Jumat, 02 November 2012

Pahalawan dan Dosawan


Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki” (Qs. Ali Imran: 169

Kata “Pahlawan” berasal dari “pahala” dan “wan”. Artinya adalah pelaku perbuatan yang mendapatkan pahala. Seperti kata “dermawan” berarti pelaku perbuatan  yang bersifat derma. “pustakawan” orang yang bekerja di perpustakaan, “karyawan” orang yang melakukan suatu karya atau pekerjaan.

Kemudian kata “pahlawan” disandingkan kepada setiap orang yang berjuang membela tanah air dan bangsanya dengan ikhlas dan karena panggilan hati nurani untuk kemerdekaan dan kemajuan bangsa dan negaranya.

Mengapa kata pahlawan disandingkan dengan orang yang berjuang membela tanah air? Karena mereka berjuang dengan rasa keikhlasan ingin melepaskan bangsa ini dari penjajahan asing. Mereka juga ingin agar bangsa ini dapat maju, adil dan sejahtera. Mereka ingin agar manusia di negeri ini cerdas dan berkualitas. Oleh sebab itulah para guru –yang note bone berpenghasilan seadanya– disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

Dalam agana Islam, suatu amal atau aktifitas yang akan mendapatkan pahala haruslah memenuhi dua kriteria, yaitu iman dan amal shalih/baik (alladzina aamanu wa ‘amilus shalihat). Suatu perbuatan baik tanpa dilandasi iman kepada Allah maka amal itu akan sia-sia saat menghadap Allah di hari kemudian. Demikian pula dengan iman yang tidak diikuti dengan perbuatan baik maka dia akan merasakan siksa di hari kemudian.

Jadi antara iman dan amal shalih ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Oleh sebab itulah kata “alladzina aamanu wa ‘amilus shalihat” selalu bersanding dalam penyebutannya di banyak ayat.

Orang yang berjuang demi kemerdekaan, kemajuan dan kesejahteraan umat, bangsa dan negara yang dilandasi dengan keimanan disebut pahlawan. Mereka meskipun telah guguir di medan perang, pada hakikatnya mereka hidup dalam kenikmatan di alam lain. Allah swt berfirman: Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki” (Qs. Ali Imran: 169

Para ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud hidup pada ayat di atas adalah hidup di alam lain. Karena setiap orang yang meninggal dunia, mereka akan mampir dan menunggu di suatu “terminal” yang disebut alam barzakh, sebelum hari kiamat tiba.

Oleh sebab itu, maka jika kita ingin menghormati para pahlawan yang telah gugur di medang juang, hendaklah kita mendo’akan mereka dan meneladani hidup mereka yang dengan rasa ikhlas berjuang demi kemajuan bangsa. Menghormati para pahlawan bukan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan keinginan para pahlawan kita, baik berupa pesta pora yang menerlenakan dengan hiburan-hiburan semu, apalagi berupa kemaksiatan.

Julukan pahlwan juga dapat diberlakukan kepada mereka yang masih hidup. Oleh sebab itu adal ungkapan “pahlawan tanpa tanda jasa” untuk seorang guru, dan “pahlawan devisa” untuk mereka yang bekerja di luar negeri dan dapat memberikan pemasukan devisa bagi negaranya. Setiap kita bisa menjadi pahlawan dengan mengisi kemerdekaan ini dengan segala amal shaleh untuk bangsa ini. Amal shaleh bukan hanya ibadah ritual saja, akan tetapi amal shaleh adalah segala aktivitas positip yang bermanfaat.

Sebaliknya, amal yang buruk dan merugikan orang banyak tidak menjadikan pelakunya sebagai pahalawan. Bahkan perbuatan itu menjadikan pelakuinya sebagai Dosawan. Yakni orang yang telah melakukan perbuatan buruk atau perbuatan yang dapat merugikan orang, sehingga dia berdosa. Tindakan korupsi, manipulasi, kolusi dan nepotisme adalah bentuk perbuatan buruk dan pelakunya disebut dosawan. Meskipun pelakunya adalah seorang presiden dan jenazahnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan, tetap saja di sisi Allah dia bukan seorang pahalawan, tapi seorang dosawan.

Di zaman yang dipenuhi dengan media informasi seperti sekarang ini, seorang dosawan dapat dikemas penampilannya sehingga disebut pahalwan. Lihat saja bagaimana para wanita saat melakukan tindak korupsi atau kejahatan atau terlibat narkoba sedikitpun tidak pernah memakai jilbab atau peci. Namuin pada saat di ruang pengadilan mereka tampak seperti alim sosok yang  shaleh dan shaleh. Bahkan di antara mereka ada yang mengenakan baju koko dan cadar atau niqob.

Metode politik pencitraan melalui iklan di televisi dan media lainnya pun dapat membuat sosok seorang dosawan menjadi pahalawan. Lihat saja para pejabat yang sudah terindikasi melakukan korupsi tampil  di tengah rfakyat kecil bagaikan pahlawan bagi mereka..

Akibat kuatnya pengaruh politik pencitraan ini, banyak rakyat dan bangsa tertipu dan terkecoh. Dosawan dielu-elukan bagaikan pahlawan, sedangkan para pahlawan dipojokkan seperti dosawan. Mengapa? Karena musuh para dosawan adalah para pahlawan. Mereka tidak rela jika kekuasann ini di pegang oleh orang-orang bertipe pahlwan yang bersih dan ikhlas karena mereka khawatir dosa mereka akan terkuak.

Hari-hari ini bangsa kita memperingati hari  pahlawan. Sudah selayaknya kita harus mendukung orang-orang yang berjiwa pahlawan yang tidak pernah lelah bekerja ikhlas, bersih dan semangat dalam memajukan bangsa ini. Dan sudah saatnya kita harus jeli melihat mana pahlawan gadungan dan pahlwan sebenarnya.

Di tengah era informasi yang begitu bias mendefiniskan pahlawan dan dosawan, maka meningkat ketakwaan adalah solusi untuk dapat mengenal mana yang pahalwan (haq) dan mana yang dosawan (batil). Allah swt berfirman:  “Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan  (kemampuan membedakan antara hak dan batil)” (QS. Al-Anfal: 29). )I(

 

Jamhuri

 

1 komentar:

Motivasi1st mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.