Senin, 30 Januari 2012

Urgensi Mempelajari Siroh Nabawiyah


Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui” (QS. Yususf: 3)



Dalam suatu ceramah peringatan Maulid Nabi Muhammad saw, seorang ustadz bertanya kepada para hadirin dan pendengar yang hadir, “Siapakah di antara bapak dan ibu yang hadir saat ini yang bisa menyebutkan nama dua putera Nabi Muhammad saw?” Ternyata, tidak ada satupun di antara mereka yang dapat menjawab pertanyaan ini. Sesekali ada yang menjawab, “Hasan dan Husein !” kata salah seorang jamaah yang hadir. “Itu sih nama cucu Rasulullah, bukan nama putera beliau.” Jawab si penceramah.

Kemudian sang penceramah mengajukan pertanyaan kedua, “Siapakah di antara bapak dan ibu yang bisa menyebutkan nama dua isteri Nabi Muhammad saw selain Khadijah dan Aisyah?” Lagi-lagi para jamaah tidak ada yang bisa menjawabnya. Seorang ibu mencoba menjawab dengan suara keras, “Fatimah!” Sang penceramah sedikit tertawa sambil berkata dengan logat bahasa Sunda, “Itu mah nama puteri Nabi, bukan isteri Nabi, atuh.”

Lalu sang penceramah bertanya kembali kepada para hadirin, “Sebutkan nama penyanyi dangdut yang sedang hit saat ini!?” Serentak  para hadirin menjawab dengan kompak “Ayu Ting Ting!”. Lalu si penceramah itu mengalihkan pandangannya kepada anak-anak yang duduk agak di depan. “Anak-anak, siapa nama tokoh gagah perkasa dan bisa terbang, yang di dadanya tertulis huruf  “S”?” Serentak anak-anak menjawab tanpa ragu, “Superman !”.

Lalu penceramah itu mengulas ceramahnya, “Bapak-bapak, ibu-ibu, bagaimana kita akan mencintai Rasulullah saw dan keluarganya, jika kita tidak mengenal mereka? Bagaimana  kita merindukan Rasulullah saw jika kita tidak tahu tentang beliau dan para sahabatnya? Bukankah ada pepatah yang mengatakan, “Tak Kenal maka Tak Sayang?”

Cuplikan cerita di atas memang sebuah ironi sekaligus kenyataan, betapa masih banyak dari umat Islam yang belum banyak mengenal tentang siroh (sejarah perjalanan)Nabi saw.

Umat Islam kini lebih mengenal tokoh selebriti dari pada mengenal para isteri Nabi yang mulia. Mereka lebih mengenal para tokoh politiknya dari pada mengenal para sahabat Nabi saw yang mulia. Anak-anak kita lebih mengenal tokoh pahlawan film kartonnya dari pada mengenal kepahlawanan para sahabat yang berjihad dalam medan peperangan. Coba kita tanyakan kepada anak-anak kita siapakah tokoh Kholid bin Walid itu? Pasti mereka belum mengenalnya. Akan tetapi jika kita tanya kepada mereka, siapakah Robinhood itu? Pasti mereka mengenalnya.

Jika kita tanya pada anak-anak kita siapakah Ipin dan Upin itu? Pasti mereka menjawabnya dengan tepat. Namun jika kita tanyakan pada mereka, siapakah Hasan dan Husein itu?, mereka pasti hanya melongo  dengan tatapan kosong. Jangankan anak-anak kita yang ditanyai tokoh-tokoh itu, kita pun barangkali tidak mengenal putera, cucu dan para sahabat Rasulullah saw.

Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika umat Islam kurang mencintai dan mengenal sejarah dan kisah heroik yang pernah terjadi pada masa Rasulullah saw dan para sahabatnya. Akibatnya, Nabi dan para sahabat tidak dijadikan tokoh panutan bagi anak-anak muslim dan umat Islam secara keseluruhan.

Karena itu, mempelajari dan mendalami siroh Nabawiyah (kisah perjalanan hidup Nabi) menjadi suatu keniscayaan. Karena dengan mempelajari kisah Nabi saw dan para sahabat akan mendapat  berbagai manfaat, antara lain:

1. Siroh Nabi menjadi inspirasi bagi kehidupan. Sebab, pada hakekatnya sejarah akan berulang, problematika  pun akan sama. Yang berbeda hanyalah frekwensi dan tokoh pelakunya. Cara menemukan solusinya pun sama. Yakni berpegang pada al-Quran dan modal sejarah Nabi melalui hadits-haditsnya. Oleh sebab itu, ada ungkapan yang mengatakan, “Tidaklah akan baik umat ini kecuali dengan sesuatu yang pernah menjadi baik para generasi pertama”, dan sesuatu itu adalah kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.

2. Mempelajari siroh Nabi akan menghadirkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad saw dan para sahabat Dan rasa cinta itu akan melahirkan sikap pengorbanan. Oleh sebab itu Sayid Qutub mempertahankan mata kuliah Siroh Nabawiyah ini pada kurikulum Universitas Al-Azhar Cairo di saat kolonial Inggris mengajukan penghapusan mata kuliah ini melalui Kementerian Pendidikan. Karena penjajah Inggris mengkhawatirkan kebangkitan umat Islam yang terinspirasi dengan mempelajari siroh Nabi saw.

3. Dengan mempelajari siroh Nabi, kita akan mengetahui hukum yang disebutkan oleh suatu ayat al-Quran. Sebab, setiap ayat memiliki asbabun nuzul (sebab turunnya ayat) melalui peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat itu. Jika kita hanya mengartikan ayat secara  letterlek tanpa mengetahui sebab turunnya ayat, maka akan menimbulkan kesalahpahaman dalam suatu hukum.

4. Dengan mempelajari siroh Nabi saw, kita akan mengetahui tahapan-tahapan dalam berdakwah. Mulai dari dakwah sirriyah (dakwah secara rahasia dan diam-diam), dakwah jahriyah (dakwah secara terang-terangan), hingga dakwah bis shultoh (dakwah dengan kekuasaan). Kemudian kita menerapkannya pada kontek kondisi umat Islam berada.

5. Metode mempelajari siroh nabi saw pun sebenarnya mengikuti metode Allah swt kepada Nabi-Nya. Betapa dalam al-Quran, Allah swt banyak menceritakan kisah-kisah para Nabi kepada Nabi Muhammad saw, agar kisah-kisah itu menjadi inspirasi dan penyemangat dalam mengemban tugas dakwah. Itulah sebabnya Allah swt berfirman:  Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Quran ini kepadamu”  (QS. Yusuf: 3). #

Jamhuri


Minggu, 29 Januari 2012

Ber-shalawatlah Kepada Nabi saw


Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya  (QS. Al-Ahzab: 56)


Banyak perintah yang Allah sampaikan kepada manusia, akan tetapi Allah tidak ikut melaksanakannya. Sebagai contoh; Allah memerintahkan kita melaksanakan shalat, akan tetapi Allah tidak melaksanakan shalat itu karena Dialah yang berhak disembah. Demikian juga saat Allah memerintahkan zakat, Allah tidak melaksanakan zakat. Hal itu pun terjadi pada perintah puasa dan haji.

Akan tetapi saat Allah swt memerintahkan kita bershalawat kepada Nabi Muhammad saw, Allah sendirii telah memberitahu sekaligus memberi contoh dan bukti bahwa Dia pun bershalawat kepada Nabi saw. Bahkan Allah pun menginformasikan bahwa para malaikat pun  menyampaikan shalawat kepada Nabi saw, sebagaimana bunyi ayat yang tercantum di atas.

Ini menunjukkan bahwa bershalawat kepada Nabi Muhammad saw bukan perkara yang ringan, akan tetapi mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Allah swt. Bahkan para ulama “mengharuskan” atau setidaknya men”sunnah”kan menyertakan shalawat dalam sisipan doa-doa yang akan kita panjatkan selain pujian pada Allah terlebih dahulu.

Alkisah, pada suatu musim haji, ada seorang pemuda yang selalu membaca shalawat di setiap tempat dan keadaan, baik saat thawaf, sa’i, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah dan Mina, bahkan dalam perjalanan pun sering membaca shalawat. Perbuatan “aneh” ini membuat seseorang yang selalu memperhatikan pemuda ini bertanya-tanya.

Dan pada suatu saat orang yang selalu memperhatika pemuda ini pun memberanikan bertanya pada sang pemuda ini. “Wahai pemuda, mengapa gerangan sepanjang yang aku perhatikan, engkau selalu membaca shalawat saja, seakan tidak ada bacaan lain selain shalawat?” kata orang yang satu rombongan haji dengan pemuda itu.

Sang pemuda menjawab, “Ya, benar aku selalu membaca shalawat kini karena ada suatu peristiwa yang dialami ayahku selama perjalanan menuju Makkah ini.”

“Peristiwa apa?” tanya orang itu. Pemuda itu menceritakan, “Aku sebenarnya pergi menunaikan haji kali ini berangkat bersama ayahku, akan tetapi dalam perjalanan ayahku meninggal dunia. Aku merasa sedih sekali dengan kepergian ayahku itu. Dan rasa sedihku bertambah pada saat aku melihat kepala ayahku berubah menjadi kepala yang menyerupai kepala keledai. Aku menangis sejadi-jadinya karena heran dengan nasib ayahku. Mengapa di akhir hidupnya ayahku bernasib seperti itu? Padahal beliau sedang dalam perjalanan menuju Tanah Suci Makkah?. Aku terus menangis hingga tertidur.

Saat aku tertidur, aku bermimpi bertemu dengan seseorang menghampiriku. Orang itu bertanya, “Mengapa engkau menangis wahai anak muda?

Aku menjawab, “Aku memikirkan nasib ayahku.”

Lalu orang yang kutemui dalam mimpi itu berkata lagi, “Sudahlah jangan menangis, karena kini ayahmu normal seperti biasa.” Kemudian dalam mimpi itu aku segera melihat wajah ayahku. Ternyata benar, kini keadaan ayah sudah kembali normal. Aku pun kembali menemui orang itu dan bertanya, “Sebenarnya Bapak ini siapa?” tanyaku kepada orang dalam mimpi itu. “Aku adalah Rasulullah” jawab orang itu. Lalu aku bertanya pada beliau, “Mengapa nasib ayahku menjadi seburuk itu hingga kepalanya menjadi seperti kepala keledai dan bagaimana ia kini menjadi kembali seperti semula?’”

Rasuluillah dalam mimpiku menjawab, “Dalam hidupnya ia sering melupakan perintah Allah, kemudian saat meninggal dunia, Allah memberi adzab berubahnya kepala ayahmu menjadi kepala keledai. Kalau saja aku tidak memohon kepada Allah agar aku diidiznkan memberi syafaat kepada ayahmu, niscaya ayahmu tetap dalam keadaan seperti itu. Akan tetapi karena kebiasaan ayahmu membaca shalawat kepadaku setiap kali menjelang tidur, maka aku pun memohon Allah agar aku diberi idzin memberi syafaat untuk ayahmu, kemudian dikabulkan sehingga kini ayahmu kembali kepada keadaan semula.”

Pemuda itu melanjutkan ceritanya, “Seketika saat itu juga, aku terbangun dari tidurku, dan disampingku masih terbujur jenazah ayahku yang masih ditutup sehelai kain. Kemudian aku pun segera membuka penutup wajah dan kepalanya. Dan setelah aku membukanya, tampak wajahku kembali kepada keadaan semula bahkan kini nampak seperti tersenyum.. Nah, sejak peristiwa itulah, aku kini selalu melazimkan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw.

Begitulah keutamaan mengingat Rasulullah saw dengan memperbanyak shalwat kepada beliau.

Mengenai keutamaan bershalawat ini, ada sebuiah hadits, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa bershalawat kepadaku sebanyak satu kali, maka Allah akan memberi shalawat kepadanya sebanyak sepeuluh kali” (Al-Hadits).

Wallahui a’lam bish shawab

Jamhuri


Sabtu, 21 Januari 2012

Bahaya Miras Itu Lebih Dahsyat


Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan  (QS. Al-Maidah: 90)

Beberapa pekan lalu media cetak maupun elektronik banyak memberitakan bahwa Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia akan menghapus peraturan daerah (PERDA) yang melarang peredaran minuman keras (miras) di daerah. Akibatnya banyak warga dari berbagai daerah yang mempunyai produk hukum tersebut memprotes keputusan menteri dalam negeri tersebut.

Sangat miris memang bila pencabutan peraturan daerah itu jadi dilaksanakan. Apa lagi hanya karena alasan perda itu bertentangan dengan hukum di atasnya atau peraturan presiden yang mengatur peredaran miras. Harusnya keputusan atau peraturan presiden itu pun harus dirubah mengikuti apa yang dilakukan oleh daerah. Sebab bahaya dari miras itu sangat dahsyat. Bukan hanya bagi pelaku dan pencandu miras, akan tetapi secara sosial pun akan mendatangkan bahaya yang lebih dahsyat. Selain itu banyak sudah hasil dampak positif yang dirasakan dari peraturan larangan peredaran miras itu. Selain jumlah tawuran berkurang, juga tindak kriminal berkurang secara signifikan. Di Aceh yang telah menerapkan peraturan tersebut praktis kini menjadi propinsi yang paling rendah tingkat kejahatan kriminalnya. Meskipun masih ada penembakan, hal itu hanya perbuatan elit politik yang memanfaatkan situasi perebuitan kekuasaan pada pilkada yang akan dilaksanakan. Demikian juga daerah lain yang telah menerapkan peraturan larangan peredaran miras di daerahnya.

Intinya, miras sangat dahsyat bahayanya. Bahkan jika dibandingkan dengan kejahatan lainnya, seperti pembunuhan dan pemerkosaan. Karena dengan miras kehormatan manusia satu-satunya telah hilang, yakni akal. Dengan akallah manusia bisa menjadi terhormat dan mulia dibandingkan hewan.

Ada sebuah kisah yang masyhur. Dikisahkan ada seorang anak muda yang tampan sering melewati sebuah rumah yang dihuni oleh seorang janda yang memilki satu anak yang masih bayi. Sang wanita ini sering melihat pemuda tampan ini melewati rumahnya, hingga ia ingin sekali berbicara dan bergaul dengan pemuda tampan ini. Ketika pemuda ini melewati depan rumahnya, tiba-tiba wanita cantik ini menarik tangan pemuda ini ke dalam rumah wanita tersebut.

Setelah di dalam rumah, wanita ini pun menyampaikan keinginannya untuk bergaul dengan pemuda itu. Alangkah kagetnya sang pemuda ini mendengar keinginan yang disampaikan wanita tersebut. Lalu, pemuda ini menolaknya karena takut akan dosa besar yang akan menimpanya. Akan tetapi wanita itu tetap memaksa pemuda  itu untuk bergaul dengannya, hingga wanita itu telah siap digauli pemuda itu. Namun, pemuda itu tetap menolaknya.

Akhirnya, wanita itu pun berkata sambil mengancamnya, “Jika engkau tidak bergaul denganku, maka pillih salah satu di antara tiga hal; menggauliku, membunuh anakku atau engkau meminum khomr (miras)?. Kemudian pemuda itu menimbang-nimbang mana sekiranya dosa yang paling ringan dari ketiga pilihan perbuatan maksiat tersebut. Akhirnya pemuda itu memilih meminum khamr (miras). Diminumnya cairan memabukkan itu, hingga mabuk dan tak sadarkan diri.

Di tengah-tengah tidak sadarkan diri karena mabuk itulah,, ternyata ia pun menggauli wanita itu, dan setelah itu, ia pun membunuh bayi itu dengan sangat puasnya.

Dari kisah itu, dapat bisa kita ambil kesimpulan bahwa minuman keras lebih dahsyat bahayanya dari maksiat lain, meskipun maksiat lain harus tetap kita hindari.

Jika ada orang, baik pejabat atau rakyat jelata, yang mengatakan bahwa pada miras ada manfaatnya, seperti menghilangkan pusing atau menghasilkan pendapatan pajak dari produksi minuman keras, maka ketahuilah kerugian yang akan didapat lebih banyak dari sekedar manfaat yang sedikit itu. Hal ini pernah dijawab oleh Allah swt terhadap argumentasi kaum Jahiliyah tentang khamr (miras) ini. Allah swt berfirman yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya” (QS: al-Baqarah: 219)

Di negara-negara Barat, pemerintahnya dipusingkan dengan akibat yang ditimbulkan oleh minuman keras ini, dari tindak kriminal hingga kecelekaan lalu lintas akibat mengkonsumsi miras, dan mereka -sejak zaman sebeluim masehi hingga sekarang- sulit menghilangkan kebiasaan ini secara total, dan tidak pernah dalam sejarahnya mereka dapat menghilangkannya, kecuali saat Islam datang menyinari dunia, manusia, terurtama muslimin, dapat menjauhi kebiasaan negatif ini secara total.

Semoga para pemilik kebijakan di negeri ini diberikan ketetapan iman dan hati nurani yang lurus, sehingga miras tidak akan beredar di negeri ini. Amin.



Jamhuri


Minggu, 08 Januari 2012

Saat-saat Malaikat Mendo’akan Kita


“Tidaklah seseorang duduk menunggu waktu shalat dan belum berhadats kecuali para malaikat mendoakannya: “Ya Allah ampunilah dia, sayangilah dia”.
(HR: Muslim).

Siapa yang tidak ingin didoakan malaikat? Setiap muslim pasti berkeinginan untuk didoa’akan malaikat, karena malaikat adalah makhluk Allah yang tidak melanggar perintah Allah dan melaksanakan setiap perintah Allah swt. Do’a makhluk yang dekat dengan Allah dan tidak pernah melanggar perintah Allah biasanya mudah dikabulkan. Akan tetapi tahukah Anda, kapan waktu-waktu para malaikat mendo’akan kita? Berikut adalah waktu-waktu para malaikat mendoakan kita:
Pertama, saat kita menunggu waktu shalat, maksudnya adalah sebelum masuk waktu shalat kita sudah bersiap-siap dalam keadaan suci dan duduk menunggu waktu shalat. Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seseorang duduk menunggu waktu shalat dan belum berhadats kecuali para malaikat mendoakannya: “Ya Allah ampunilah dia, sayangilah dia”. (HR: Muslim). Sayangnya, kita sering menunda-nunda waktu shalat, dan datang setelah shalat  telah dilaksanakan.
Kedua, saat kita shalat berjamaah di shaff (barisan) pertama, kedua atau di bagian kanan shaff. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya membacakan shalawat kepada mereka yang berada di shaff pertama”. Para sahabat bertanya, “Bagaimana jika di shaff kedua?”  Nabi saw menjawab, “Juga di shaff kedua” (HR: Ahmad). Dalam hadits lain disebutkan pula: “Sesungguhnya Allah dan malaikatNya membaca shalawat kepada orang yang berada di sebelah kanan shaff (barisan)”. (Shahih Ibnu Hibban).
Sayangnya, kita selalu datang terlambat sehingga kita mendapat shaff yang paling belakang. Atau, kita malah mempersilakan orang lain shalat di shaff depan (itsar), padahal itsar dalam ibadah adalah tercela.
Ketiga, saat kita membaca “amin” dalam shalat. Rasulullah saw bersabda, “Jika seorang di antaramu membaca “amin” dan para malaikat membaca “amin” di langit, dan keduanya saling bertepatan, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR; Bukhori Muslim).. Dalam keterangan lain, para ulama berpendapat, bahwa ucapan “amin’ makmum tidak boleh mendahului atau terlambat dari ucapan “amin” imam, karena ucapan ‘amin’ imam akan bertepatan dengan ucapan ‘amin’ malaikat, sehingga jika  ucapan ‘amin’ makmum bersamaan dengan ucapan ‘amin’ imam, maka  ucapan ‘amin’ makmum pun akan bertepatan dengan ucapan ‘amin’ para malaikat.
Keempat, saat kita shalat subuh berjamaah kemudian dilanjutkan itikaf beberapa saat. Sabda Rasulullah saw, “Barangsiapa melaksanakan shalat subuh kemudian dia duduk, maka para malaikat mendoakannya, “Ya Allah ampunilah ia, Ya Allah rahmatilah ia”. (HR: Ahmad)
Dalam hadits lain disebutkan, Dari Sahl bin Muadz bin anas al-Jahani, dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang duduk di tempat sholatnya setelah menunaikan shalat subuh, lalu bertasbih hingga melaksanakan dua rakaat shalat dhuha, dan tidak berkata kecuali kebaikan, maka kesalahannya akan diampuni, meskipun lebih banyak dari banyaknya buih di lautan. (HR: Abu Daud)
Dari Jabir bin Samroh, bahwa Rasulullah saw jika telah shalat subuh, beliau duduk di tempat shalatnya hingga terbit matahari dengan baik” (HR: Muslim)
Kelima, saat kita mendo’akan saudara kita dari jarak jauh. Jika kita mendoakan saudara kita dari jarak jauh, atau bukan di hadapannya, maka para malaikat pun akan mendoakan kita serupa yang kita pohonkan untuk saudara kita. Rasulullah saw bersabda, “Doa seorang muslin kepada saudaranya yang muslim dari tempat jauh (bi zhohril ghoib), maka di atas kepalanya ada malaikat yang diperintahkan mendoakan seseorang yang mendoakan kebaikan untuk saudaranya seraya malaikat itu berkata, “Amin, semoga engkaupun mendapatkan hal yang sama” (HR: Muslim).
Keenam, saat kita berinfaq . Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seorang hamba bangun di pagi hari, kecuali dua malaikat turun dan salahsatu dari keduanya mendoakan, “Ya Allah berilah ganti kepada orang yang berinfaq” dan malaikat lainnya berdoa, “berilah kebinasaan kepada orang yang kikir.” (HR: bukhori Muslim)
Ketujuh, saat kita mengajarkan kebaikan kepada orang lain. Rasulullah saw bersabda, “Allah dan MalaikatNya serta penduduk langit dan bumi hingga seekor semut di lubangnya dan hingga ikan paus mendokan kebaikan kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain” (HR: Tirmidzi dan shahihkan oleh al-Albani). Wallahu a’lam. )I(
Jamhuri

Selasa, 03 Januari 2012

‘Berhaji’ dan ‘Umroh’ Tanpa Ke Mekkah?



“Barangsiapa melaksanakan shalat fajar (subuh) berjamaah, kemudian dia tetap duduk berdzikir kepada Allah hingga terbit matahari, kemudian shalat sunnah dua rakaat, maka baginya pahala haji dan umroh, sempurna, sempurna, sempurna” (HR: Tirmidzi)

Tidak semua muslim mendapat kesempatan berhaji atau berumroh ke Tanah Suci Makkah. Selain karena biaya yang mahal, ia juga membutuhkan fisik yang prima dan sehat serta kesempatan. Akan tetapi ada kabar gembira bagi mereka yang tidak mampu secara financial berangkat ke tanah suci. Sabda Rasulullah saw di atas adalah salah satunya. Cukup shalat berjamaah subuh, kemudian berdiam sambil berzikir hingga terbit matahari, sekitar jam 05.45  untuk saat ini, lalu melaksanakan shalat dua rakaat, maka akan mendapat pahala haji dan umroh secara sempurna.
Meskipun pahala di atas tidak bisa menandingi kewajiban beribadah haji kita, akan tetapi kita sudah mendapat pahalanya. Boleh jadi ini menjadi wasilah (sarana) Allah memudahkan kita berangkat dengan sebenarnya ke tanah suci Makkah.
Ada beberapa hadits yang semakna dengan hadits di atas. Antara lain:
Dari Sahl bin Muadz bin anas al-Jahani, dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang duduk di tempat sholatnya setelah menunaikan shalat subuh, lalu bertasbih hingga melaksanakan dua rakaat shalat dhuha, dan tidak berkata kecuali kebaikan, maka kesalahannya akan diampuni, meskipun lebih banyak dari banyaknya buih di lautan. (HR: Abu Daud)
Dari Jabir bin Samroh, bahwa Rasulullah saw jika telah shalat subuh, beliau duduk di tempat shalatnya hingga terbit matahari dengan baik” (HR: Muslim)
Dari Abu Umamah berkata, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa shalat pagi berjamaah kemudian dia duduk berdzikir kepada Allah hingga terbit matahari, lalu berdiri melaksanakan shalat dua rakaat, maka akan berubah seperti pahala haji dan umroh” (HR: Tabrani)
Para ulama berbeda pendapat tentang shalat di waktu terbit matahari dalam kajian hadits ini. Madzhab Syafii berpendapat bahwa shalat yang dimaksud di sini adalah sholat syuruq atau isyroq. Sedang tiga madhab lainnya berpendapat bahwa shalat tersebut adalah shalat dhuha.
Beberapa hikmah disunnahkannya melaksanakan hadits di atas antara lain:
Pertama, pentingnya bagi seorang muslim untuk menghidupkan waktu pagi tersebut selagi tidak dalam keadaan sakit, lelah atau capek berat. Sebab waktu pagi adalah waktu yang cocok bagi kesehatan badan dan pikiran. Selain itu, waktu pagi juga –menurut sebagian hadits– adalah waktu dibagikannya rezeki manusia. Alangkah indahnya saat-saat seperti itu diisi dengan doa permohonan yang dapat mengundang rezeki kita. Rasulullah saw bersabda, “Tidur pagi dapat mewariskan kefakiran”.
Menghidupkan waktu pagi seperti ini juga menjadi kebiasaan para pendahulu kita dari kalangan orang-orang shalih, sehingga kita masuk dalam kategori menapaki shirot mustaqim (jalan lurus), yakni jalan yang pernah ditapaki oleh para Nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin. Sehingga keselarasan antara permohonan kita dalam surat al-Fatihah (ihdinias shirotol mustaqim) dengan praktek kehidupan menjadi linear dan sesuai. Umar bin Abdul Aziz ra dikenal suka menghidupkan waktu-waktu pagi seperti ini dengan segala kegiatan ibadah, jika datang rasa kantuk, beliaupun berjalan bulak-balik agar tidak tertidur.
Untuk kondisi kita saat ini yang sibuk bersiap-siap bekerja ke kantor, atau mengantar anak sekolah, atau memasak bagi kaum ibu, maka ada beberapa kiat agar kita bisa melazimkan sunnah Rasulullah saw tersebut, meskipun tidak setiap hari:
Pertama, jika berangkat ke kantor pukul 06.30, maka masih ada kesempatan kita untuk malaksanakn sunnah tersebut. Caranya; siapkan seluruh barang yang akan dibawa saat pergi ke kantor di malam harinya, sehingga setelah subuh kita bisa beri’tikaf hingga pukul 05.45, lalu shalat dua rakaat, dan menuju rumah untuk mandi, sarapan dan lainnya.
Kedua, Hal itupun bisa dilakukan kaum ibu jika terbiasa menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Terutama memasak saat sebelum masuk waktu subuh, atau setelah shalat tahajjud.
Ketiga, jika saat berdiam diri di masjid ba’da subuh hingga terbitbnya matahari sering datang rasa kantuk, maka cara Umar bin Abdul Aziz ra dapat digunakan. Atau kita mengadakan acara pengajian ba’da subuh bersama jamaah, sehingga rasa kantuk pun hilang.
Keempat, jika kita tidak dapat melakukannya setiap hari karena kesibukan dan lainnya, maka kita dapat melakukannya setiap pekan. Caranya dengan mengadakan pengajian atau kajian islam setiap ba’da subuh dalam sepekannya. Waktu yang luang biasanya di hari Ahad pagi.
Jamhuri