بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (QS. Al-Baqarah: 112)
Banyak ayat yang menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk lemah, salah satunya firman Alllah SWT: “Dan dijadikan manusia dalam keadaan lemah” (QS. An-Nisa; 28). Jika kita melihat anak kecil sedang bermain ikan-ikan kecil yang diletakkan di sebuah bejana yang beriisi air, barangkali ikan tersebut merasa hidup di dunia yang luas, mereka berputar-putar di area bejana tersebut. Padahal jika ikan tersebut dikeluarkan dari bejana tersebut, maka ternyata di luar sana ada alam yang lebih besar dari bejana tempat mereka hidup.
Demikian pula dengan kita sebagai manusia. Kita hidup di dalam planet bernama bumi, kita hilir mudik dan berkelana di atas muka bumi, namun di luar bumi ternyata terdapat planet-planet yang lebih besar, bahkan jika jauh keluar dari galaksi, bumi akan Nampak seperti titik di antara titik-titik yang ada. Karena itulah saat kita melakukan gerakan-gerakan dalam shalat, kita mengucap ALLAHU AKBAR (Allah Maha Besar). Karena Dia-lah yang menciptkan dan mengatur semesta alam ini. Dan oleh karena itu kata “ALHAMDULILLAH” (Segala puji hanya milik Allah) disanding dengan kata RABBUL ALAMIN (Tuhan Pengatur semesta alam).
Oleh karena kita adalah makhluk yang lemah, maka tatkala kita berserah diri kepada Yang Maha Kuat akan mendapat kekuatan dan ketenangan. Anak kecil yang sedang ketakutan akan merasa nyaman dan tentram saat berada di pangkuan orang dewasa dan orang tuanya. Demikian pula saat kita berada di “pangkuan” Allah swt dengan menyerahkan diri dengan sebenar-benar penyerahan (haqq tawakkulih), maka kita akan mendapatkan ketanangan (laa khoufun alaihim) dan sikap optimis dalam menghadapi hidup (wa laa hum yahzanun).
Akan tetapi, untuk mendapat itu semua tidak cukup hanya berserah diri tanpa kerja nyata. Ayat yang disebutkan di atas menjelaskan kepada kita bahwa prasyarat mendapat rasa tenang dan optimis serta kekuatan adalah bekerja dengan professional (wa huwa muhsin). Kata “Muhsin” mengandung arti melakukan pekerjaan yang baik dan professional. Oleh karena itu banyak ayat menjelaskan bahwa amal yang diterima dan dianggap unggul dalam kompetisi beramal adalah ahsanu amala (amal yang berkualitas terbaik). Coba simak ayat-ayat berikut:
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya (ahsanu amala) (QS. Hud: 7)
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya (ahsanu amala) (QS.Al-Kahfi: 7)
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya (QS. Al-Mulk: 2)
Dengan demikian, dalam hidup ini kita harus produktif (muntij), sifat produktif menuntut kita berkerja, dan bekerja membutuhkan sikap professional (itqon). Oleh karena itu Allah swt melebihkan nilai seorang pejuang (mujahid) di atas orang yang nongkrong-nongkrong tanpa kerja (qo’id). Karena bekerja itu menyehatkan, dan diam itu mengundang penyakit. Imam Syafii berkata; “Aku melihat air yang diam itu merusak dirinya, jika saja ia mengalir maka ia menjadi baik, namun jika ia diam maka ia tidak baik”.
Salah satu yang dapat menularkan energi semangat bekerja adalah berada di komunitas orang-orang yang selalu bekerja keras karena Allah. Atau berada dalam sebuah jamaah muhsinin, karena hanya mereka lah yang mempunyai sikap optomis bahwa segala permasalahan yang dihadapinya pasti akan ditemukan solusinya “orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam jalanKu maka pasti Aku tunjukkan jalan-jalannya, dan Allah bersama muhisinin (orang-orang yang berbuat baik) (Qs.Al-Ankabaut: 69). Jamaah atau komunitas muhsinin bagaikan air yang banyak. Air banyak, misalnya lebih dari dua kulah, dapat mensucikan air sedikit yang terkena najis jika ia bergabung dengan air banyak. Artinya jika kita terkena dampak negatif pihak luar sehingga kita menjadi manusia yang malas, patah semangat dan pesimis dalam hidup, maka berada di jamaah orang-orang baik, akan terbawa semangat beramal. Jika air dua kulah saja dapat merubah status air najis sehingga menjadi suci, bagaimana jika ia berada di tengah laut yang jumlah airnya lebih besar? Bahkan lebih dari itu, laut juga dapat menetralisir limbah-limbah berbahaya. Oleh karena itu, ketika Rasulullah saw ditanya tentang kebolehan berwudhu dengan air laut, beliau menjawab, “Laut, airnya suci, bangkai hewannya halal”.
Marilah kita selalu beramal dan bekerja secara professional sambil menyerahkan diri kepada Allah swt, maka kita akan mendapat pahala yang besar, ketenangan dan sikap optimis. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar