"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa."
(QS. Al-Taubah: 36)
Berikut adalah Tanya Jawab yang dikutip dari kitab “Fatawi al-Azhar Juz 9 hal 254 bab Syahr Rajab” (Fatwa Al-Azhar Tentang Bulan Rajab). Pertanyaan: Banyak orang yang menggunakan keutamaan bulan Rajab dengan melakukan puasa, sholat, dan zirah kubur. Dan mereka mengetangahkan hadits-hadits yang banyak. Bagaimana pendapat yang shahih tentang hal itu?
Jawaban: Al-Hafidz Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Hajar al-Asqalani menulis sebuah risalah dengan judul “Tabyin al-’Ajab bi maa Warada fi fadhli Rajab” (Penjelasan suatu keanehan tentang hadits yang menerangkan keutamaan Rajab), beliau mengumpulkan dalam risalah tersebut semua hadist yang berkaitan dengan keutamaan bulan Rajab, puasanya serta sholatnya. Beliau mengklasifikasikannya kepada hadist dhoif (lemah) dan hadist maudhu’ (buatan). Beliau juga menyebut Rojab dengan 18 nama. Yang terkenal adalah “Al-Ashomm” (yang tuli), karena tidak terdengarnya gemercing pedang disebabkan karena Rajab itu termasuk bulan haram yang diharamkannya peperangan. Dan “Al-Ashobb” (limpahan), karena limpahan rahmat pada bulan itu. Dan ”Munashil al-Asinnah” (keluarnya gigi). Seperti disebutkan dalam hadits Bukhori dari Abu Roja al-Athoridi berkata: “Kami dahulu menyembah batu. Jika kami menemukan batu yang lebih baik, kami buang batu kami dan kami pakai yang lain. Jika kami tidak menemukan batu, kami kumpulkan beberapa tanah lalu kami datangi kambing dan memeras susunya, kemudian kami berthowaf dengannya. Jika masuk bulan Rajab, kami berkata “Munshil al-asinnah” tercopot gigi dan tidak kami tinggalkan panah besi, tidak kami biarkan anak panah besi kecuali kami copot. “
Keutamaan Rajab masuk dalam keumuman fadhilah bulan-bulan haram (al-asyhur al-hurum) yang difirmankan Allah SWT yang artinya: Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram[. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri[ kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Taubah: 36)
Dan ditegaskan oleh hadist Bukhori Muslim tentang haji wada bahwa tiga bulan (haram)tersebut berurutan yakni Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Sedang satu bulannya terpisah yakni bulan Rajab yang terletak antara bulan Jumadilakhirah dan Sya’ban.
Dan di antara larangan berbuat kezaliman itu adalah melakukan peperangan. Hal itu untuk menjamin keamanan perjalanan bagi para penziarah Masjidil Haram. Sebagaimana ayat selanjutnya: “Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka” (At-Taubah; 5). Di antara larangan berbuat zalim juga adalah berbuat maksiat. Dan para ulama mengambil istinbath dari dalil itu, bahwa boleh melipatgandakan diat (hukuman denda) dengan tambahan sepertiga atas tindakan pembunuhan yang dilakukan di bulan-bulan haram.
Di antara syiar memuliakan bulan-bulan haram –termasuk Rajab– adalah disunnahkannya puasa. Seperti dalam hadist yang diriwayatkan Abu Daud, dari Mujibah al-Bahiliyah dari ayah atau pamannya berkata bahwa Nabi saw bersabda padanya setelah berbicara panjang: “Berpuasalah dari bulan haram dan tinggalkanlah” tiga kali, sambil memberiisyarat dengan tiga jarinya yang ditempelkannya dan direnggangkannya. Yang zhahir dari isyarat itu adalah untuk bilangan tiga kali bukan menunjukkan tiga hari.
Oleh karena itu amal sholeh (baik) yang dilakukan pada bulan Rajab memiliki pahala yang besar seperti pada bulan haram lainnya. Di antaranya puasa di hari pertama sama pahalanya puasa di hari terakhir. Ibnu Hajar berkata: “Sesungguhnya bulan Rajab tidak ada hadits khusus yang menerangkan tentang keutamaan puasa di dalamnya, baik hadist shohih maupun hadist hasan.”
Di antara hadits dhoif (lemah) tentang puasa Rajab adalah: “Sesungguhngnya di surga itu ada sungai yang disebut dengan Rajab. Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Barangsiapa berpuasa satu hari dari bulan Rajab, maka Allah akan memberi minum padanya”
Juga hadits: “Barangsiapa berpuasa satu hari di bulan Rajab maka seperti berpuasa sebulan. Barangsiapa berpuasa tujuh hari maka ditutup baginya tujuh pintu. Barangsiapa yang berpuasa delapan hari maka dibukakan baginya delapan pintu surga. Barangsiapa berpuasa sepuluh hari maka segala keburukannya diganti dengan kebaikan-kebaikan.”
Ada pula hadits panjang tentang keutamaan puasa di hari-hari Rajab. Di tengah hadits disebutkan “Rajab adalah bulan Allah, Sy’aban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan umatku”. Ada yang menyebutkan hadits ini adalah maudhu’ (palsu). Dalam kitab al-Jami’ al-Kabir karya Imam al-Suyuthi bahwa hadist itu riwayat abi al-Fath bin Abi al-Fawaris dalam ceritanya dari hasan; adalah hadist Mursal (tidak sampai pada Nabi)
Di antara hadits-hadit yang ghoiru maqbulah (tidak dapat diterima sebagai dalil) tentang keutamaan sholat khusus di bulan Rajab adalah: “Barangsiapa sholat maghrib di malam pertama dari bulan Rajab kemudian setelah itu sholat sebanyak dua puluh rakaat, dan dia membaca disetiap rakaatnya al-Fatihah dan Qul huwallahu ahad (al-ikhlas) dan sepuluh kali salam, maka Allah akan menjaga jiwa, keluarga, harta dan anaknya, dan diselamatkan dari siksa kubur, serta dapat melewati shirot seperti kilat dan hisab dan azab.” Hadits ini adalah hadits maudhu’ (palsu)
Ibnu Hajar dalam risalah ini juga menyebutkan suatu pasal yang mengutip hadits-hadits yang melarang berpuasa seluruh bulan Rajab, Lalu Ibnu hajar berkata: larangan ini ditujukan kepada orang yang berpuasa di bulan Rajab karena mengagungkan perkara Jahiliyah. Tapi jika ia berpuasa Rajab dengan tujuan puasa secara sembarang tanpa menjadikannya sebagai kewajiban, atau tanpa mengkhususkan hari-hari tertentu untuk melazimkan (muwazhobah) berpuasa, atau tanpa megkhususkan malam-malam tertentu untuk qiyamullail dengan meyangka bahwa itu sunnah, maka perbuatan itu adalah yang dikecualikan dan boleh dilakukan. Jika ia mengkhususkan hal itu atau menjadikannya suatu keharusan maka hal itu dilarang. Dan itu masuk dalam larangan hadist Nabi SAW: “Janganlah mengkhususkan hari Jum’at dengan berpuasa juga malamnya denga qiyam” (HR: Muslim). Dan jika ia meyakini bahwa puasa Rajab atau puasa dari Rajab itu adalah lebih utama (afdhol) dari puasa lainnya, maka hal ini perlu ditinjau kembali. Dan Ibnu Hajar lebih cenderung melarangnya.
Dan dinukil dari Abu Bakar al-Thorthusyi dalam kitab “Al-Bida’ wa al-Hawadits” bahwa puasa Rajab itu dimakruhkan berlandaskan tiga sisi. Salah satunya: jika kaum muslim mengkhususkan Rajab dengan berpuasa di setiap tahunnya-seperti yang diyakini orang awam– maka mestinya hukumnya wajib seperti bulan Ramadhan, atau sunnah seperti sunah lainnya, atau karena puasa di Rajab lebih dikhususkan dari bulan lainnya dalam hal pahala puasa. Jika demikian, maka mestinya Nabi saw telah menjelaskannya. Ibnu Duhaiyah berkata; Puasa adalah perbuatan baik, bukan karena keutamaan bulan Rajab karena Umar melarang hal itu. Selesai apa yang dinukil dari Ibnu Hajar.
Demikianlah, saat ini manusia terutama kaum wanita bersungguhn-sungguh berziarah kubur di jum’at pertama bulan Rajab yang tidak memiliki dasar apapun dari agama. Tidak ada pahala lebih besar dari puasa berziarah di hari-hari lain.
Yang terbaik di dalam bulan Rajab ini adalah agar kita mengingat akan peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi di bulan Rajab, seperti peristiwa perang Tabuk agar kita dapat mengambil ibrah (pelajaran). Kita juga mengingat pembebasan al-Quds oleh Sholahuddin al-Ayyubi dari tangan kaum Salibis (terjadi pada Rajab 583 H/1187 M) agar kaum Muslimin dan bangsa Arab bersatu membersihkan Masjidil Aqsha dari tangan penjajah. Kita juga mengingat akan peristiwa Isra dan Mi’raj untuk mengambil faedah dari peristiwa itu. Atau mengingat peristiwa apapun yang terjadi di bulan Rajab yang sekiranya dapat bermanfaat untuk kaum muslimin. ##
1 komentar:
Posting Komentar