Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat ) dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: "Mengapa bumi (menjadi begini)?", pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya. (QS.Al-Zalzalah: 1-5)
Kutipan ayat di atas sangat relevan dengan kondisi musibah belakangan ini yang menimpa negeri kita. Dalam sepekan saja sudah lima kali terjadi gempa bumi dengan ukuran skala rikhter yang berbeda-beda. Belum selesai recovery korban gempa bumi Jawa Barat, telah terjadi gempa dengan kekuatan 7,6 skala rikhter di Padang sumatera Barat, selang dua hari terjadi lagi di wilayah Papua dengan kekuatan 4 skala rikhter. Disusul kemudian di daerah cilegon Banten, dan kemudian disusul gempa di Gorontalo.
Sementara itu, kasus meluapnya lumpur Lapindo dari perut bumi hingga kini masih menampakkan keatifannya. Maka benarlah apa yang difirmankan Allah SWT di atas dalam surat al-Zalzalah.
Persoalnnya, apa yang harus kita lakukan menghadapi musibah yang datang bertubi-tubi tersebut?
Ada dua tindakan yang kita lakukan; pertama menahan agar musibah itu tidak terjadi lagi. Kedua jika pun terjadi maka harus mempersiapkan diri menghadapi kejadian tersebut.
Untuk menghindari terjadinya peristiwa musibah gempa dan musibah lainnya, seperti banjir, tanah longsor dan gunung meletus, adalah dengan memperbanyak istighfar. Istighfar ini harus menjadi kesepakatan seluruh bangsa agar bangsa ini terhindar dari segala macam marabahaya. Istighafar atas berdiri dan legalnya tempat-tempat maksiat, istighfar atas tindak korupsi yang dilakukan para pejabat dan rakyat, istighfar para ulama dari kesalahan niat dakwahnya, istighfar dari segala macam kecongkakan pada Tuhannya, istighfar dari jual beli hukum yang dilakukan para penegak hukum. Dengan istighfar yang dilakukan bangsa ini maka musibah tidak akan menimpa mereka. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun “ (QS. Al-Anfal: 33)
Abu Musa al-’Asy’ari ra ketika mengomentari ayat di atas berkata; “Kami (sahabat) dahulu memiliki dua perisai dari segala macam musibah, yakni masih adanya Rasulullah saw di tengah-tengah kami, dan kami masih rajin beristighfar, sedangkan saat ini kita hanya punya satu perisai, yakni beristighfar, sedang Nabi saw sudah wafat. Maka jika suatu kaum meninggalkan istghfar maka kaum itu tidak dapat menghindar dari musibah”.
Dengan begitu sikap istighafar akan menjadi perisai dari segala macam musibah. Bukankah gempa bumi yang terjadi bukan sekedar gelombang lempengan bumi yang berjalan? Namun dia terjadi karena diperintah Allah? Sebagaimana yang dijelaskan pada ayat di atas.surat al-zalzalah.
Tindakan kedua agar terhindar dari musibah adalah dengan menjaga lingkungan dan bumi tempat kita berpijak. Ebite G Ade pernah menuturkan dalam syairnya; “Mungkin Tuhan mulai bosan, melihat tingkah kita, yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa, atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita, coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang”.
Betapa banyak anak manusia yang menggunduli hutan demi sekeping uang, betapa kita masih membuang sampah sembarangan, betapa kita sering melakukan kerusakan pada alam? Karena itulah bumi ‘melampiaskan amarahnya kepada manusia”
Itulah dua langkah yang kita bisa lakukan agar terhindar dari musibah, atau agar musibah tidak datang lagi kepada kita.
Adapun jika kita sulit terlepas dari intaian musibah, maka dua langkah yang harus kita persiapkan: pertama adalah menyiapkan diri kita agar jika musibah datang kepada kita dan kita diwafatkan oleh Allah, maka kita wafat dalam keadaan husnul khatimah, antaral lain:
Pertama, selalu berzikir kepada Allah SWT, yakni hati dan pikirannya, bahkan lidahnya selalu mengingat Allah. Rasulullah saw bersabda, “Hendaklah lidahmu basah dengan zikir kepada Allah”. Jika suatu saat musibah gempa atau lainnya menimpa kita dan kita diwafatkan Allah saat berzikir, maka itu termasuk husnul khatimah (kesudahan yang baik).
Kedua, jika kita tidak sempat untuk selalu berzikir, atau lupa karena kesibukan, maka kita berusaha selalu menjaga kesucian baik dari dosa maupun dari najis serta hadats. Oleh karena itu, usahakan agar kita selalu dalam leadaan suci dengan cara menjaga wudhu. Jika wudhu kita batal karena ingin buang air kecil atau lainnya, maka usahakan untuk berwudhu lagi, agar kondisi kita selalu dalam keadaan suci, bahkan saat kita akan tidur pun sebaiknya bersuci (berwudhu) terlebih dahulu. Allah SWT menyukai orang yang bersuci. Sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (QS, al-Baqarah: 222)
Cara lainnya agar kita mendapat husnul khatimah saat kita wafat adalah berjaga-jaga dengan berpuasa sunnah. Ketika Rasulullah saw ditanya kenapa beliau berpuasa di hari senin dan kamis, maka jawab beliau adalah karena hari senin adalah hari kelahiranku, dan hari kamis adalah hari diangkatnya amal dalam sepekan, dan beliau menyukai jika pada saat diangkat amalnya dalam keadaan beribadah (yakni puasa).
Jika suatu saat gempa atau bencana alam datang tiba-tiba dan kita tidak dapat menghindar dari bencana itu, hingga kita diwafatkan akibat musibah itu, maka alangkah bahagianya saat meninggal dunia kita dalam keadaan beribadah (yakni puasa) atau dalam keadaan diri suci dari hadast karena menjaga kesucian berwudhu.. )I(
Tidak ada komentar:
Posting Komentar