"Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang Telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat."(QS. Al-Fatihah: 6-7)
Sebanyak tujuhbelas kali –dalam sehari semalam– minimal kita memohon jalan yang lurus. Betapa tidak? Setiap kita melaksanakan shalat lima waktu, maka surat al-Fatihah harus kita baca dalam setiap rakaatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw “Tidaklah sah shalat bagi orang yang tidak membaca surat al-Fatihah (pembuka kitab)”.
Mengapa surat al-Fatihah begitu penting kita baca dalam shalat kita? Mengapa dia menjadi rukun shalat sehingga jika ditinggal maka akan batal shalat kita? Karena al-Fatihah adalah inti isi al-qur’an seluruhnya. Dia adalah pokok seluruh ajaran al-Quran. Di dalamnya ada kandungan akidah, ibadah, sejarah, serta manhaj (sistem) hidup bagi manusia. Al-fatihah, di dalamnya ada doa yang selalu kita panjatkan “Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang Telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.(QS. Al-Fatihah: 6-7).
Dalam ayat itu, kita selalu memohon jalan yang lurus. Sebenarnya, apa sih jalan yang lurus itu? Dijelaskan bahwa jalan yang lurus itu adalah jalan yang pernah ditapaki oleh orang-orang yang telah Allah beri nikmat pada mereka, dan bukan jalan orang yang dimurkai dan bukan pula jalam orang yang sesat. Pertanyaannya, siapakah orang yang pernah diberi nikmat oleh Allah SWT? Siapa pula orang yang pernah dimurkai? Dan siapa orang yang pernah sesat itu?
Dalam surat An-Nisaa ayat 69 Allah SWT berfirman yang artinya: 69. “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman baiknya.
Dalam ayat diterangkan bahwa orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah adalah Para Nabi, shiddiqin (orang yang teguh dan jujur keimananannya), orang yang berjuang membela agama Allah hingga mati syahid dan orang-orang shaleh. Dengan kata lain, bahwa jika kita menghendaki jalan yang lurus yang selalu kita mohonkan kepada Allah, maka kita harus berusaha mengikuti dan menapaki jalan yang pernah ditempuh oleh empat tipe manusia di atas:
Pertama, jalan yang pernah ditapaki para Nabi. Yakni jalan dakwah. Tugas para Nabi saw di dunia ini adalah berdakwah dan mengajak manusia kepada jalan kebaikan. Tugas mulia ini tentu saja bukan jalan mulus yang dihamparkan permadani. Melainkan jalan yang penuh dengan onak dan duri. Kesabaran dalam menjalani jalan dakwah ini adalah sebuah kemestian. Jika kita bisa melewati dengan baik dan sabar, maka kita akan selalu berada dalam jalan yang lurus. Para Nabi juga tidak segan-segan untuk memberikan peringatan kepada para penguasa yang keluar dari jalan kebenaran. Oleh karena itu tugas ini sangat berat, apalagi dituntut istiqomah dalam ajaran agama. Banyak di antara manusia yang berteriak membela agama, namun justru mereka menjual agama setelah mengetahui gemerlapnya dunia. Keistiqomahan dalam beragama sekaligus istiqomah dalam amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah berat, namun jika bisa dilaluinya maka ia akan mencapai derajat para nabi.
Kedua, jalan yang pernah ditapaki para shiddiqin. Shiddiqin adalah orang-orang jujur dan teguh akan keimanannya. Abu Bakar mendapat gelar ash-shiddiq karena begitu kuat dan jujurnya keimanan beliau. Tidak ada secuil ruang pun dalam hatinya keraguan akan kebenaran yang dibawa Nabi Muhammad saw. Tidak ada sedikit pun ruang keraguan kepada Allah SWT, hingga saat Rasulullah dan umat membutuhkan biaya besar dalam sebuah pertempuran, Abu Bakar meng-infakkan seluruh kekayaannya untuk perjuangan Islam. Ketika beliau diitanya Nabi “Lalu apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Abu Bakar menjawab dengan segala kemantapan, “Allah dan Rasulnya”.
Shiddiq secara bahasa adalah orang jujur. Kenapa dalam ayat itu tidak disebut orang alim atau pintar? Karena orang pintar itu banyak, namun sedikit sekali orang berlaku jujur. Banyak sarjana hukum, tapi tidak jujur dalam memutuskan perkara hukum,.Banyak sarjana ekonomi dengan segala rumus matematikanya tapi sering dengan sengaja memanipulasi angka, kok bisa angka di mark-up? Banyak sarjana pendidikan yang menjadi guru, namun saat menulis angka raport atau ijazah tidak sesuai dengan angka nilai sebenarnya.
Ketiga, jalan yang pernah ditapaki para syuhada. Syuhada adalah bentuk jamak dari kata syahid, yang berarti “saksi”. Mereka yang berjuang menegakkan Allah itulah disebut saksi (syahid). Hingga jika mereka wafat dikebumikan apa adanya, sebagai saksi di hadapan Allah nanti. Merekalah yang pantas menjadi pahlawan. Pahlawan adalah mereka yang bekerja dan berjuang dengan penuh ikhlas, dedikasi, serta semangat yang tinggi, sehingga menghasilkan karya-karya yang bermanfaat dan dikenang banyak orang. “Karya”nya menjadi saksi dan pelajaran untuk generasi berikutnya.
Keempat, jalan orang-orang shaleh. Jika kita tidak mampu berdakwah seperti para nabi, atau berkorban harta seperti Abu Bakar, atau tidak bisa berjuang hingga menjadi syahid, maka minimal kita memiliki sifat-sifat orang yang shaleh. Mereka adalah orang selalu baik, menebar kebaikan serta tidak melakukan sesuatu yang kontra kebaikan.
Sudahkah kita mengikuti jalan salah satu dari empat jalan yang ditempuh mereka? Jika belum, berarti permohonan kita akan petunjuk jalan yang lurus cuma main-main, bacaan al-fatihah yang kita baca tujuh belas kali sehari semalam baru sampai tenggorokan, dan belum masuk ke dalam relung hati, belum menggetarkan tulang dan sumsum kita, belum menggetarkan kulit kita, dan belum menggetarkan anggota tubuh kita sehingga ia tergerak untuk menampilkan sikap seperti yang ditampilkan oleh empat tipe manusia di atas;
Mulailah melangkah menapaki jalan yang lurus, ikuti langkah mereka, jika tidak mampu, setidaknya ikuti jalan orang-orang yang shaleh. )I(
Tidak ada komentar:
Posting Komentar