“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok; dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan” (QS. Al-Hasyr: 18)
Banyak tidak sadar di antara kita. Saat pergantian tahun baru kita terbawa huru hara dalam kegembiraan yang terlewat batas. Dari peniupan terompet yang membisingkan telinga, hingga acara muda mudi yang berpesta pora bebas etika. Padahal saat pergantian tahun, sebenarnya satu tahun jatah hidup kita berkurang. Pada saat kita menyobek dan mengganti lembar kalender kita, pada hakekatnya kita sedang “merobek” jatah satu tahun umur kita. Namun sedikit sekali orang yang merenung akan hakekat itu.
Ayat di atas menegur kita dengan tegas. hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. Pergantian tahun hendaknya dijadikan sebagai momentum untuk merenung diri dan muhasabah. Seberapa amal kebaikan yang telah kita tanam pada tahun lalu? Atau bahkan sudah seberapa banyak amal keburukan yang kita perbuat? Jangan-jangan amal buruk kita tahun kemarin lebih banyak dari pada amal kebaikan yang kita lakukan. Oleh karena itu, hendaklah memperhatikan apa yang telah diperbuatnya tahun lalu, untuk kemudian merencanakan target-target hidup untuk tahun mendatang.
Yang dimaksud target dan rencana hari esok pada ayat di atas adalah lebih jauh lagi, bukan rencana tahun depat, bukan rencana lima atau sepuluh tahun kedepan. Tetapi rencana hidup di akhirat nanti. Tujuan hidup kaum muslimin bukan terbatas pada lima atau sepuluh tahun kedepan, tapi lebih dari itu, rencana hidup kaum muslimin adalah kehidupan di akhirat yang akan panjang. Sebab, kehidupan dunia hanya bersifat sementara. Rasulullah saw bersabda, “Jadlilah kalian di dunia seperti orang menyeberang jalan”. Sifat dan karakter orang yang menyebrang jalan adalah:
1. Dia berkonsentrasi pada tujuan yang dihadapannya, bukan jalan yang akan disberanginya. Dia selalu berpikir agar selamat sampai di seberang sana, dan merasa lega apabila tiba di tempat tujuannya dengan selamat. Artinya seorang muslim selalu konsentrasi pada akhirat yang menjadi akhir perjalanan hidupnya.
2. Dalam menyeberang jalan, dia akan bersikap hati-hati jangan sampai ketabrak kendaraan. Dia akan menengok ke kanan dan ke kiri agar tidak ada sesuatu yang mencelakakan dirinya. Setelah dirasa aman barulah dia menyeberanginya. Artinya saat hidup di dunia, dia akan bersifat berhati hati dalam menjalaninya, jangan sampai menabrak norma dan hukum Islam, dia selalu akan memperhatikan mana yang halal dan mana yang haram. Dia berhenti jika itu haram, dan dia terus jalani jika itu halal
3. Dalam menyeberangi jalan, dia berjalan atau berlari dengan cepat. Dia tidak akan berlama-lama di tengah jalan dan segera menuju tempat tujuan yang ada di hadapannya. Artinya, dunia ini bersifat sementara sama sebentarnya saat kita menyeberangi jalan disbanding tempat tujuan kita. Kenikmatan dunia laksana setetes air dari jari yang kita celupkan di samudera yang maha luas, dibanding kenikmatan akhirat yang luas bagai air di samudera.
4. Dia merasa lega dan bersyukur saat tiba di tempat tujuan setelah menyebarang. Kemudian di sanalah dia berlama-lama beraktifitas dan menjalani kehidupannya. Artinya, kehidupan sesungguhnya dan kehidupan yang panjang dan selamanya adalah kehidupan akhirat. Di sanalah dia akan mendapat nikmat yang kekal.
5. jika penyeberang jalan tidak berhat-ihati dalam menyeberang, maka ia akan ditabrak atau mendapat kecelakaan. Rasa sakit akibat kecelakaan tadi bisa membuat kita merasa sakit yang tidak terkira. Artinya, jika selama hidup di dunia kita tidak berhati-hati, maka kita akan sengsara hidup di akhirat, rasa sakit dari siksa neraka begitu panjang dan pedih.
Sudahkah kita memperhatikan dan merenungi hal itu? Sudahkah kita mempersiapkan diri saat bertemu Allah nanti?
Suatu saat, seorang wanita ahli maksiat mendatangi Ibrahim bin Adham mengajukan pertanyaan, “saya masih ingin tetap maksiat tapi ingin tidak masuk neraka. Bagaimana caranya?” Ibrahim bin Adham tidak langsung menjawab, kemudian beliau menjawab, “Boleh engkau tetap bermaksiat dan tidak masuk neraka, tapi harus kau penuhi lima syarat.” Sang wanita itu berkata, “Apa lima syarat itu?”
Ibrahim bin Adham berkata, “Pertama, engkau boleh bermaksiat tapi tidak makan rezeki Allah. Kedua engkau boleh tetap bermaksiat, tapi tidak tinggal dan melakukannya di bumi Allah. Ketiga, engkau boleh bermaksiat, tapi jangan kau lakukan di tempat yang tidak terlihat Allah. Keempat, engkau boleh bermaksiat jika engkau nanti mampu menolak kedatangan malaikat maut. Kelima, engkau boleh bermaksiat jika engkau mampu menolak malaikat zabaniyah yang menghukum ahli neraka.”
Mendengar persyaratan yang diajukan Ibrahim bin Adham, wanita itu pun mengucurkan airmata sambil berkata, “Mana mungkin aku melakukan sesuatu di selain bumi Allah, tidak terlihat Allah dan tanpa rezeki Allah? Apalagi jika aku kedatangan malaikat maut dan malaikat Zabaniyah yang kasar itu?” Iya tersungkur menangis dan saat itu juga bertaubat nasuha.
Kalau itu ditanyakan pada diri kita, “Silakan berpesta tahun baru yang sia-sia itu asal dilakukan di selain bumi Allah, sanggupkah kita?” Semoga tahun baru ini menjadi tahun perenungan kita. ##
Tidak ada komentar:
Posting Komentar