Selasa, 03 Januari 2012

‘Berhaji’ dan ‘Umroh’ Tanpa Ke Mekkah?



“Barangsiapa melaksanakan shalat fajar (subuh) berjamaah, kemudian dia tetap duduk berdzikir kepada Allah hingga terbit matahari, kemudian shalat sunnah dua rakaat, maka baginya pahala haji dan umroh, sempurna, sempurna, sempurna” (HR: Tirmidzi)

Tidak semua muslim mendapat kesempatan berhaji atau berumroh ke Tanah Suci Makkah. Selain karena biaya yang mahal, ia juga membutuhkan fisik yang prima dan sehat serta kesempatan. Akan tetapi ada kabar gembira bagi mereka yang tidak mampu secara financial berangkat ke tanah suci. Sabda Rasulullah saw di atas adalah salah satunya. Cukup shalat berjamaah subuh, kemudian berdiam sambil berzikir hingga terbit matahari, sekitar jam 05.45  untuk saat ini, lalu melaksanakan shalat dua rakaat, maka akan mendapat pahala haji dan umroh secara sempurna.
Meskipun pahala di atas tidak bisa menandingi kewajiban beribadah haji kita, akan tetapi kita sudah mendapat pahalanya. Boleh jadi ini menjadi wasilah (sarana) Allah memudahkan kita berangkat dengan sebenarnya ke tanah suci Makkah.
Ada beberapa hadits yang semakna dengan hadits di atas. Antara lain:
Dari Sahl bin Muadz bin anas al-Jahani, dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang duduk di tempat sholatnya setelah menunaikan shalat subuh, lalu bertasbih hingga melaksanakan dua rakaat shalat dhuha, dan tidak berkata kecuali kebaikan, maka kesalahannya akan diampuni, meskipun lebih banyak dari banyaknya buih di lautan. (HR: Abu Daud)
Dari Jabir bin Samroh, bahwa Rasulullah saw jika telah shalat subuh, beliau duduk di tempat shalatnya hingga terbit matahari dengan baik” (HR: Muslim)
Dari Abu Umamah berkata, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa shalat pagi berjamaah kemudian dia duduk berdzikir kepada Allah hingga terbit matahari, lalu berdiri melaksanakan shalat dua rakaat, maka akan berubah seperti pahala haji dan umroh” (HR: Tabrani)
Para ulama berbeda pendapat tentang shalat di waktu terbit matahari dalam kajian hadits ini. Madzhab Syafii berpendapat bahwa shalat yang dimaksud di sini adalah sholat syuruq atau isyroq. Sedang tiga madhab lainnya berpendapat bahwa shalat tersebut adalah shalat dhuha.
Beberapa hikmah disunnahkannya melaksanakan hadits di atas antara lain:
Pertama, pentingnya bagi seorang muslim untuk menghidupkan waktu pagi tersebut selagi tidak dalam keadaan sakit, lelah atau capek berat. Sebab waktu pagi adalah waktu yang cocok bagi kesehatan badan dan pikiran. Selain itu, waktu pagi juga –menurut sebagian hadits– adalah waktu dibagikannya rezeki manusia. Alangkah indahnya saat-saat seperti itu diisi dengan doa permohonan yang dapat mengundang rezeki kita. Rasulullah saw bersabda, “Tidur pagi dapat mewariskan kefakiran”.
Menghidupkan waktu pagi seperti ini juga menjadi kebiasaan para pendahulu kita dari kalangan orang-orang shalih, sehingga kita masuk dalam kategori menapaki shirot mustaqim (jalan lurus), yakni jalan yang pernah ditapaki oleh para Nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin. Sehingga keselarasan antara permohonan kita dalam surat al-Fatihah (ihdinias shirotol mustaqim) dengan praktek kehidupan menjadi linear dan sesuai. Umar bin Abdul Aziz ra dikenal suka menghidupkan waktu-waktu pagi seperti ini dengan segala kegiatan ibadah, jika datang rasa kantuk, beliaupun berjalan bulak-balik agar tidak tertidur.
Untuk kondisi kita saat ini yang sibuk bersiap-siap bekerja ke kantor, atau mengantar anak sekolah, atau memasak bagi kaum ibu, maka ada beberapa kiat agar kita bisa melazimkan sunnah Rasulullah saw tersebut, meskipun tidak setiap hari:
Pertama, jika berangkat ke kantor pukul 06.30, maka masih ada kesempatan kita untuk malaksanakn sunnah tersebut. Caranya; siapkan seluruh barang yang akan dibawa saat pergi ke kantor di malam harinya, sehingga setelah subuh kita bisa beri’tikaf hingga pukul 05.45, lalu shalat dua rakaat, dan menuju rumah untuk mandi, sarapan dan lainnya.
Kedua, Hal itupun bisa dilakukan kaum ibu jika terbiasa menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Terutama memasak saat sebelum masuk waktu subuh, atau setelah shalat tahajjud.
Ketiga, jika saat berdiam diri di masjid ba’da subuh hingga terbitbnya matahari sering datang rasa kantuk, maka cara Umar bin Abdul Aziz ra dapat digunakan. Atau kita mengadakan acara pengajian ba’da subuh bersama jamaah, sehingga rasa kantuk pun hilang.
Keempat, jika kita tidak dapat melakukannya setiap hari karena kesibukan dan lainnya, maka kita dapat melakukannya setiap pekan. Caranya dengan mengadakan pengajian atau kajian islam setiap ba’da subuh dalam sepekannya. Waktu yang luang biasanya di hari Ahad pagi.
Jamhuri

Tidak ada komentar: