Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.Al-Maidah: 38)
Sudah terlalu lelah bangsa ini berwacana tentang tindak pidana korupsi. Dari satu kasus ke kasus lain, tetap saja wacana hanya tinggal wacana, namun tidak lanjut belum juga terselesaikan.
Ada beberapa pelaku korupsi yang sudah masuk penjara memang, tapi ternyata hukuman penjara tidak membuat jera para pelaku. Bahkan semakin hari semakin bertambah. Mulai dari kaiss Bank Century hingga markus (makelar kasus), dan penyelewengan pajak.
M. H. Ainun Najdib, sang budayawan, mengibaratkan negeri ini laksana seorang yang sudah terkena tumor di seluruh tubunya, di kepala, tangan, kaki, dada, perut, punggung hingga alat vital. Menurutnya, tumor itu obatnya amputasi, agar virusnya tidak menular ke bagian tubuh lain. Tapi bagian mana yang harus diamputasi, wong semua tubuhnya sudah terkena tumor?
Mengurai kasus korupsi di tanah air laksana mengurai benang kusut yang sudah akut. Semakin diurai semakin kusut benang itu.
Para ahli hukum sudah tidak menemukan lagi suatu teori atau jurus yang dapat membuat pelaku korupsi jera. Bahkan justru para penegak hukum itu sendiri menjadi makelar hukum demi mendapat bayaran rupiah.
Belakangan, Ketua Mahkamah Konstitusi mengusulkan agar pelaku korupsi dihukum mati, agar pelaku korupsi menjadi jera. Mungkin pernyataan ini diilhami oleh hukum yang diterapkan oleh China. Disana setiap pejabat yang ditengarai melakukan tindak korupsi dihukum tembak mati. Bukan hanya itu, bahkan anggota keluarganya yang ikut menikmati hasil korupsi dengan sadar, pun ikut di “dor” mati.
Dari fenomena ini, ada dua pendapat ekstrim dalam menangani kasus korupsi dalam hal penjatuhan hukuman. Ada ekstrim hukuman terlalu lemah berupa penjara. Ada pula ekstrim hukuman terlalu keras berupa hukuman mati atau tembak.
Islam adalah agama yang adil dan menengah. Sebagaimana firman Allah SWT; “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”. (QS. Al-Baqarah: 143). Keadilan dan sikap moderat dalam Islam terjadi dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam menjatuhkan sangsi kepada pelaku criminal.
Bukan itu saja, penjatuhan sangsi dalam islam, bukan sekedar sangsi, tapi disertai dengan perangkat-perangkat yang mengarah tindakan pencegahan agar manusia tidak jatuh dalam tindak kriminal. Perintah beriman kepada Allah dan balasan akan hari kiamat adalah salah satu dari sekian perangkat sehingga manusia menjauhi tindak kriminal. Pendisiplanan shalat serta perintah berakhlak mulia (akhlakul karimah) adalah dalam upaya menghindarkan manusia dari sikap zalim.
Selain perintah, larangan-larangan juga dimaksudkan untuk menghilangkan tindak kriminal. Seperti larangan mengkonsumsi narkoba, khmar (beer), berzina, berjudi, dan menipu. Karena pada dasarnya satu kemaksiatan yang dilakukan akan menimbulkan kemaksitan lainnya. Contoh: perzinahan yang dibebaskan, membuat pejabat atau pengusaha bebas melakukan perzinahan, sedangkan perzinahan itu membutuhkan biaya, dari mana biayanya jika gajinya pas-pasan, ya dari korupsi.
Nah, jika tindakan-tindakan preventif (pencegahan) yang Islam tawarkan masih juga dilanggar, maka barulah islam memberikan sangsi yang tegas. Semua sangsi itu bukan hanya akan memberikan efek jera kepada pelakunya, tapi juga akan mengurungkan niat jahat bagi orang yang belum melakukan kejahatan.
Salah satunya adalah pelaku korupsi yang disebut sebagai pencuri uang Negara. Dalam al-quran, Allah memerintahkan hukum potong tangan bagi para pencuri. Firman Allah SWT: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.Al-Maidah: 38).
Jika saja hukum potong tangan diterapkan kepada para pelaku koruptor, niscaya orang yang akan berbuat korupsi akan berpikir tujuh kali. Coba bayangkan kemana-mana kondisi tangan buntung, pertanda dia pernah melakukan korupsi. Belum lagi dia tidak bebas melakukan aktifitas jika tangannya tidak sempurna. Inilah amputasi yang dimaksud islam.
Masyarakat islam laksana satu tubuh, maka jika ada salah satu anggota mengidap penyakit semisal tumor atau lainnya yang menyebabkan menjalar ke anggota lain, maka tindakan yang aman adalah dengan mengamputasi anggota tersebut. Lain halnya jika anggota tubuh sakit biasa, maka tubuh lain ikut merasakan apa yang dirasa anggota tubuh yang sakit.
Demikian pula jika anggota masyarakat melakukan tindak pidana berat, maka Islam menerapkan hukuman yang berat, seperti potong tangan bagi pelaku pencurian, qishas bagi pelaku pembunuhan, rajam dan cambuk bagi penzina. Hal itu dilakukan agar perbuatan itu tidak menular kepada anggota masyarakat lainnya. Sebab jika suatu hukuman ringan, padahal kejahatannya besar, maka anggota masyarakat tidak merasa jera, sehingga lambat laut kejahatan akan mudah dilakukan bahkan menjalar, seperti yang kita temukan pada kasus korupsi dan kejahatan narkoba. Bukan semakin berkurang, bahkan data menunjukkan kejahatan tersebut semakin bertambah.
Tidak ada suatu hukum yang telah ditentukan Allah SWT, kecuali untuk kemaslahatan hamba-nya. Jika hamba-Nya melaksanakan hukum tersebut, maka kebahagiaan akan diraihnya. Sebaliknya, jika hukum Allah dilanggar, maka kesengsaran dan ketidakteraturanlah yang muncul.
Mengapa masih banyak orang dan pihak-pihak yang anti hukum Islam?. Boleh jadi karena mereka adalah sebenarnya para koruptor, penzina, pengedar narkoba yang bicara di balik HAM. Mereka takut jika hukum Islam ditegakkan, tidak dapat leluasa melakukan perbuatannya. Boleh jadi mereka mensponsori para intelektual Islam untuk bicara bahwa hukum islam itu tidak relevan. ##
Tidak ada komentar:
Posting Komentar