun kebiasaan Nabi yang pernah dilakukannya, kecuali engkau selalu meneladaninya.”
Tidak heran jika kemudian Abu Bakar dipercaya Nabi saw menggantikan beliau sebagai imam dalam shalat., tatkala Nabi saw jatuh sakit.

Muhammad al-Fatih yang hidup di zaman khilafah Utsmaniyah Turki (Dinasti Ottoman) adalah salah satu tokoh yang masuk dalam prediksi Nabi saw sebagai panglima terbaik dengan tentaranya yang terbaik pula. Padahal jarak antara masa hidup Nabi saw dan Muhammad al-Fatih adalah ribuan tahun. Al-Fatih dengan tentaranya mampu menjatuhkan kota Bizantium dan Konstatinopal yang pernah diprediksi Nabi saw akan jatuh ke tangan umat Islam dibawah pimpinan panglima terbaik.

Saat jantung Romawi itu jatuh ke tangan umat Islam, dan mulai akan didirikan shalat berjamaah pertama kali di ujung benua Eropa itu, tidak ada satu pun yang bersedia menjadi Imam, termasuk Muhammad al-Fatih. Akhirnya beliau mengumumkan kepada tentaranya, bahwa yang berhak menjadi imam adalah dia yang sejak akil baligh hingga saat kemenangan tu tidak pernah meninggalkan shalat tahajjudnya. Saat itu tidak satupun yang mengaku dan merasa. Akhirnya Muhammad al-Fatih lah yang menjadi imam, karena dialah yang sejak akil baligh tidak pernah meninggalkan shalat tahajjud.

Mengapa shalat tahajjud mempunyai kaitan dengan kemenangan? Kesuksesan dan kemuliaan? Karena sukses, kemenangan dan kemuliaan Nabi saw juga salah satunya ditopang dengan shalat tahajjud. Oleh sebab itulah shalat tahajjud bagi Nabi saw bukan sekedar amalan sunnah, tapi merupakan kewajiban. Firman Allah swt yang artinya: “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji” (QS. Al-Israa: 79)

Tugas-tugas berat yang diemban Nabi saw juga ditopang dengan qiyamullail, sehingga beliau mampu mengemban tugas yang berat (qoulan tsaqilan). Firman Allah SWT, “Hai (Muhammad) yang berselimut! bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. (QS. Al-Muzzammil: 1-5)

Oleh sebab itu, jika kita ingin sukses dalam mengemban amanat yang besar dan berat, maka hendaklah melaksanakan danmembiasakan qiyamullal (bangun malam untuk shalat), sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Itu baru tahajjud atau qiyamullail. Bagaimana jika kita rajin menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah saw yang lain? Pasti kita akan mengalami kedahsyatan mengikuti sunnah Nabi saw.
Sebaliknya, orang yang meinggalkan sunnah Rasulullah saw, maka dia tidak akan sukses, atau terlambat dalam meraih kesuksesan. Pernah terjadi peristiwa, dimana kaum muslimin berperang begitu panjangnya memakan waktu, padahal kaum muslimin biasanya dengan mudah dan cepat memenangkan peperangan. Usut punya usut, ternyata tentara muslim banyak yang meninggalkan kebiasan bersiwak (sikat gigi dengan siwak) setiap sebelum wudhu atau sebelum shalat yang sangat disunnahkan oleh Nabi saw, Rasulullah saw bersabda, “Andai saja aku tidak memberatkan umatku, maka niscaya aku perintahkan mereka bersiwak setiap sebelum wudhu” ada riwayat lain “sebelum shalat”. (HR: Muslim)

Pengalaman Menghidupkan Sunnah:
Banyak di antara masyarakat Muslim yang mencoba menghidpukan sunnah Rasulullah saw, antara lain:
Pertama, Program Tahajjud Call (TC). Program ini pertama kali digagas oleh Manajemen Qalbu (MQ). Para anggota TC adalah mereka yang berkomitmen ingin membiasakan shalat tahajjud, Awalnya mereka hanya mempunyai beberapa anggota, namun kini hampir setiap daerah terdapat anggota TC. Cara kerja mudah saja, para anggota dikelompokkan dalam daerah tertentu, kemudian di daerah tersebut ditunjuk penanggung jawab, lalu secara bergilir para anggota diberi tugas membangunkan teman anggota di daerahnya di malam hari, yakni sekitar pukul 3 dini hari, kemudian mereka bangun dan shalat tahajjud di rumahnya masing-masing. Dalam sebulan –sebagai penyegaran dan tali silaturrahim antar anggota TC– mereka pun melakukan mabit bersama di masjid ,dan bersama-sama melaksanakan shalat tahajjud dan witir.

Kedua, Gerakan Nasional Shalat Dhuha, program ini digagas pertama kali oleh Daarul Qur’an, para peserta pengajian yang umumnya kaum eksekutif “diwajibkan” melaksanakan shalat dhuha sebelum memulai aktifitas kerjanya. Para manajer yang memiliki karyawan atau pegawai pun ikut membiasakan karyawannya melaksanakan shalat dhuha dan kultum sebelum memulai pekerjaan mereka.

Ketiga, program Usbu’ Ruhy (pekan peningkatan rohani/spritual), program ini diagagas oleh para aktivis dakwah. Biasanya dalam sepekan tertentu para anggota “diwajibkan” melakuakan aktifitas; shalat tahajjud, shalat dhuha, puasa ayyamul bidh, puasa senin-kamis, membaca al-Quran minimal satu juz sehari, shalat berjamaah di masjid setiap waktu, membaca doa al-ma’;sturat setiap pagi dan petang, membaca istighfar 100 kali setiap hari, dan lain-lain. Biasanya program ini berjalan minimal tiga kali dalam setahun, dan maksimal sekali dalam sebulan. Wallahu a’lam. #

M. Jamhuri

Selasa, 16 Februari 2010

Kebersihan Dalam Islam

"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (QS. Al-Baqarah: 222)

Islam adalah agama komfrehensif (kaffah). Ajarannya menyentuh segala aspek kehidupan. Termasuk di dalamnya tentang kebersihan. Tidak ada agama yang mengajarkan secara detil tentang kehidupan manusia kecuali Islam.

Dalam Islam, kebersihan memiliki tempat yang sangat penting dalam ajarannya, hingga Rasulullah saw bersabda “Ath-Thohur syatrul Iman” (kesucian itu adalah sebagian dari iman). Bahkan dalam kitab-kitab fiqih pun, para ulama selalu menempatkan “Bab Thaharah” (Bab tentang kesucian) pada bab pertama dalam kitab-kitab mereka.

Kesucian dan kebersihan yang terdapat dalam islam mempunyai dua sisi; kebersihan fisik dan kebersihan batin. Kebersihan fisik kita dapat dilihat dari bagaimana suatu ibadah yang bercampur najis tidak dianggap sah. Dalam hal wudhu saja, kebersihan fisik menyentuh anggota tubuh yang vital. Sebab dalam wudhu, air akan membasuh lima panca indera manusia yang vital, seperti mata (indera penglihatan), hidung (indera penciuman), telinga (indera pendengaran), mulut dan lidah (indera perasa), dan kulit (indera peneyntuh). Demikian juga kewajiban mandi wajib bagi orang yang junub atau bersih dari haidh dan nifas. Belum lagi perintah sunnah mandi pada moment-moment penting berkumpul dengan manusia, seperti shalat jum’at, shalat id dan lain sebagainya.

Dari sisi kebersihan batin, ibadah wudhu mengisyaratkan pesan agar anggota tubuh vital itu dijaga dari segala macam kemasksiatan. Mata, telinga, hidung, lidah, kulit hanya boleh digunakan pada pekerjaan yang mendatang keridhoan Allah SWT.
Mengapa Allah SWT mewajibkan kita bersuci? Karena Allah SWT mencintai orang yang mensucikan diri. Firman Allah SWT: ”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”

Jika Allah SWT menyukai manusia selalu mensucikan dirinya, itu karena Allah menciptakan kita di awal kejadian, dalam keadaan suci. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Setiap manusia yang dilahirkan itu berada di atas kesucian, maka kedua orang tuanya yang menyebabkan dia bersikap Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR; Muslim). Kesucian penciptaan manusia juga dapat dilihat dari firman Allah SWT dengan sumpah-Nya kepada tiga tempat suci. Allah SWT berfirman yang artinya, “Demi buah Tin dan Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (mekkah) yang aman ini. Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. At-Tien: 1-4).

Pada ayat ini Allah SWT bersumpah kepada tiga tempat suci yakni: tempat tumbuhnya buah Tin dan Zaitun di negeri Yuressalem (Baitul Maqdis), bukit Sinai; tempat nabi Musa as menerima wahyu dari Tuhannya,dan Makkah sebagai tempat yang aman dan negeri kelahiran Nabi saw. Ketiganya adalah tempat yang disucikan.

Dengan demikian, pada dasarnya, asal muasal kejadian manusia adalah dalam keadaan suci, sehingga untuk menjaga kesucian itulah, Allah dan Rasul-Nya memberi fasilitas agar kita menjaga kesucian melalui wudhu, mandi dan ibadah.
Penulis pernah mempunyai pengalaman, Pada musim haji tahun 2007 lalu, ada seorang jamaah haji yang –insya Allah– wafat dalam keadaan husnul khatimah (baik kesudahannya). Beliau wafat persis setelah melaksanakn wukuf di Arafah dan mabit di Muzdalifah. Namun, saat akan melaksanakan thawaf ifadhah, beliau merasa pusing setelah sebelumnya mengambil air wudhu, tidak lama kemudian, beliau meminta pada suaminya agar dirinya diperdengarkan ayat-ayat suci al-Quran, kemudian dia berkata, “Pak insya Allah semua jamaah haji yang di pondokan (hotel) ini mabrur, Pak saya minta izin pamit lebih dahulu” Tidak lama setelah berkata seperti itu, beliau mengucap dua kalimat syahadat kemudian wafat.

Esoknya beliau dishalati masih dalam keadaan berpakaian ihram. Beliau wafat di tanah suci, dan dishalatkan di Masjidil Haram yang suci, oleh jutaan jamaah haji yang datang dengan tujuan suci, yakni ibadah haji.

Kondisi kematian yang –insya Allah– husnul khatimah itu, ternyata tidak terjadi dengan secara kebetulan, tapi ditentukan amal yang pernah diperbuatnya.
Keessokan harinya, saya bertanya kepada suaminya tentang amalan almarhumah selama hidupnya. Suaminya menjawab, bahwa tidak ada amalan khusus yang dia lakukan, hanya saja ada dua perilaku yang berkesan di hati suaminya.

Yang pertama, meskipuan suaminya yang pengusaha tersebut sering keluar kota bahkan keluar pulau untuk urusan bisnisnya, namun bila suaminya tiba kembali ke rumah, sang isteri tidak pernah bertanya kepada suaminya datang dari mana? Bahkan dia menyambut kedatangan suaminya dengan senyum dan berpakain yang dapat menyenangkan suaminya, dia pun segera mengambil air minum dan membukakan dasi dan sepatu suaminya.

Yang kedua, menurut suaminya, al-marhumah semasa hidupnya, jika akan melakukan bepergian, baik ke tempat dekat atau pun jauh, beliau pasti mengambil air wudhu dahulu untuk bersuci, seakan dia yakin bahwa dengan wudhu itu, Allah akan melindunginya dari segala bahaya dalam perjalanannya.

Mendengar jawaban suami tersebut, sayapun terkagum-kagum dengan amalan sang almarhumah, bukankah Allah mencintai orang-orang yang mensucikan diri?
Saya pun mendapat pelajaran, bahwa dengan selalu bersuci, lalu hati yang suci yang tidak sedikitpun ada rasa curiga kepada suaminya dan orang lain, Allah SWT mentakdirkan dirinya wafat dalam keadaan suci (dalam keadaan masih mempunyai wudhu dan masih dalam pelaksanaan ibadah haji; ibadah suci). Juga wafat di Tanah Suci (Makkah al-Mukarramah), dan dishalatkan di masjid yang suci (masjidil haram) oleh jutaan jamaah haji yang datang dengan niat suci (berhaji ke baitullah).. Subahanallah, Laa haula wa quwwata illa billah. #