Jumat, 07 April 2023

Antara "Falah" dan "Wail" Dalam Shalat Taraweh Kita

Akhir-akhir ini media sosial dan elektronik dihebohkan oleh berita dan fenomena yang begitu viral tentang shalat taraweh kilat. Bahkan sebuah rekaman film di youtube berjudul "Shalat Taraweh Tercepat di Dunia". Ada pula komunitas tertentu melakukan shalat taraweh sebnayak 23 rakaat hanya diselesaikan dalam waktu 15 menit. Menyaksikan film dan video ini, banyak netizen menyampaikan komentarnya. Ada yang pro dan kontra.

Dalam tulisan ini, kami tidak membahas dan menyinggung tentang berapa rakaat shalat taraweh itu seharusnya, karena hal itu sudah dibahas panjang oleh para ulama. Ada yang melaksanakan Taraweh dengan 8 rakaat, 20 rakaat, 36 rakaat. Bahkan ada yang melaksanakan taraweh dengan 100 rakaat. Namun bahasan dalam tulisan ini lebih menyentuh tentang kualitas shalat taraweh kita yang selalu berlangsung sebulan setiap tahunnya.

Dalam pembahasan ini, ada dua ayat dalam al-Quran yang berkaitan dengan kondisi shalat untuk kita renungkan bersama, yaitu dalam surat al-Mu'minun:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ 

Sesungguhnya beruntunglah (falah) orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya (QS. Al-Mu'minun: 1-2)

Dan dalam surat Al-Ma'un:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ  الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ  وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ 

Maka kecelakaanlah (wail) bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna (QS. Al-Maa'un: 4-6).

Ayat pertama menjelaskan bahwa orang-orang yang melaksanakan shalat dengan khusyu' adalah orang-orang yang beruntung (mendapat falah), sementara ayat kedua menjelaskan bahwa orang yang melaksanakan shalat dengan lalai (tidak khusyu') dan melaksanakannya dengan riya, maka dia akan mendapat wail (celaka).

Para ulama fiqih bersepakat bahwa thuma'nah (ketenangan) adalah salah satu rukun dari rukun-rukun shalat. Kedudukannya sama dengan rukun lain, seperti membaca al-Fatihah, ruku', sujud, tasyahhud dan lainnya. Jika seseorang tidak melaksanakan rukun di antara rukun-rukun tersebut, termasuk thumaninah, maka batallah (sia-sia) shalatnya.

Sedangkan terkait dengan ukuran batas thuma'ninah terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama:

Pendapat pertama mengatakan, bahwa batas thumaninah adalah sedikit-sedikitnya membaca "subhanallah robbiyal a'la" misalnya dalam sujud atau ruku. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa batas minimal thumaninah dalam sujud dan ruku' adalah tiga kali bacaan tasbih tadi. Sedangkan hadist-hadits Nabi saw lebih menyebut membaca tiga kali tasbih. Maka sebaiknya durasi saat kita sujud dan ruku' sebaiknya sama durasi tiga kali bacaan tasbih tadi.

Dr. Yusuf al-Qordhowi menyebut bahwa khusyu' itu ada dua macam, yaitu Khusyu' Badan dan Khusyu' Hati (qolbu). Khusyu' Badan adalah badan atau tubuh dalam kondisi tenang, tidak bergerak dan tidak tungak-tengok. Tidak bergerak tungak-tengok seperti gerak kepala srigala atau  seperti patuk-mematuk nya seekor  ayam (baca; gerak sujud terlalu cepat). Sehingga shalat yang benar adalah adalah shalat dengan kondisi Khusyu' badan.

Sedangkan Khusyu' Hati adalah menghadirkan keagungan Allah swt di dalam hati, Hal itu dapat dicapai dengan merenungi makna bacaan dan ayat yang dibaca tatkala menunaikan shalat, serta merasa bahwa orang yang sedang shalat itu sedang menghadap Allah swt yang Maha Agung. 

Dalam sebuah Hadist Qudsi, Allah swt berfirman:.

قَالَ اللهُ تَعَالَى: قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: حَمِدَنِي عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}، قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ}، قَالَ: مَجَّدَنِي عَبْدِي – وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي – فَإِذَا قَالَ: {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ} قَالَ: هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ: {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} قَالَ: هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَل. (رواه مسلم)

  • Allah berfirman, “Saya membagi shalat antara diri-Ku dan hamba-Ku menjadi dua. Untuk hamba-Ku apa yang dia minta.
  • Apabila hamba-Ku membaca, “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin.”
  • Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku memuji-Ku.”
  • Apabila hamba-Ku membaca, “Ar-rahmanir Rahiim.”
  • Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku mengulangi pujian untuk-Ku.”
  • Apabila hamba-Ku membaca, “Maaliki yaumid diin.”
  • Apabila hamba-Ku membaca, “Hamba-Ku mengagungkan-Ku.” Dalam riwayat lain, Allah berfirman, “Hamba-Ku telah menyerahkan urusannya kepada-Ku.”
  • Apabila hamba-Ku membaca, “Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’in.”
  • Allah Ta’ala berfirman, “Ini antara diri-Ku dan hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku sesuai apa yang dia minta.”
  • Apabila hamba-Ku membaca, “Ihdinas-Shirathal mustaqiim….dst. sampai akhir surat.”
  • Allah Ta’ala berfirman, “Ini milik hamba-Ku dan untuk hamba-Ku sesuai yang dia minta.”(HR. Ahmad 7291, Muslim 395 dan yang lainnya)
Dari hadist ini kita dapat menyimpulkan bahwa Allah tidak membiarkan orang yang shalat dengan bacaannya  begitu saja, akan tetapi Allah swt merespon setiap bacaan kita. Maka sikap terbaik kita adalah kita pun merespon jawaban Allah swt, dan menghadirkan hati kita dalam setiap bacaan dan gerakan sholat yang kita lakukan serta menunaikan segala rukun-rukun shalatnya.

Janganlah - saat kita menunaikan shalat- kita menganggap shalat itu sebagau beban, sehingga kita ingin segera terbebas dari beban itu, dan kita ingin segera selesai dan bebas dari beban itu dengan tanpa memperhatikan rukun shalatnya, terutama thuma'ninah (tenang) dalam setiap gerakan.

Di bulan Ramadhan yang mulia ini, manakah yang ingin kita dapatkan dalam shalat (qiyam) kita? falah (keburuntungan) atau wail (celaka) ?

Rasulullah saw bersabda:

من قام رمضان ايماناواحتسابا غفرله ماتقدم من ذنبه. (رواه البخاري)

Barang siapa shalat pada malam Ramadhan karena iman dan semata-mata taat kepada Allah maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (HR. Al-bukhari).

Muhammad Jamhuri, 16 Ramadhan 1444 H/ 7 April 2023 M


1 komentar:

Anonim mengatakan...

Barokallah fiik ilmunya