Selasa, 03 November 2009

Haji; Ibadah Komprehensif

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji;
(QS. Al-Baqarah: 189)


Kutipan ayat diatas sangat singkat namun padat. Mengapa dalam ayat di atas hanya ibadah haji saja yang disebut? Bukankah ibadah-ibadah lain pun mempunyai waktu-watu tertentu?
Ibadah shalat umpamanya, mempunyai waktu-waktu tertentu, sepertu zhuhur, ashar, maghrib, isya dan subuh. Keterikatan pelaksanaan ibadah shalat dengan waktu ditegaskan Allah SWT dalam surat An-nisa: 103: “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”

Demikian pula halnya dengan ibadah zakat. Pelaksanaannya dikaitkan dengan waktu berupa haul (satu putaran setahun). Ibadah puasa pun dilakukan pada bulan tertentu saja, atau hari-hari dalam bulan Ramadhan saja (ayyaman ma’dudat), sebagaimana yang Allah jelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 183-185.

Adapun ibadah haji, keterikatannya dengan waktu dijelaskan oleh Allah SWT dalam surat al-Baqarah: 197: (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi .(asyhurun ma’lumat)
Lantas mengapa hanya ibadah haji yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 189 di atas?
Syeikh Mutawally Sya’rawi, ulama ahli tafsir mengklasifikasi ibadah ritual kepada empat macam:

Pertama, ibadah zikir. Ibadah ini tidak membutuhkan kepada tenaga atau fisik yang kuat. Tidak juga memerlukan modal harta dalam pelaksanaannya, seperti membaca takbir, istighfar, tahlil dan lainnya.

Kedua, ibadah gerakan dan zikir. Ibadah ini membutuhkan sedikit tenaga fisik. Seperti ibadah shalat, karena dalam shalat terdapat gerakan sujud, ruku’ berdiri, duduk dan lainnya. Ibadah fardhu jenis ini adalah shalat lima waktu, sedangkan shalat sunnah-nya berjumlah banyak dan beraneka ragam, seperti shalat dhuha, tahajjud, witir, taraweh, hajat dan lainnya.

Ketiga, ibadah harta. Jenis ibadah ini jelas memerlukan modal harta dalam pelaksanaannya. Jenis ibadah ini yang bersifat fardhu adalah zakat. Sedangkan yang berbentuk sunnah adalah: infak, shadaqah, wakaf, hibah dan lainnya.

Keempat, ibadah menahan nafsu dan emosi. Ibadah jenis ini ada dalam ibadah puasa. Jenis ibadah ini yang bersifat fardhu adalah puasa di bulan Ramadahan. Sedangkan ibadah yang bersifat sunnah dari jenis ini antara lain; puasa senin-kamis, enam hari di bulan Syawwal, ayyamul bidh, puasa Nabi Daud dan lainnya.

Lalu, dimanakah posisi ibadah haji? Di sinilah letak konfrehensifitas ibadah haji, dan ini pula jawaban dari penyebutan hanya ibadah haji pada ayat di atas dan tidak menyebut ibadah lainnya. Mengapa demikian? Sebab, ibadah haji mengandung empat jenis ibadah yang disebutkan dalam surat al-Baqarah 189 di atas.

Dalam ibadah haji terdapat ibadah zikir, karena di dalamnya terdapat zikir-zikir tertentu seperti membaca talbiyah, tasbih, tahmid dan tahlil. Dalam ibadah haji pula terdapat ibadah gerakan yang membutuhkan tenaga bahkan fisik yang kuat, terutama saat melaksanakan thawaf, sa’I dan melontar jumroh. Lalu dalam ibadah haji pun terdapat ibadah harta, sebab orang yang pergi haji harus mengeluarkan biaya pergi haji (ONH/ongkos naik haji) atau Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH). Dan dalam ibadah haji pun terdapat ibadah menahan hawa nafsu dan emosi, kerana itu dalam ibadah haji tidak boleh melakukan rofats (berkata dan berlaku porno), fusuk (kedurhakaan) dan jidal (perdebatan). Itulah sifat konfrehensifitas ibadah haji. Sehingga ibadah ini hanya diwajibkan sekali saja dalam hidup seseorang. Adapun selebihnya adalah bersifat sunnah.

Bila hal-hal di atas adalah berkaitan dengan hablum minallah (hubungan manusia dengan Allah), maka hablum minannas (hubungan antar manusia) pun terdapat dalam ibadah haji.
Dalam ibadah haji, antara satu bangsa dengan bangsa lain saling mengenal, mereka bersimpuh dalam satu tempat (Makkah), melaksanakan satu aktifitas (ibadah) dan bertujuan satu harapan (mencari ridho Allah SWT). Dengan demikian ibadah haji telah mengajarkan kepada umat Islam akan kesatuan umat (ummatan wahidatan) dan persaudaraan Islami (ukhuwah Islamiyah). Nilai persaudaraan adalah nilai yang universal dalam membangun sebuah peradaban.

Ibadah haji memang ibadah yang konfrehensif, bukan hanya dilihat dari kandungan ibadahnya saja yang mencakup jenis-jenis ibadah yang ada dalam Islam, namun juga dapat dilihat dari peserta ibadahnya yang datang dari seluruh dunia. Jika orang yang datang pada pesta olahraga dunia (olimpiade) masih terbagi kepada dua kelompok: pemain dan penonton, maka dalam ibadah haji, mereka yang datang semuanya adalah “para pemain”, dan peserta, karena mereka seluruhnya ikut dalam “perlombaan” mencari keridhoan Allah SWT , sehingga mereka berusaha berbuat terbaik untuk mabrurnya ibadah haji mereka. )I(

http://muhammadjamhuri.blogspot.com

Tidak ada komentar: