Selasa, 25 Desember 2007

Menyikapi Tahun Baru


“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok; dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”
(QS. Al-Hasyr: 18)

Banyak tidak sadar di antara kita. Saat pergantian tahun baru kita terbawa huru hara dalam kegembiraan yang terlewat batas. Dari peniupan terompet yang membisingkan telinga, hingga acara muda mudi yang berpesta pora bebas etika. Padahal saat pergantian tahun, sebenarnya satu tahun jatah hidup kita berkurang. Pada saat kita menyobek dan mengganti lembar kalender kita, pada hakekatnya kita sedang “merobek” jatah satu tahun umur kita. Namun sedikit sekali orang yang merenung akan hakekat itu.
Ayat di atas menegur kita dengan tegas. hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Pergantian tahun hendaknya dijadikan sebagai momentum untuk merenung diri dan muhasabah. Seberapa amal kebaikan yang telah kita tanam pada tahun lalu? Atau bahkan sudah seberapa banyak amal keburukan yang kita perbuat? Jangan-jangan amal buruk kita tahun kemarin lebih banyak dari pada amal kebaikan yang kita lakukan. Oleh karena itu, hendaklah memperhatikan apa yang telah diperbuatnya tahun lalu, untuk kemudian merencanakan target-target hidup untuk tahun mendatang.
Yang dimaksud target dan rencana hari esok pada ayat di atas adalah lebih jauh lagi, bukan rencana tahun depat, bukan rencana lima atau sepuluh tahun kedepan. Tetapi rencana hidup di akhirat nanti. Tujuan hidup kaum muslimin bukan terbatas pada lima atau sepuluh tahun kedepan, tapi lebih dari itu, rencana hidup kaum muslimin adalah kehidupan di akhirat yang akan panjang. Sebab, kehidupan dunia hanya bersifat sementara. Rasulullah saw bersabda, “Jadlilah kalian di dunia seperti orang menyeberang jalan”. Sifat dan karakter orang yang menyebrang jalan adalah:
1. Dia berkonsentrasi pada tujuan yang dihadapannya, bukan jalan yang akan disberanginya. Dia selalu berpikir agar selamat sampai di seberang sana, dan merasa lega apabila tiba di tempat tujuannya dengan selamat. Artinya seorang muslim selalu konsentrasi pada akhirat yang menjadi akhir perjalanan hidupnya.
2. Dalam menyeberang jalan, dia akan bersikap hati-hati jangan sampai ketabrak kendaraan. Dia akan menengok ke kanan dan ke kiri agar tidak ada sesuatu yang mencelakakan dirinya. Setelah dirasa aman barulah dia menyeberanginya. Artinya saat hidup di dunia, dia akan bersifat berhati hati dalam menjalaninya, jangan sampai menabrak norma dan hukum Islam, dia selalu akan memperhatikan mana yang halal dan mana yang haram. Dia berhenti jika itu haram, dan dia terus jalani jika itu halal
3. Dalam menyeberangi jalan, dia berjalan atau berlari dengan cepat. Dia tidak akan berlama-lama di tengah jalan dan segera menuju tempat tujuan yang ada di hadapannya. Artinya, dunia ini bersifat sementara sama sebentarnya saat kita menyeberangi jalan disbanding tempat tujuan kita. Kenikmatan dunia laksana setetes air dari jari yang kita celupkan di samudera yang maha luas, dibanding kenikmatan akhirat yang luas bagai air di samudera.
4. Dia merasa lega dan bersyukur saat tiba di tempat tujuan setelah menyebarang. Kemudian di sanalah dia berlama-lama beraktifitas dan menjalani kehidupannya. Artinya, kehidupan sesungguhnya dan kehidupan yang panjang dan selamanya adalah kehidupan akhirat. Di sanalah dia akan mendapat nikmat yang kekal.
5. jika penyeberang jalan tidak berhat-ihati dalam menyeberang, maka ia akan ditabrak atau mendapat kecelakaan. Rasa sakit akibat kecelakaan tadi bisa membuat kita merasa sakit yang tidak terkira. Artinya, jika selama hidup di dunia kita tidak berhati-hati, maka kita akan sengsara hidup di akhirat, rasa sakit dari siksa neraka begitu panjang dan pedih.
Sudahkah kita memperhatikan dan merenungi hal itu? Sudahkah kita mempersiapkan diri saat bertemu Allah nanti?
Suatu saat, seorang wanita ahli maksiat mendatangi Ibrahim bin Adham mengajukan pertanyaan, “saya masih ingin tetap maksiat tapi ingin tidak masuk neraka. Bagaimana caranya?” Ibrahim bin Adham tidak langsung menjawab, kemudian beliau menjawab, “Boleh engkau tetap bermaksiat dan tidak masuk neraka, tapi harus kau penuhi lima syarat.” Sang wanita itu berkata, “Apa lima syarat itu?”
Ibrahim bin Adham berkata, “Pertama, engkau boleh bermaksiat tapi tidak makan rezeki Allah. Kedua engkau boleh tetap bermaksiat, tapi tidak tinggal dan melakukannya di bumi Allah. Ketiga, engkau boleh bermaksiat, tapi jangan kau lakukan di tempat yang tidak terlihat Allah. Keempat, engkau boleh bermaksiat jika engkau nanti mampu menolak kedatangan malaikat maut. Kelima, engkau boleh bermaksiat jika engkau mampu menolak malaikat zabaniyah yang menghukum ahli neraka.”
Mendengar persyaratan yang diajukan Ibrahim bin Adham, wanita itu pun mengucurkan airmata sambil berkata, “Mana mungkin aku melakukan sesuatu di selain bumi Allah, tidak terlihat Allah dan tanpa rezeki Allah? Apalagi jika aku kedatangan malaikat maut dan malaikat Zabaniyah yang kasar itu?” Iya tersungkur menangis dan saat itu juga bertaubat nasuha.
Kalau itu ditanyakan pada diri kita, “Silakan berpesta tahun baru yang sia-sia itu asal dilakukan di selain bumi Allah, sanggupkah kita?” Semoga tahun baru ini menjadi tahun perenungan kita. ##

Selasa, 04 Desember 2007

Hukum Berqurban

Kata Qurban berasal dari bahasa Arab قربان yang artinya “Pendekatan” Seakan orang yang berqurban bermaksud mendekatkan diri kepada Allah. Istilah lain dalam bahasa Arab adalah “al-Udlhiyyah”الأضحية yang artinya adalah korban menurut bahasa Indonesia.
Sedangkan defines Qurban atau Udlhiyah adalah : Menyembelih hewan tertentu di hari Nahr (10,11, 12, 13 Dzulhijjah) dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT
Qurban hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan), kecuali niat nazar maka wajib hukumnya
Dalil yang memeritahkan kita berqurban adalah firman Allah SWT yang artinya, “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah (QS. Al-Kautsar: 2) Yang dimaksud berkorban di sini ialah menyembelih hewan qurban dan mensyukuri nikmat Allah.
Rasuslullah saw bersabda, “Baransiapa mempunyai keluasan (rezeki) dan tidak berqurban, maka matilah dia jika ingin dalam keadaan beragama Yahudi atau Nasrani”
Dari Abi Hurairah berkata, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa memiliki kemampuan dan tidak berqurban maka janganlah mendekati tempat sholat kami (HR: Ahmad)
Rasulullah saw bersabda, “Hai Aisyah, persembahkanlah qurbanmu dan saksikanlah ia, karena seseungguhny bagimu pada setiap tetesan Allah menciptakan dari tiap tetesan darahnya sepuluh malaikat membacakan istighfar hingga hari kiamat, dan jika dagingnya dibagikan maka bagi tiap potongan daging pahala seperti memerdekakan budak dari keturunan Nabi Ismail as”
Dalam hadits lain beliau bersabda, “Tidak ada amal yang dilakuan anak Adam pada hari nahr yang sangat dicintai Allah dari pada mencecerkan darah (menyembelih)”
Sedangkan jenis hewan yang dapat dujadikan qurban antara lain: Unta, kambing, sapi, kerbau. Sedang yang Afdhol (utama) adalah hewan yang termahal dan tergemuk. Lalu usahakan warna bulunya putih semua, jika tidak ada maka hewan lebih banyak warna putihnya, jika tidak ada baru kemudian yangkuning, jika tidak ada pula barulah warna hitam. Memilih qurban yang terbaik dan afdhol ini sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya, “Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” (QS. Al-Hajj: 32)
Usia unta hendaklah minimal yang sudah berusia lima tahun, untuk sapi dua tahun, dan untuk kambing cukup setahun.
Seekor kambing untuk satu orang beserta ahli keluarganya, sedangkan seekor unta atau sapi untuk tujuh orang.
Hewan qurban tidak boleh cacat seperti buta, gila, tidak punya gigi, sakit, tidak memiliki telinga, tidak memiliki tanduk, pincang (patah)
Unta dipotong dalam keadaan berdiri, antara ujung leher dan dada. Selain unta, hewan dibaringkan ke bagian kirinya dan dihadapkan ke kiblat
Ketika menyembelih wajib membaca ”BIsmillah”, lalu sunnah ditambah membaca ”Allahu Akbar” dan “Allahumma minka wa laka” (Ya Allah, inilah dari-Mu dan untuk-Mu)
Disunnahkan orang yang berqurban menyembelih sendiri qurbannya, atau mewakilkan pada orang Islam dan dia ikut menyaksikan, namun jika tidak bisa menyaksikan pun qurbannya sah.
Waktu Penyembelihan: Setelah sholat Idul Adha hingga akhir hari Tasyriq (13 Dzulhijjah). Sedangkan penyembelihan di malam hari pada hari-hari tersebut hukukmnya makruh.
Dalam hal pembagian daging qurban disunnahkan dibagi kepada tiga: sepertiga dimakan pelaksana qurban, sepertiga lagi dihadiahkan kepada tetangga dan sepertiga sisanya disesekahkah kepada fakir miskin.##

Lihat: http://muhammadjamhuri.blogspot.com
Pertanyaan dapat dikirim via email ke: ibnu_asbar@yahoo.co.id

Selasa, 27 November 2007

Kebesaran Allah di Makkah

“Sesungguhnya rumah pertama yang diletakkan untuk umat manusia adalah rumah yang berada di Bakkah (Makkah) yang diberkahi. Di dalamnya terdapat tanda-tanda kebesaran (Allah) berupa maqom Ibrahim’”
(Al-Imran[3]: 87)

Bulan Syawwal, Dzulqo’dah dan Dzulhijjah adalah bulan musim haji yang diketahui (asyhurun ma’lumat). Kaum muslimin yang melaksanakan ibadah haji sejak Syawwal telah mulai berdatangan ke Tanah Suci Makkah guna melakukan serangkaian ibadah. Meskipun puncak prosesi ritual haji dimulai pada tanggal 8 hingga 14 Dzulhijjah, akan tetapi saat-saat sekarang ini diperbolehkan pergi ke Makkah karena telah masuk musim haji.
Rasa rindu ingin bertemu Ka’bah telah terasa, jauh sebelum keberangkatan. Betapa tidak? Karena selama ini kaum muslimin yang belum pernah pergi haji hanya sebatas menghadap ke arah Ka’bah dalam sholat-sholatnya. Tentun saja seseorang yang diperkenalkan dengan sesuatu yang jauh, dan perkenalan itu dilakukan lima kali dalam sehari dengan menghadapnya, tentu saja ada rasa keingintahuan dan kerinduan akan sesuatu itu. Rasa rindu itu pun kian bertambah tatkala calon jamaah haji telah menyetorkan ONH (ongkos naik haji)nya seakan yakin akan bertemu Ka’bah sebentar lagi. Bayangan Ka’bah pun selalu menempel di benak, kemana pun pergi selalu mengingat akan bertemu Ka’bah. Perasaan rindu itu semakin menggebu saat diri telah memasuki badan pesawat terbang menuju ke Jeddah. Apalagi setelah naik bus, dan bus itu melewati pelataran Masjidil Haram. Dapat dipastikan, air mata pun akan berlinang tanpa disadari. Kenikamatan batin pun telah terasa begitu dalam walau hanya baru melihat menara masjid dari dalam bus. Dan tatkala kaki memasuki Masjidil Haram kemudian mata melihat ka’bah, rasa rindu pun semakin menggebu-gebu, jantung berdetak, seakan bertemu sang kekasaih yang lama tak berjumpa dan selalu meindu-rindukannya.
Itulah gambaran jamaah haji yang berangkat ke Tanah Suci.
Ka’bah hanyalah bangunan kubus terbuat dari batu-batu yang disusun menjadi tembok-tembok dan menjadi sebuah bangunan. Ukurannya pun tidak begitu luas. Tidak ada hiasan mencolok di sana. Tidak ada pula lukisan yang menakjubkan, kecuali hanya sehelai kiswah (baju) hitam dengan tulisan kalighrafi berwarna kuning emas yang menghiasinya. Tidak juga semua jamaah haji bisa masuk ke dalamnya seperti layaknya seorang yang bertamu ke rumah orang lain. Namun, meskipun sangat sederhana, jutaan manusia merindukan menyaksikan Ka’bah tersebut. Bahkan tidak jarang orang yang sudah melihatnya pun, ingin berkunjung kembali untuk melihat dan beribadah di depannya.
Tidak mungkin suatu bangunan yang sangat sederhana itu dicintai dan diagungkan serta dirindukan oleh jutaan manusia, kecuali karena yang menentukannya adalah Allah Yang Maha Perkasa. Disana seakan tersimpan magnet kuat yang mempunyai daya tarik yang hebat pada seluruh manusia di muka bumi. Sehingga manusia dari berbagai pelosok, hingga dari pedalaman Kalimantan dan Sumatera, datang memenuhi “panggilan” Allah SWT.
Belum lagi daerah Makkah adalah daerah yang tandus, gersang dan padang pasir. Andaikata daerah itu sejuk, rimbun dengan pohon, dan indah dengan pegunungan hijau laksana pemandangan daerah puncak, barangkali wajar jika kemudian dikunjungi banyak orang. Namun kenyataannya, Makkah adalah daerah tandus, panas dan gurun. Seharusnya orang malas berdatangan ke sana. Namun karena Allah telah menentukannya sebagai tempat berhaji, serta do’a nabi Ibrahim yang memohon agar hati manusia rindu dan terpaut padanya, maka Makkah sepanjang tahunnya ramai dikunjungi oleh banyak orang.
Yang mengherankan lagi, di tengah tanah yang tandus dan gersang dimana curah hujan sangat sedikit dan jarang, terpancar suatu sumber air yang sangat berkah dan “disucikan’ oleh manusia karena Allah dan Nabi-Nya telah “mensucikannya”. Itulah sumber air Zamzam. Suatu sumber air yang tidak pernah henti mengalir sejak zaman Nabi Ismail AS, kecuali beberapa kurun tatkala penduduk Makkah durhaka kepada Allah. Hingga kini, air itu menjadi oleh-oleh berharga bagi jamaah haji. Tidak afdhol rasanya bila jamaah haji tidak membawa air zamzam dari Makkah. Bergalon-galon jamaah haji membawa air zamzam ke negaranya masing-masing, namun sumber air itu terus memancar tidak henti-hentinya.
Siapa meminum air zamzam sambil memohon doa kepada Allah, maka doa dan keperluannya akan dipenuhi oleh Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Air zamzam tergantung pada niat si peminumnya”.
Itulah beberapa ayat (tanda kebesaran) Allah di Makkah. Ada lagi tanda sejarah yang terdapat di Makkah. Yakni maqom Ibrahim. Yang dimaksud dengan maqom disini bukanlah makam, kuburan atau pusara. Kata maqom berasal dari qooma-yaquumu (berdiri). Sedang kata “maqom” adalah isim makaan (nama tempat). Sehingga kata maqom berarti tempat berdirinya Nabi Ibrahim. Suatu tanah yang pernah dipijak oleh Nabi Ibrahim AS yang kemudian diprasastikan dengan perak. Maqom ini terletak di depan Ka’bah, dan diletakkan dalam sebuah kaca berbentuk seperti sangkar burung. Orang yang thawaf dapat melihat benda ini. Suatu tanda sejarah akan kegigihan Nabi Ibrahim dalam menjalankan perintah dan titah Allah SWT.
Beliau bersama puteranya Ismail AS membangun Ka’bah yang telah runtuh sejak zaman Nabi Nuh As akibat air bah. Kesungguhan Ibrahim As ini diabadikan dengan maqom tersebut agar kita dapat mengambil pelajaran kegigihan dan ketwakkalan mereka.
Nabi Muhammad saw menganjurkan agar kita sholat sunnat setelah thowaf di belakang maqom ini. Karena tempat ini adalah salah satu tempat yang mustajab (doa terkabul).
Semoga kita ditakdirkan Allah dapat mengunjungi Makkah, sehingga kebesaranNya dapat kita saksikan dan iman akan bertambah. Amin. ##

H. Muhammad Jamhuri, Lc

Minggu, 18 November 2007

Kedahsyatan Istighfar

Maka Aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun. Niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (QS. Nuh: 10-12)

Suatu hari, seorang ulama besar bernama al-Hasan al-Bashori kedatangan seseorang yang mengadukan hasil panennya kurang memuaskan, beliau memberi resep, “Banyaklah beristighfar!”.
Kali lain, datang seorang yang sudah menikah sekian lama, namun belum juga dikaruniai seorang anak, al-Hasan al-Bashari memberi resep, ”Banyaklah beristighfar”.
Di kesempatan lain, ada seorang pedagang yang dagangannya tidak laris-laris, sehingga sering mengalami kerugian datang meminta nasehat, sang ulama tersebut lagi-lagi memberi jawaban, “Banyaklah beristighfar!”
Di hari lain, ada seseorang yang mengamati jawaban sang ulama tersebut dengan jawaban yang sama, dia bertanya, “Wahai syaikh, mengapa setiap ada orang yang bertanya mengeluhkan nasibnya serta persoalannya, selalu engkau jawab dengan jawaban yang sama, yaitu perbanyak istighfar?” Sang ulama bernama al-Hasan al-Bashri itu menjawab, Bukankah Allah SWT berfirman yang artinya, “Maka Aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, Sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (QS. Nuh: 10-12) seperti ayat yang tercantum di atas.
Istighfar adalah memohon ampun dan bertaubat pada Allah. Ia adalah bentuk ketundukkan dan penghambaan kepada Allah SWT yang Maha Kuasa. Dengan istighfar, seseorang merasa “butuh” dan “perlu” kepada Allah SWT. Dengan istighfar, seseorang berikrar bahwa dirinya hamba penuh dosa. Nah, rasa menghamba dan tunduk kepada Tuhan inilah yang disukai Allah. Bukankah terlaknatnya iblis karena sombong dan membangkang kepada Tuhannya?
Rasulullah saw bersabda, yang artinya, “Setiap anak Adam pasti pernah bersalah, dan sebaik-baik orang bersalah adalah bertaubat”. Dengan demikian, manusia pasti pernah melakukan kesalahan, namun sikap yang terbaik adalah bertaubat dan memohon ampun kepada Allah SWT. Bahkan Rasulullah SAW sendiri tidak pernah luput beristighfar dan bertaubat sebanyak 70 hingga 100 kali dalam sehari sebagaimana yang disebutkan dalam hadits-hadits shohih. Pertanyaannya, jika Rasulullah saw yang “ma’shum” saja beristighfar sebegitu banyak, mengapa kita yang penuh dosa malas beristighfar? Apalagi kita memerlukan pertolongan Allah dalam kesuksesan-kesuksesan kita?. Adalah tidak pantas kita meninggalkan istighfar dalam satu hari sekalipun, karena begitu banyak dosa dan keinginan kita.
Fungsi istighfar, selain untuk meminta ampunan, melancarkan rezeki, jodoh, dan mendapat keturunan, sebagaimana dijelaskan pada ayat di atas, istighfar juga dapat mencegah azab dan musibah.
Allah SWT menjelaskan dalam firmanNya yang artinya, “dan tidaklah Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun” (QS.Al-Anfal: 33)
Di antara Mufassirin (ahli tafsir)mengartikan yastagfiruuna dengan bertaubat dan ada pula yang mengartikan bahwa di antara orang-orang kafir itu ada orang muslim yang minta ampun kepada Allah.
Selain itu, istighfar juga dapat membantu seseorang dari rasa gelisah dan kesempitan hidup. Rasulullah saw bersabda yang artinya, “Barangsiapa memperbanyak istighfar, maka Allah akan memberikan kelapangan pada setiap kegelisahan, jalan keluar dari segala kesempitan, dan memberi rezeki yang tidak diduga-duga” (HR: Muslim).
Ada suatu kisah, seorang pedagang kecil berdagang di sebuah tempat di antara himpitan pedagang lain di sebuah pasar. Sudah hampir setengah hari dagangannya tidak pernah disentuh pembeli. Jangankan dibeli, ditanya harganya pun tidak. Tiba-tiba pedagang ini ingat akan hadits ini yang pernah didengarnya, lalu dia pun memperbanyak istighfar di tempat itu pula, sambil meyakini akan kebenaran isi hadits tersebut. Ternyata, tidak lama kemudian, banyak calon pembeli yang menghampiri pedagang tersebut, menawar, tertarik dan membeli barang dagangannya. Bahkan para pembeli yang mengurumuninya lebih ramai dari para pedagang lainnya. Sang pedagang pun mendapat rezeki dari kuntungan dagangannya tersebut. Ketika menjelang tutup dagangannya, pedagang yang berada disampingnya bertanya, “Apa sih rahasianya sehingga pembeli begitu tertarik.? Ia menceritakan, “Ketika aku hampir putus asa, aku mengingat hadits Nabi saw, lalu aku amalkan, dan ternyata benarlah hadits itu”
Kita terkadang menyepelekan istighfar, karena kita terlalu kesusu (tergesa-gesa) ingin mendapatkan apa yang kita inginkan, sehingga kita langsung berdoa, “ya Allah, berlah aku rezeki, berilah aku jodoh, berilah aku anak dan keturunan”. Padahal dalam surat Al-Fatihah kita diperintahkan beribadah dulu, baru meminta pertolongan (iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in). Sudah seberapa kita berisighfat? Sudah seberapa kita menundukkan diri di hadapan Allah sebagai hamba? Itulah mungkin yang menyebabkan doa-doa kita terhalang hijab. Apalagi, jika dalam rangka memenuhi keinginan kita, kita melakukan kesalahan fatal berupa perbuatan syirik. Itu akan menyebabkan Allah murka kepada kita. Sebut saja misalnya, ruwatan, sesajen, mendatangi dukun dan paranormal. Sebab, tidak ada bentuk kezaliman yang paling besar melainkan kezaliman menyekutukan Allah. Firman Allah SWT yang artinya, Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Lukman; 13)
Perbanyaklah istighfar sekarang, maka Anda akan rasakan kedahsyatannya!! #

Senin, 08 Oktober 2007


KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN:
SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI
MINAL 'AIDIN WAL FAIZIN
MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN

Jumat, 06 Juli 2007

Sejarah Perkembangan Ilmu Ekonomi Islam

Pendahuluan
Membicarakan sistem ekonomi Islam secara utuh, tidak cukup dikemukakan pada tulisan yang sempit ini, karena sistem ekonomi Islam mencakup beberapa segi dan mempunyai ketergantungan dengan beberapa disiplin ilmu lainnya sebagaimana juga yang ditemukan pada studi ekonomi umum. Persolan sistem bank syari’ah hanyalah sebagian kecil dari sederetan masalah-masalah yang terdapat dalam studi ekonomi Islam.
Kendati demikian, sistem ekonomi Islam mempunayi ciri khas dibanding sistem ekonomi lain (kapitalis-sosialis). Dr. Yusuf Qordhowi, pakar Islam kontemporer dalam karyanya “Daurul Qiyam wal akhlaq fil iqtishod al-Islamy” menjelskan empat ciri ekonomi Islam, yaitu ekonomi robbani, ekonomi akhlaqy, ekonomi insani dan ekonomi wasati. Keempat ciri tersebut mengandung pengertian bahwa ekonomi Islam bersifat robbani, menjunjung tinggi etika, menghargai hak-hak kemanuisaan dan bersifat moderat.

Perkembangan Studi Islam
Sejarah perkembangan studi ekonomi Islam dapat dibagi pada empat pase:
Pase pertama, masa pertumbuhan
Pase kedua, masa keemasan
Pase ketiga, masa kemunduran dan
Pase keempat, masa kesadaran

Masa Pertumbuhan
Masa pertumbuhan terjadi pada awal masa berdirinya negara Islam di Madinah. Meskipun belum dikatakan sempurna sebagai sebuah studi ekonomi, tapi masa itu merupakan benih bagi tonggak-tonggak timbulnya dasar ekonomi Islam. Secara amaliyah, segala dasar dan praktek ekonomi Islam sebagai sebuah sistem telah dipraktekkan pada masa itu, tentunya dengan kondisi yang amat sederhana sesuai dengan masanya. Lembaga keuangan seperti bank dan perusahan besar (PT) tentunya belum ditemukan. Namun demikian lembaga moneter di tingkat pemerintahan telah ada, yaitu berupa Baitul Mal. Perusahaan (PT) pun telah dipaktekkan dalam skala kecil dalam bentuk musyarakah.

Masa Keemasan
Setelah terjadi beberapa perkembangan dalam kegiatan ekonomi, pada abad ke 2 Hijriyah para ulama mulai meletakkan kaidah-kaidah bagi dibangunnya sistem ekonomi Islam di sebuah negara atau pemerintahan. Kaidah-kaidah ini mencakup cara-cara bertransaksi (akad), pengharaman riba, penentuan harga, hukum syarikah (PT), pengaturan pasar dan lain sebagainya. Namun kaidah-kaidah yang telah disusun ini masih berupa pasal-pasal yang tercecer dalam buku-buku fiqih dan belum menjadi sebuah buku dengan judul ekonomi Islam.
Beberapa karya fiqih yang mengetengahkan persoalan ekonomi, antara lain:
Fiqih Mazdhab Maliki:
Al-Mudawwanah al-Kubrto, karya Imam Malik (93-179 H)
Bidayatul Mujtahid, karya Ibnu Rusyd (wafat 595 H)
Al-Jami’ Li Ahkam al-Quran, karya Imam al-Quirthubi (wafat 671 H)
Al-Syarhu al-Kabir, karya Imam Ahmad al-Dardir (wafat 1201 H)
Fiqih Mazdhab Hanafi:
Ahkam al-Quran, karya Imam Abu Bakar Al-Jassos (wafat 370 H)
Al-Mabsut, karya Imam Syamsuddin al-Syarkhsi (wafat 483 H)
Tuhfah al-Fuqoha, karya Imam Alauddin al-Samarqandu (wafat 540 H)
Bada’i al-Sona’i, karya Imam Alauddin Al-Kasani (wafat 587 H)
Fiqih Mazdhab Syafi’I:
Al-Umm, karya Imam Syafi’I (150-204 H)
Al-Ahkam al-Sulthoniyah, karya Al-Mawardi (wafat 450 H)
Al-Majmu’, karya Imam An-Nawawi (wafat 657 H)
Al-Asybah Wa al-Nadzoir, karya Jalaluddin al-Suyuthi (wafat 911 H)
Nihayah al-Muhtaj, karya Syamsuddin al-Romli (wafat 1004 H)
Fiqih Mazdhab Hambali:
Al-Ahkam al-Sulthoniyah, karya Qodhi Abu Ya’la (wafat 458 H)
Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah (wafat 620 H)
Al-Fatawa al-Kubro, karya Ibnu Taimiyah (wafat 728 H)
A’lamul Muwaqi’in, karya Ibnu qoyim al-Jauziyah (wafat 751 H)

Dari kitab-kitab tersebut, bila dikaji, maka akan ditemukan banyak hal tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan ekonomi Islam, baik sebagai sebuah sistem maupun keterangan tentang solusi Islam bagi problem-problem ekonomi pada masa itu.
Ibnu Hazm dalam kitabnya “Al-Muhalla” misalnya, memberi penjelasan tentang kewajiban negara menjamin kesejahteraan minimal bagi setiap warga mengara. Konsep ini telah melampaui pemikiran ahli ekonomi saat ini. Demikian pula halnya dengan karya-karya fiqih lain, ia telah meletakkan konsep-konsep ekonomi Islam, seperti prinsip kebebasan dan batasan berekonomi, seberapa jauh intervensi negara dalam kegiatan roda ekonomi, konsep pemilikan swasta (pribadi) dan pemilikan umum dan lain sebagainya.

Karya-karya Khusus Tentang Ekonomi
Meskipun permasalahan ekonomi telah dibahas secara acak pada buku-buku fiqih, namun pada pase ini terdapat juga karya-karya tentang ekonomi Islam yang membahas secara khusus tentang ekonomi. Karya-karya ini tentunya telah mendahului karya-karya ahli ekonomi Barat saat ini, sebab karya-karya kaum muslimin dalam bidang ini telah ada sejak abad ke 7 M
Karya-karya tersebut antara lain:
Kitab Al-Khoroj, karya Abu Yusuf (wafat 182 H/762 M)
Abu Yusuf adalah seorang qadli (hakim) pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid. Pada saat iitu Harun al-Rasyid meminta beliau menulis tentang pendapatan negara dalam bentuk khoroj (sejenis pajak), zakat, jizyah dan lainnya untuk dijadikan pegangan hukum negara (semacam KUHP sekarang). Dalam mukaddimahnya, Abu Yusuf menulis: “Telah saya tulis apa yang menjadi permintaan tuan, saya pun telah menjelaskannya secara rinci. Oleh karena itu pelajarilah. Saya telah bekerja keras untuk itu dan saya berharap agar tuan dan kaum muslimin memberi masukan. Hal itu karena semata-mata mengharap ridho Allah serta takut akan azabNya. Bila kitab ini sudah jelas, saya berharap agar tuan tidak memungut pajak dengan cara-cara yang zalim dan berbuat tidak baik terhadap rakyat tuan”.
Kitab Al-Khoroj, karya Imam Yahya al-Qursyi (204 H/774 M)
Kitab Al-Amwal, karya Abu Ubaid bin Salam (wafat 224 H/774 M)
Kitab ini telah banyak ditahkik dan dita’liq (dikomentari) oleh Muhammad Hamid Al-Fahi, salah seorang ulama Al-Azhar. Kitab ini pun termasuk kitab terlengkap dalam membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan harta di Daulah Islamiyah.
Al-Iktisab Fi al-Rizqi, karya Imam Muhammad al-syaibani (wafat 334 H/815 M)
Dan karya-karya lainnya seperti karya Ibnu Kholdun, Al-Maqrizi, Al-Aini dan lain-lain
Di penghujung abad 14 dan 15 M merupakan titik awal bagi adanya aliran keilmiahan dalam bidang ekonomi modern. Bahkan Syaikh Mahmud Syabanah, mantan wakil rektor Al-Azhar menyatakan bahwa kitab “Mukaddimah” karya Ibnu Kholdun yang terbit pada tahun 784 H atau sekitar abad 13 hingga 14 M adalah bentuk karya yang mirip dengan karya Adam Smith. Bahkan dalam karyanya, ibnu Kholdun juga menulis tentang asas-asas dan berkembangnya peradaban, produktifitas sumber-sumber penghasilan, bentu-bentuk kegiatan ekonomi, teori harga, migrasi penduduk dan lain-lain. Sehingga isi kedua karya ini hampir sama. Perbedaannya hanya terletak pada kondisi dan lingkungan.

Masa Kemunduran
Dengan ditutupnya opintu ijihad, maka dalam menghadapi perubahan sosial, prinsip-prinsip Islam pada umumnya dan prinsip ekonomi khususnya, tidak berfungsi secara optimal, karena para ulama seakan tidak siap dan berani untuk langsung menelaah kembali sumber asli tasyri’ dalam menjawab perubahan-perubahan tersebut. Mereka lebih suka merujuk pada pendapat imam-imam mazdhab terdahulu dalam mengistimbat suatu hukum, sehingga ilmu-ilmu keislaman lebih bersifat pengulangan dari pada bersifat penemuan.
Tradisi taklid ini menimbulkan stagnasi (kejumudan) dalam mediscover ilmu-ilmu baru, khususnya dalam menjawab hajat manusia di bidang ekonomi. Padahal ijtihad adalah sumber kedua Islam setelah al-Quran dan as-Sunnah. Dan pukulan telak terhadap Islam adalah ketika ditutupnya pintu ijtihad tersebut.

Masa Kesadaran Kembali
Sejak ditutupnya pintu ijtihad pada abad 15 H, hubungan antara sebagian masyarakat dengan penerapan syariat Islam yang sahih menjadi renggang. Sebagaimana juga telah terhentinya studi-studi tentang ekonomi Islam, hingga sebagian orang telah lupa sama sekali, bahkan ada sebagian pihak yang mengingkari istilah “ekonomi Islam”. Ajaran Islam akhirnya terpojok pada hal-hal ibadah mahdloh dan persoalan perdata saja. Lebih ironis lagi sebagian hal itu pun masih jauh dari ajaran Islam yang benar.
Namun demikian, meskipun studi ilmiah modern dalam bidang ekonomi masih sangat terbatas, namun usaha-usaha telah dilakukan, antara lain:
Pertama, studi ekonomi mikro. Dalam hal ini studi terfokus pada masalah-masalah yang terpisah, seperti pembahasan tentang riba, monopoli, penentuan harga, perbankan, asuransi kebebasan dan intervensi pemerintah pada kegiatan ekonomi dan lain-lain. Langkah ini terlihat dari diadakannya beberapa seminar dan muktamar, antara lain:
Muktamar Internasional tentang fiqih Islam
Pada Muktamar Fiqih Islam pertama yang diadakan di Paris tahun 1951 dibahas masalah-masalah yang berhubungan dengan ekonomi, riba dan konsep pemilikan.
Muktamarr Fiqih Islam kedua diadakan di Damaskus pada bulan April 1961. Dalam muktamar tersebut dibahas tentang asuransi dan sistem hisbah (pengawasan) menurut Islam.
Muktamar Fiqih Islam ketiga diadakan di Kairo pada Mei 1967, membahas tentang asuransi sosial (takaful) menurut Islam
Muktamar Fiqih Islam keempat diadakan di Tunis pada bulan Januari 1975, membahas masalah pemalsuan dan monopoli.
Muktamar Fiqih Islam kelima diadakan di Riyadh pada bulan Nopember 1977 membahas tentang sistem pemilikan dan status sosial menurut Islam.
Muktamar Fiqih Islam sedunia, diadakan di Riyadh juga yang diorganisir oleh Universitas Imam Muhammad bin Saud pada tanggal 23 Oktober hingga Nopemebr 1976, membahas tentang perbankan Islam antara teori dan praktek dan pengaruh penerapan ekonomi Islam di tengah-tengah masyarakat.
Muktamar Lembaga Riset Islam di Kairo. Dalam hal ini sedikitnya telah delapan kali mengadakan muktamar yang membahas tentang ekonomi Islam.
Pertemuan studi sosiologi negara-negara Arab.
Seminar Dewan Pembinaan Ilmu Pengetahuan, satra dan sosial (seksi ekonomi dan keuangan).
Muktamar Ekonomi Islam Internasional, antara lain: Muktamar Ekonomi Islam Sedunia pertama , diadakan di Makkah pada tanggal 21-26 Pebruari 1976 dan Muktamar ekonomi Islam, diadakan di London pada bulan Juli 1977.
Hingga saat ini buku-buku tentang ekonomi Islam, baik dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris serta bahasa lainnya dapat kita temukan di toko-toko buku. Buah dari semaraknya studi-studi ekonomi Islam ini membuahkan berdirinya bank-bank Islam, baik dalam skala nasional maupun internasional. Dalam skala internasional misalnya, telah berdiri Islamic Development Bank (IDB/Bank Pembangunan Islam) yang kantornya berkedudukan di Jeddah Saudi Arabia. Dalam agreemen establishing the islamic Development Bank (anggaran dasar IDB) pada article 2 disebutkan bahwa salah satu fungsi dan kekuatan IDB pada ayat (xi) adalah melaksanakan penelitian untuk kegiatan ekonomi, keuangan dan perbankan di negara-negara muslim dapat sejalan dengan syari’ah. IDB juga telah memberikan bantuan teknis, baik dalam bentuk mensponsori penyelenggaraan seminar-seminar ekonomi dan perbankan Islam di seluruh dunia maupun dalam bentuk pembiayaan untuk tenaga perbankan yang belajar di bank Islam serta tenaga ahli bank yang ditempatkan di bank Islam yang baru berdiri.
Bukti lain maraknya pelaksanaan ekonomi Islam adalah laporan dari data yang diambil dari Directory Of Islamic Financial Institutions tahun 1988 terbitan IRTI/IDB bahwa sedikitnya telah 32 bank Islam berdiri (sebelum Bank Muamalat Indonesia berdiri) di seluruh dunia, termasuk di Eropa. Bila di Indoneisa banyak bank konvensional beralih bentuk ke bank syari’ah, berarti pertumbuhan bank syari’ah semakin cepat dan diminati oleh kalangan usahawan, belum lagi pertumbuhan bank syari’ah di negara lain dalam dekade ini, seperti di Malaysia dan negara-negara Islam lainnya.

Selasa, 12 Juni 2007

Kedahsyatan Sholat Berjamaah

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku’
(QS. Al-Baqarah; 43)

Hampir selama hidupnya, Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan sholat berjamaah. Bahkan dalam keadaan perang sekalipun, beliau bersama sahabatnya melaksanakan sholat dengan berjamaah. Padahal mereka sedang sibuk-sibuknya dengan tugas suci.
Kalau dibanding dengan kita memang sangat jauh, padahal kita tidak segenting keadaan perang. Kita bahkan sedang istirhat kerja siang, atau sedang asik menyantap makanan, atau sedang bercumbu dengan keluarga. Namun saat sedang terdengar adzan, kita masih santai saja. Tidak segera berangkat ke masjid atau musholla untuk melaksanakan sholat berjamaah.

Suatu hari datang seorang laki-laki buta kepada Rasulullah saw bermaksud ingin meminta keringanan dalam sholat berjamaah karena kondisinya yang buta. Orang buta itu berkata, “Wahai Rasulullah, saya tidak ada seorang penuntun yang menuntunku ke Masjid, bolehkah aku tidak sholat dengan berjamaah dan cukup sholat di rumah?” Lalu Nabi saw memberi keringanan tentang hal itu, namun tatkala orang itu mau beranjak, Rasulullah saw memanggilnya dan bertanya, “Apakah kamu mendengar adzan panggilan sholat?” Orang buta itu menjawab, “Ya”. Rasulullah bersabda, “Kalau begitu, sambutlah (berangkatlah sholat berjamaah)” (HR: Muslim)
Subhanallah !!, sebegitu pentingnyanya sholat berjamaah hingga kepada orang buta yang tidak ada seorang yang menuntunnya saja Rasulullah masih memerintahkan untuk sholat berjamaah, apalagi dengan kita yang masih sehat bugar?
Bahkan Rasulullah saw hampir-hampir akan membakar rumah orang muslim yang tidak berangkat sholat berjamaah. Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Demi Allah yang jiwaku dalam genggamanNya, sungguh aku pernah akan menyuruh mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku perintahkan untuk shalat, lalu adzan pun dikumandangkan. setelah itu, aku menyuruh orang untuk menjadi imam shalat berjamaah. Lalu aku pergi ke rumah orang-orang yang tidak memenuhi panggilan shalat, dan aku bakar rumah mereka saat mereka berada di dalamnya. “ (HR: Bukhori Muslim).

Mengapa sholat berjamaah begitu penting? Mengapa Rasulullah sangat menekankan sholat berjamaah? Rahasia apa yang ada dibalik sholat berjamaah?
Beberapa keutamaan dan rahasia di balik shalat berjamaah antara lain:

Pertama, Orang yang sholat berjamaah akan mendapat pahala 27 derajat dibanding sholat sendirian. Rasulullah saw bersabda, “Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian, dengan dua puluh tujuh derajat” (HR: Bukhori Muslim). Jadi, dengan sholat berjmaaah kualitas sholat kita 27 kali lipat dibanding sholat sendirian. Kalau dianalogikan dengan emas, sholat berjamaah itu 24 karat atau emas murni.

Kedua, Setiap langkah kaki dalam perjalanan kita ke Masjid diangkatnya derajat kita dan dihapuskannya dosa kita. Rasulullah saw bersabda, “Apabila dia wudhu sempurna, kemudian keluar menuju ke masjid dengan niat hanya untuk shalat, maka setiap kali ia melangkah, derajatnya dinaikkan dan kesalahan dosanya dihapuskan” (HR: Bukhori Muslim)

Ketiga, Orang yang sholat berjamaah senantiasa didoakan oleh para malaikat. Rasulullah saw bersabda, “Malaikat akan senantiasa memohonkan ampun dan rahmat untuknya, selama ia masih tetap berada di tempat shalatnya dan tidak berhadast. Malaikat berkata,”Ya Allah, ampunilah dia, Ya Allah rahmatilah dia” (HR: Bukhori Muslim)

Keempat, Orang yang rajin shalat berjamaah maka akan terhindar dari penguasaan syetan, seperti kesurupan atau kerasukan. Rasuluillah saw bersabda, “Tidaklah tiga orang berada di suatu desa atau kampung lalu mereka tidak melakukan shalat berjamaah, kecuali mereka telah dikuasai oleh syetan” (HR: Abu Daud)

Kelima, Suatu penduduk apabila rajin melaksanakan sholat berjamaah, maka akan diberikan ketentraman, persatuan, persaudaraan dan tidak mudah diprofokasi. Rasulullah saw bersabda, “Karena itu shalatlah dengan berjamaah !, karena srigala itu hanya menerkam kambing yang jauh terpencil dari kawan-kawannya (jamaahnya)” (HR: Abu Daud)

Ketika Erpoa dikuasai Islam berabad-abad lamanya, orang Nasrani ingin merebut kembali Eropa, lalu diuituslah orang di antara mereka untuk menyelidiki kondisi umat Islam. Saat masuk, utusan ini menyaksikan di subuh hari masjid-mesjid penuh sesak dengan orang yang shalat dengan berjamaah, sedang di siang harinya, pemuda muslim merasa sedih hanya dapat memanah satu sasaran dalam latihan memanah dan tidak bisa lebih dari itu. Lalu orang nasrani ini melaporkan temuannya, dan mereka menyimpulkan bahwa orang islam sulit diserang secara fisik. Akhirnya mereka mengirim budak-budak wanita cantik ke negeri Islam. Lalu setelah setahun, mereka menyelidiki kondisi umat Islam lagi, sekarang terlihat masjid-mesjid sepi jamaah di subuh hari, dan pemuda Islam bersedih bukan karena tidak bisa memanah tapi karena wanita. Pada saat itulah orang Nasrani menyerang umat islam, dan akhirnya umat Islam pun hilang dari peta Eropa hingga kini. ##

Rabu, 06 Juni 2007

Sabar Menurut Al-Qur'an

“...Dan para malaikat masuk kepada tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan); keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar-Ra’d [13]:23-24)


Sabar termasuk akhlak yang paling utama yang banyak mendapat perhatian Al-Qur’an dalam surat-suratnya. Imam al-Ghazali berkata, “Allah swt menyebutkan sabar di dalam al-Qur’an lebih dari 70 tempat.”
Ibnul Qoyyim mengutip perkataan Imam Ahmad: “Sabar di dalam al-Qur’an terdapat di sekitar 90 tempat.”
Abu Thalib al-Makky mengutip sebagian perkataan sebagian ulama: “Adakah yang lebih utama daripada sabar, Allah telah menyebutkannya di dalam kitab-Nya lebih dari 90 tempat. Kami tidak mengetahui sesuatu yang disebutkan Allah sebanyak ini kecuali sabar.”
Sabar menurut bahasa berarti menahan dan mengekang. Di antaranya disebutkan pada QS.Al-Kahfi [18]: 28 “Dan tahanlah dirimu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan di senja hari dengan mengharap keridhaanNya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka.”
Kebalikan sabar adalah jaza’u (sedih dan keluh kesah), sebagaimana di dalam firman Allah QS. Ibrahim [14]: 21, “...sama saja bagi kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.”
Macam-macam Sabar Dalam al-Qur’an
Aspek kesabaran sangat luas, lebih luas dari apa yang selama ini dipahami oleh orang mengenai kata sabar. Imam al-Ghazali berkata, “Bahwa sabar itu ada dua; pertama bersifat badani (fisik), seperti menanggung beban dengan badan, berupa pukulan yang berat atau sakit yang kronis. Yang kedua adalah al-shabru al-Nafsi (kesabaran moral) dari syahwat-syahwat naluri dan tuntutan-tuntutan hawa nafsu. Bentuk kesabaran ini (non fisik) beraneka macam;
Jika berbentuk sabar (menahan) dari syahwat perut dan kemaluan disebut iffah
Jika di dalam musibah, secara singkat disebut sabar, kebalikannya adalah keluh kesah.
Jika sabar di dalam kondisi serba berkucukupan disebut mengendalikan nafsu, kebalikannya adalah kondisi yang disebut sombong (al-bathr)
Jika sabar di dalam peperangan dan pertempuran disebut syaja’ah (berani), kebalikannya adalah al-jubnu (pengecut
Jika sabar di dalam mengekang kemarahan disebut lemah lembut (al-hilmu), kebalikannya adalah tadzammur (emosional)
Jika sabar dalam menyimpan perkataan disebut katum (penyimpan rahasia)
Jika sabar dari kelebihan disebut zuhud, kebalikannya adalah al-hirshu (serakah)
Kebanyakan akhlak keimanan masuk ke dalam sabar, ketika pada suatu hari Rasulullah saw ditanya tentang iman, beliau menjawab: Iman aadalah sabar. Sebab kesabaran merupakan pelaksanaan keimanan yang paling banyak dan paling penting. “Dan orang-orang yang sabar dalam musibah, penderitaan dan dalam peperangan mereka itulah orang-orang yang benar imannya, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah [2]: 177)
Dari itu kita dapat memahami mengapa al-Qur’an menjadikan masalah sabar sebagai kebahagiaan di akhirat, tiket masuk ke surga dan sarana untuk mendapatkan sambutan para malaikat. Dalam surat Al-Insan [72]: 12 “Dan Dia memberi balasan kepada mereka atas kesabaran mereka dengan surga dan (pakaian) sutera”. Dalam surat Ar-Ra’d [13]:23-24 “...Dan para malaikat masuk kepada tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan); keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.”
Sabar, Suatu Kekhasan Manusia
Sabar adalah kekhasan manusia, sesuatu yang tidak terdapat di dalam binatang sebagai faktor kekurangannya, dan di dalam malaikat sebagai faktor kesempurnaannya.
Binatang telah dikuasai penuh oleh syahwat. Karena itu, satu-satunya pembangkit gerak dan diamnya hanyalah syahwat. Juga tidak memiliki “kekuatan” untuk melawan syahwat dan menolak tuntutannya, sehingga kekuatan menolak tersebut bisa disebut sabar.
Sebaliknya, malaikat dibersihkan dari syahwat sehingga selalu cenderung kepada kesucian ilahi dan mendekat kepada-Nya. Karena itu tidak memerlukan “kekuatan” yang berfungsi melawan setiap kecenderungan kepada arah yang tidak sesuai dengan kesucian tersebut.
Tetapi manusia adalah makhluk yang dicipta dalam suatu proses perkembangan; merupakan makhluk yang berakal, mukallaf (dibebani) dan diberi cobaan, maka sabar adalah “kekuatan” yang diperlukan untuk melawan “kekuatan” yang lainnya. Sehingga terjadilah “pertempuran” antara yang baik dengan yang buruk. Yang baik dapat juga disebut dorongan keagamaan dan yang buruk disebut dorongan syahwat.
Pentingnya Kesabaran
Agama tidak akan tegak, dan dunia tidak akan bangkit kecuali dengan sabar. Sabar adalah kebutuhan duniawi keagamaan. Tidak akan tercapai kemenangan di dunia dan kebahagaiaan di akhirat kecuali dengan sabar.
Al-Qur’an telah mengisyaratkan pentingnya kesabaran ini. Ketika mengyinggung masalah penciptaan manusia dan cobaan penderitaan yang akan dihadapinya. Dalam surat Al-Insaan [76]: 2 “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang tercampur yang Kami hendak mengujinya )dengan perintah dan larangan)”.
Pentingnya Kesabaran Bagi Orang Beriman.
Sudah menjadi sunnatulah bahwa kaum muslimin harus berhadapan dengan para musuhnya yang jahat yang membuat makar dan tipu daya. Seperti Allah menciptakan Iblis untuk Adam; Namrud untuk Ibrahim; Fir’aun untuk Musa dan Abu Jahal untuk Muhammad saw.
Dalam Surat al-Ankabut [29]]: 1-3 “Ali Laam Miim. Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan; kami telah beriman, padahal mereka belum diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta.” ##