Maka Aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun. Niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (QS. Nuh: 10-12)
Suatu hari, seorang ulama besar bernama al-Hasan al-Bashori kedatangan seseorang yang mengadukan hasil panennya kurang memuaskan, beliau memberi resep, “Banyaklah beristighfar!”.
Kali lain, datang seorang yang sudah menikah sekian lama, namun belum juga dikaruniai seorang anak, al-Hasan al-Bashari memberi resep, ”Banyaklah beristighfar”.
Di kesempatan lain, ada seorang pedagang yang dagangannya tidak laris-laris, sehingga sering mengalami kerugian datang meminta nasehat, sang ulama tersebut lagi-lagi memberi jawaban, “Banyaklah beristighfar!”
Di hari lain, ada seseorang yang mengamati jawaban sang ulama tersebut dengan jawaban yang sama, dia bertanya, “Wahai syaikh, mengapa setiap ada orang yang bertanya mengeluhkan nasibnya serta persoalannya, selalu engkau jawab dengan jawaban yang sama, yaitu perbanyak istighfar?” Sang ulama bernama al-Hasan al-Bashri itu menjawab, Bukankah Allah SWT berfirman yang artinya, “Maka Aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, Sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (QS. Nuh: 10-12) seperti ayat yang tercantum di atas.
Istighfar adalah memohon ampun dan bertaubat pada Allah. Ia adalah bentuk ketundukkan dan penghambaan kepada Allah SWT yang Maha Kuasa. Dengan istighfar, seseorang merasa “butuh” dan “perlu” kepada Allah SWT. Dengan istighfar, seseorang berikrar bahwa dirinya hamba penuh dosa. Nah, rasa menghamba dan tunduk kepada Tuhan inilah yang disukai Allah. Bukankah terlaknatnya iblis karena sombong dan membangkang kepada Tuhannya?
Rasulullah saw bersabda, yang artinya, “Setiap anak Adam pasti pernah bersalah, dan sebaik-baik orang bersalah adalah bertaubat”. Dengan demikian, manusia pasti pernah melakukan kesalahan, namun sikap yang terbaik adalah bertaubat dan memohon ampun kepada Allah SWT. Bahkan Rasulullah SAW sendiri tidak pernah luput beristighfar dan bertaubat sebanyak 70 hingga 100 kali dalam sehari sebagaimana yang disebutkan dalam hadits-hadits shohih. Pertanyaannya, jika Rasulullah saw yang “ma’shum” saja beristighfar sebegitu banyak, mengapa kita yang penuh dosa malas beristighfar? Apalagi kita memerlukan pertolongan Allah dalam kesuksesan-kesuksesan kita?. Adalah tidak pantas kita meninggalkan istighfar dalam satu hari sekalipun, karena begitu banyak dosa dan keinginan kita.
Fungsi istighfar, selain untuk meminta ampunan, melancarkan rezeki, jodoh, dan mendapat keturunan, sebagaimana dijelaskan pada ayat di atas, istighfar juga dapat mencegah azab dan musibah.
Allah SWT menjelaskan dalam firmanNya yang artinya, “dan tidaklah Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun” (QS.Al-Anfal: 33)
Di antara Mufassirin (ahli tafsir)mengartikan yastagfiruuna dengan bertaubat dan ada pula yang mengartikan bahwa di antara orang-orang kafir itu ada orang muslim yang minta ampun kepada Allah.
Selain itu, istighfar juga dapat membantu seseorang dari rasa gelisah dan kesempitan hidup. Rasulullah saw bersabda yang artinya, “Barangsiapa memperbanyak istighfar, maka Allah akan memberikan kelapangan pada setiap kegelisahan, jalan keluar dari segala kesempitan, dan memberi rezeki yang tidak diduga-duga” (HR: Muslim).
Ada suatu kisah, seorang pedagang kecil berdagang di sebuah tempat di antara himpitan pedagang lain di sebuah pasar. Sudah hampir setengah hari dagangannya tidak pernah disentuh pembeli. Jangankan dibeli, ditanya harganya pun tidak. Tiba-tiba pedagang ini ingat akan hadits ini yang pernah didengarnya, lalu dia pun memperbanyak istighfar di tempat itu pula, sambil meyakini akan kebenaran isi hadits tersebut. Ternyata, tidak lama kemudian, banyak calon pembeli yang menghampiri pedagang tersebut, menawar, tertarik dan membeli barang dagangannya. Bahkan para pembeli yang mengurumuninya lebih ramai dari para pedagang lainnya. Sang pedagang pun mendapat rezeki dari kuntungan dagangannya tersebut. Ketika menjelang tutup dagangannya, pedagang yang berada disampingnya bertanya, “Apa sih rahasianya sehingga pembeli begitu tertarik.? Ia menceritakan, “Ketika aku hampir putus asa, aku mengingat hadits Nabi saw, lalu aku amalkan, dan ternyata benarlah hadits itu”
Kita terkadang menyepelekan istighfar, karena kita terlalu kesusu (tergesa-gesa) ingin mendapatkan apa yang kita inginkan, sehingga kita langsung berdoa, “ya Allah, berlah aku rezeki, berilah aku jodoh, berilah aku anak dan keturunan”. Padahal dalam surat Al-Fatihah kita diperintahkan beribadah dulu, baru meminta pertolongan (iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in). Sudah seberapa kita berisighfat? Sudah seberapa kita menundukkan diri di hadapan Allah sebagai hamba? Itulah mungkin yang menyebabkan doa-doa kita terhalang hijab. Apalagi, jika dalam rangka memenuhi keinginan kita, kita melakukan kesalahan fatal berupa perbuatan syirik. Itu akan menyebabkan Allah murka kepada kita. Sebut saja misalnya, ruwatan, sesajen, mendatangi dukun dan paranormal. Sebab, tidak ada bentuk kezaliman yang paling besar melainkan kezaliman menyekutukan Allah. Firman Allah SWT yang artinya, Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Lukman; 13)
Perbanyaklah istighfar sekarang, maka Anda akan rasakan kedahsyatannya!! #
Tidak ada komentar:
Posting Komentar