Rabu, 24 Agustus 2016

Kedudukan Shalawat Kepada Nabi Muhammad saw



Rasanya, alangkah naifnya jika manusia seperti kita hanya mengandalkan amal yang kita persembahkan kepada Allah swt agar kita masuk surga. Karena begitu banyak kekurangan dalam amal-amal kita. Jangankan mengamalkan yang sunnah, yang wajib saja kita sering lalai. Oleh sebab itu, kita membutuhkan apa yang disebut “syafaat” Nabi Muhammad saw. Salah satu cara untuk mengundang turunnya syafa’at Nabi Muhammad saw adalah dengan membaca shalawat kepada beliau.

Dalam ajaran Islam, shalawat memiliki kedudukan yang amat mulia. Bahkan beberapa amal ibadah tidak sah jika tidak ada shalawat kepada Nabi Muhammad saw. Tulisan ini tidak sedang mengetengahkan tentang keutamaan shalawat, karena hal itu sudah banyak dibahas orang. Akan tetapi tulisan ini akan menyampaikan tentang kedudukan shalawat menurut ajaran Islam. Meskipun, tidak dipungkiri,  antara kedudukan dan keutamaan mempunyai kedekatan makna dan keterikatan antara keduanya.

Beberapa kedudukan shalawat kepada Nabi Muhammad saw dapat diringkas sebagai berikut:
Pertama: Shalawat adalah amalan yang dicontohkan Allah swt langsung. Biasanya,  suatu perintah, hanya dilaksnakan oleh manusia, sedangkan Allah swt tidak melaksanakannya. Contohnya perintah shalat, zakat, puasa dan haji. Keempat perintah ini yang juga menjadi empat rukun Islam, hanya dilaksanakan oleh hambaNya. Dan Allah tidak melaksanakannya, Allah tidak shalat, tidak berzakat, tidak berpuasa, tidak berhaji. Tapi coba bandingkan dengan perintah bershalawat kepada Nabi Muhammad saw, Allah sendiri memberi contoh dan menegaskan bahwa diriNya bershalawat kepada Nabi Muhammad saw. Demikian juga dengan para malaikatNya. Perhatikan ayat berikut ini:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (الأحزاب56)
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (QS: Al-Ahzab: 56)
Ayat ini memberi gambaran bahwa, sebelum Allah memerintahkan orang-orang beriman, Allah swt memberi penjelasan, bahwa Allah swt sendiri beserta para malaikatNya bershalawat kepada Rasulullah saw, baru kemudian memerintahkan orang-orang beriman agar bershalawat kepada beliau.

Kedua, shalawat menjadi rukun di antara rukun-rukun shalat. Hal ini disepakati para imam madzhab. Mereka berkata bahwa membaca shalawat adalah bagian rukun shalat yang tidak boleh ditinggalkan. Barangsiapa meninggalkannya, maka shalat seseorang menjadi batal. Bahkan, tatkala membaca al-fatihah masih bisa ditinggalkan oleh seorang makmum dalam shalat berjamaah, baik karena ketidak kesempatan membacanya atau karena telah ditanggung imam, para fuqoha sedikit membahas tentang hukum bolehnya meninggalkan bacaan shalawat meskipun dalam keadaan seseorang sedang bermakmum. Kalau dalam meninggalkan bacaan al-fatihah maka ulama banyak membahas tentang hukum meninggalkan bacaan surat al-fatihah yang juga merupakan rukun shalat. Kesimpulan pendapat mereka adalah: bahwa yang diwajibkan membaca al-fatihah adalah hanyalah imam dan munfarid (orang yang shalat sendiri), sedangkan makmum masih diperbolehkan meninggalkan bacaan surat al-fatihah. Sedangkan shalawat yang dibaca saat tahiyat atau tasyahud para ulama mewajibkan membaca shalawat, baik pada imam, makmum maupun munfarid. Ini tentu saja boleh dikatakan bahwa membaca shalawat mendapat kedudukan penting dalam ibadah shalat.

Ketiga: Membaca shalawat masuk dalam urutan tata cara shalat jenazah. Dalam bacaan shalat jenazah hanya ada empat bacaan dalam empat takbir berbeda. Yaitu, membaca al-fatihah setelah takbir pertama, membaca shalawat setelah takbir kedua, membaca doa untuk mayit setelah takbir ketiga, dan membaca doa untuk diri kita dan kaum mukimin setelah takbir keempat. Disini, shalawat menempati urutan kedua setelah membaca surat al-fatihah. Dalam al-fatihah terkandung pujian kepada Allah. Sedangkan  dalam shalawat terkadung ungkapan cinta kita kepada nabi Muhammad saw dengan mendoakan beliau. Penyebutan nama Rasulullah saw setelah pujian kepada Allah swt mirip dengan ungkapan dua kalimat syahadat, yaitu; Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.

Keempat: Para ulama sepakat, bahwa salah satu adab dalam berdoa harus disertakan bacaan shalawat kepada nabi Muhammad saw. Tegasnya adalah, sebelum memohon dan meminta kepada Allah sebaiknya memulai dengan puji-pujian kepada Allah, kemudian shalawat kepada Rasulullah saw, barulah kemudian menyampaikan doa dan keinginannya kepada Allah. Karena doa yang dimulai dengan pujian kepada Allah dan shalawat kepada Nabi sangat dekat dengan kemungkinan diijabahnya suatu doa. Hal yang sama terjadi pada shalat jenazah. Sebelum mendoakan mayit pada takbir ketiga, maka pada takbir pertama dan kedua dimulai dengan pujian pada Allah swt dan shalawat kepada Rasulullah saw.

Kelima: para ulama sepakat pula, bahwa membaca shalawat adalah bagian dari rukun khutbah Jum’at. Rukun khutbah itu ada lima : Memuji Allah (hamdalah), bershalawat kepada Rasulullah saw, membaca kutipan ayat al-Quran, berwasiat akan ketakwaan, dan mendoakan kaum mukminin dan mukninat. Disni, membaca shalawat masuk pada urutan kedua rukun khutbah. Bahkan, meskipun sebagian ulama membolehkan menyampaikan isi khutbah dengan bahasa yang dimengerti masyarakat setempat, namun saat membaca kelima rukun tersebut –termasuk membaca shalawat – haruslah menggunakan bahasa Arab.
Jadi, janganlah meremehkan urusan bershalawat kepada Nabi Muhammad saw, karena Allah swt Nabi-Nya serta para ulama telah mendudukan shalawat pada tempat yang mulia dari urusan agama.

Semoga bermanfaat.
Muhammad Jamhuri
Madinah, 20 Dzulqo’dah 1437 H/ 23 Agustus 2016

1 komentar:

SAYA PAK RADI DI SEMARANG mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.