Rabu, 10 April 2013

Mencermati Pasang Surut Bahasa Arab

oleh: Muhammad Jamhuri
 

Dalam salah satu wasiatnya, Imam Syahid Hasan al-Banna pernah berpesan: “Berusahalah untuk bisa berbicara bahasa Arab fushshah (baik dan fasih,) sebab itu termasuk doktirn Islam”.

Dalam banyak ayat, al-Quran menegaskan tentang bahasa resmi yang digunakannya. Bahasa resmi al Quran, sebagaimana Allah sebutkan, adalah bahasa Arab, (12;2), (20;113), (39;28), (41;3), (42;7), (43;3), seperti salah satu firman Allah SWT :

اناأنزلناه قرآنا عربيا لعلكم تعقلون

"Sesungguhnya Kami turunkan al-Quran berbahasa Arab, agar kamu mau berfikir." (QS: Yusuf; 2).

Ayat di atas mengandung makna yang dalam, sebab di penghujung ayat tersebut tertulis kata  "La'allakum tattaqun", agar kamu mau berfikir. Apa sebenarnya rahasia yang terdapat dalam bahasa Arab?  Adakah keistimewaan bahasa Arab dari bahasa lainnya? Mengapa kita diajak berfikir tentang bahasa Arab?. Ayat itu secara implisit mengajak kita pula untuk menggali bahasa Arab, karena ia adalah bahasa al-Quran, kitab pedoman bagi umat manusia. Ibnu Kholdun dalam "Mukaddimah" nya mengatakan : "Bahasa adalah ungkapan seseorang tentang keinginannya, ungkapan tersebut adalah refleksi lidah yang timbul dari suatu keinginan, dan karenanya ia harus melekat pada lisan dan terjadi berulang-ulang. Pembawaan yang terbaik seperti di atas hanya dimiliki bangsa Arab, demikian juga kejelasan ungkapan suatu maksud, sebab disana terdapat bentuk-bentuk, selain kalimat, yang mengandung arti. Seperti harakat yang membedakan kedudukan fa'il dan maf'ul, demikian pula huruf-huruf yang masuk dalam fi'il (kata kerja). Keistimewaan itu hanya terdapat dalam bahasa Arab. Sedangkan bahasa-bahasa lain, setiap arti dan keadaan harus diungkapkan dengan kalimat khusus yang menunjukkan suatu arti tertentu. Inilah rahasia yang terdapat pada makna hadist Nabi SAW

أوتيت جوامع الكلم واقتصر لي الكلام اختصارا

"Aku dikaruniai seluruh kalimat, dan kalimat itu telah teringkas buatku ". (1)

 

Bahasa Arab Dan Perkembangannya.

Tersebarnya Islam keluar jazirah Arab meyebabkan perubahan yang tidak sedikit. Rasa kesukuan pada setiap negeri bergeser menjadi fanatisme agama (Islam) meski masih terdapat peradaban lokal. Bahkan peradaban dan kultur lokal menjadi tetap eksis dengan datangnya Islam.

Kemenangan bangsa Arab terhadap bangsa lain dibarengi dua hal; pertama, agama Islam yang toleran, dan kedua, bahasa Arab. Sejak bangsa Arab menetap di negara-negara yang dikuasainya dan tersebar di kota-kota dan desa-desa, mereka menyebarkan bahasa Arab sebagai kedudukannya bahasa al-Quran. Mereka menempatkan para pengajar di setiap negeri tersebut sambil mengajarkan Al-quran dan agamanya, sehingga bahasa Arab menjadi bahasa populer saat itu. Tidak heran, banyak di antara anak bangsa dengan keasadaran sendiri menuntut ilmu dan mempelajari bahasa Arab. Ada beberapa faktor sehingga mereka antusias mendalami bahasa Arab (2) :

1.         Karena bahasa Arab adalah bahasa al-Quran dan bahasa agama baru mereka (Islam), sebagaimana sholat yang diwajibkan kepada mereka harus berbahasa Arab sehingga timbullah keinginan untuk lebih dalam mengetahui maknanya. Hal ini menjadi modal mereka dalam mengkaji cabang ilmu agama lainnya.

2.         Bagi penduduk yang belum muslim, mereka terpaksa harus mempelajari bahasa Arab . Hal itu disebabkan karena situasi dan kondisi di mana bahasa Arab telah menjadi bahasa negara disetiap sektor kehidupan.

3.         Beberapa bangsa, seperti Persi, Turki, India dan lainnya, mempelajari bahasa Arab karena didorong keinginan mendapatkan kedudukan atau pekerjaan pada pemerintahan Islam. Demikian pula para seniman dan pedagang yang datang ke negeri Islam.

4.         Tersebarnya bangsa Arab ke beberapa negara seperti Iran, Turkistan, India dan lainnya,. Hal ini menunjang tersebarnya bahasa Arab pada daerah-daerah baru.

 

Tersebarnya bahasa Arab di daerah-daerah baru memberikan pengaruh besar pada tulisan, logat dan sastra lokal. Pada tulisan misalnya, tulisan Arab masih digunakan pada bahasa Persi (Iran), Urdu (Pakistan), Indonesia (Arab melayu) sebelum dan ketika zaman penjajahan. Bahkan sastra melayu (Indonesia) pun dipengaruhi oleh bentuk sastra bahasa Arab.

Sastra Arab mengalami puncaknya pada masa dinasti Abbasiyah (132 H-656 H), meski rasa asabiyah (fanatisme) Arab berkurang pada masa itu karena terjadinya akulturasi dengan bangsa lain, tidak seperti pada masa Bani Umayah yang Arab sentris. Perkembangan pada masa Bani Abbas justru diwarnai oleh kultur bangsa lain seperti Persi, India, Turki, Yunani dan lainnya. Hal ini terlihat dari banyaknya karya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Perikeadaan bahasa Arab pada dinasti Abbasiyah ditandai dengan maraknya karya-karya disiplin ilmu agama dan bahasa, penerjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab dan terpengaruhnya sastra Arab oleh kemajuan budaya. Hal itu terlihat dari banyaknya pengandaian para satrawan dengan kondisi baru. (3)  Kondisi di atas menyebabkan pula pesatnya perkembangan gaya penulisan prosa (natsar), maka lahirlah berbagai macam gaya penulisan; ilmiah, filsafat, sejarah, sastra dan lainnya.

 

Ilmu-ilmu Bahasa Arab

Setelah Islam menjarah seluruh bangsa, sebagaimana bahasa Arab, terjadilah pembauran hal mana bahasa Arab pun mengalamai perubahan tatkala diucapkan oleh bangsa 'Ajam (non Arab). Bangsa Persi dikenal sangat sulit mengucapkan bahasa Arab, mereka terkadang mengucapkannya dengan kaidah bahasa Persi, seperti menjama'kan lafadz mufrad dengan menambah 'alif' dan 'nun' sebagaimana yang mereka temukan pada bahasa Persi. Misalnya lafadz شريك menjadi  شريكان, sedangkan yang benar menurut kaidah bahasa Arab  adalah  شركاء dan masih banyak lagi kesalahan-kesalahan bangsa 'Ajam dalam menuturkan kalimat-kalimat Arab. Kondisi di atas akan lebih fatal bila yang dibaca dan diucapkannya adalah al-Quran dan al-Hadist. Bukan saja berdosa, tapi juga akan mengakibatkan salah makna dan penafsiran terhadap kandungan isi ajaran al-Quran dan al-Hadis. Maka disusunlah kaidah-kaidah bahasa Arab, seperti fa'il itu marfu', maf'ul itu mansub, mubtada adalah marfu', i'rab dan lain sebagainya yang kini dikenal dengan ilmu Nahwu. Orang yang pertama kali menyusun disiplin ilmu ini adalah Abul Aswad Ad-Dualy dari Bani Kinanah atas perintah sahabat Ali bin Abi Thalib ra dalam rangka memelihara bahasa Arab dari kesalahan membaca al-Quran dan al-Hadist. Kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya hingga Al-Kholil bin Ahmad Al-Farohidi pada masa khalifah Harun Al-Rasyid. Beliau mempunyai murid yang sangat terkenal dalam ilmu Nahwu bernama Sibawaih, yang menyususn karyanya berjudul "Al Kitab" dalam ilmu Nahwu. Kitab ini menjadi refrensi utama bagi karya-karya generasi berikutnya. (4)  Untuk memenuhi kebutuhan para pemula, tersusun pula kitab-kitab yang memuat kaidah secara ringkas dan mudah, seperti Matan al Jurumiyah karya Imam Al-Sonhaji, al-Mufasshol karya Zamahksyari, alfiyah (dalam bentuk nadzam) karya Ibnu Malik al-Andalusi. Disamping itu, lahir pula beberapa ilmu bahasa Arab, diantaranya :

1.      Ilmu Nahwu, ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah susunan kalimat (tarkib) dalam bahasa Arab, baik berupa i'rab, bina dan lainnya. (5)  Seperti hukum fa'il adalah marfu', maf'ul yang mansub dan lain sebagainya.

2.      Ilmu shorof, ilmu yang membahas perubahan shigat (bentuk) dan pengaruhnya pada makna, seperti kata ضرب    fi'il madhi (kata kerja lampau), fi'il  modhore'  يضرب (kata keja kini/yang akan datang). Ilmu nahwu dan ilmu shorof mempunyai kaitan yang sangat erat. Bahkan para Nuhat (ahli ilmu nahwu) mengibaratkan keduanya bagaikan ayah dan ibu.

3.      Ilmu Bayan, ilmu menyampaikan satu makna dengan bermacam-macam bentuk (cara) seperti tasybih, isti'aroh, majaz, kinayah dan lainnya.

4.      Ilmu Ma'ani, ilmu tentang keadaan lafadz yang diucapkan sesuai keadaan (muqtadaho hal), seperti khobar, insya dan ketentuan maksud yang diucapkan, qasr, ijaz, ithnab dan lainnya.

5.      Ilmu Badi', ilmu tentang keindahan kalimat dengan memperhatikan ketentuan jelasnya lafadz dan korelasinya antara lafadz yang diucapkan dengan situasi dan kondisi. Seperti ; al jinas, saja',  muqobalah dan lainnya.

6.      Dan masih banyak lagi cabang ilmu lainnya, seperti ilmu Arudlh (kaidah sya'ir), imla (metode menulis Arab), ilmu lughot (melestarikan  khazanah kosa kata Arab yang hampir punah melalui penyusunan kamus umpamanya) dan lain sebagainya.

 

Pasang Surut Bahasa Arab

Sebagaimana dikemukakan di atas, masa penterjemahan ('ashr tarjamah) pada masa dinasti Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, dan bahasa Arab berfungsi sebagai bahasa pengantar pada setiap perkuliahan dan pengkajian ilmu pengetahuan pada masa itu. Tidak sedikit para thalib (siswa) dari manca negara berdatangan ke Baghdad guna menggali ilmu. Sudah barang tentu bahasa Arab mempunyai tempat strategis pada masa itu dan menjadi bahasa internasional, sekaligus bahasa pemersatu bagi dunia Islam.

Pada tahun 656 H, Dinasti Abbasiyah mengalami keruntuhan akibat serbuan bangsa Tartar. Kerajaan Islam pun terpecah menjadi negeri-negeri kecil. Setiap negeri dipimpin oleh raja. Masa itu dalam buku-buku sejarah disebut masa Mamalik ('ashr mamalik). Di antara raja tadi terdapat raja yang berbangsa non Arab dan sedikit sekali perhatiannya terhadap perkembangan bahasa Arab. Rasa fanatisme suku pun tumbuh, hingga nasib sastra Arab mengalami kemunduran meski masih terdapat beberapa sastrawan Arab seperti Sofiyudin al Hilli, Busyiri, Ibnu Nabatah dan lain-lain.

Pada masa pemerintahan Turki Ustmani (Dinasti Ottoman) tahun 923-1213 H, nasib bahasa Arab makin bertambah redup, sekolah-sekolah yang mengajarkan bahasa Arab ditutup, dan bahasa Turki menjadi bahasa resmi negara. Namun demikian bahasa Arab masih dapat diselamatkan oleh universitas Al Azhar Cairo, sebuah perguruan tinggi Islam tertua yang masih menggunakan dan melestarikan bahasa Arab dengan segala ilmu-ilmunya, dari sana pula terbentuk lembaga 'Majma' al-Lughoh al-Arabiyah'. Tanpa Al Azhar masa itu, mungkin ilmu bahasa Arab akan sirna di jazirah Arab. (6)

Setelah tahun 1213 H hingga kini, bahasa dan satra Arab mengalami kebangkitan kembali, hal ini karena ditunjang beberapa faktor :

1.      Banyaknya warga Arab menuntut ilmu di Eropa sebagai sumber ilmu pengetahuan. Mereka kembali ke negaranya dengan menterjemahkan ilmu-ilmu yang mereka dapat ke dalam bahasa Arab.

2.      Meratanya pendidikan di setiap jenjang pendidikan di negara-negara Arab.

3.      Berkembangnya teknologi alat penulisan dan percetakan bahasa Arab.

4.      Berkembangnya jurnalistik memberikan andil dalam pengembangan bahasa Arab

5.      Terbitnya buku-buku, baik agama maupun umum berbahasa Arab.

Namun demikian, hasil-hasil yang dicapai belum maksimal dan perlu adanya usaha-usaha ke arah memasyarakatkan bahasa Arab, khusunya di negara-negara non Arab yang berpenduduk muslim.

 

Usaha-usaha Orientalis Merusak Bahasa Arab

Para orientalis menyadari bahwa bahasa Arab adalah satu-satunya alat penyebaran pemikiran dan nilai-nilai Islam ke seluruh pelosok dunia. Sebab, sekalipun seseorang bukan berbangsa Arab, namun karena ia seorang muslim, mereka merasa berkewajiban mempelajari bahasa Arab dalam rangka mengkaji kandungan al-Quran. Dengan demikian, meskipun setiap bangsa mempunyai logat masing-masing, namun dalam penulisan, mereka dapat saling mengerti, karena dalam penulisan digunakan bahasa Arab fasih (benar). Philip Hitti dalam bukunya "Arabs History" berkata : " Jika bahasa Arab dapat cepat tersebar dikalangan kaum muslimin dan terciptanya saling pengertian di antara mereka karenanya, hal itu karena disebabkan kitab mereka; al-Quran, karena dia-lah yang mempersatukan lahjah-lahjah yang berbeda ". (7)

Menyadari hal itu, para orientalis berusaha menyingkirkan bahasa Arab sebagai bahasa negara dan menggantikannya dengan bahasa asing. Di  Marokko pernah ada upaya memberlakukan bahasa Perancis sebagai pengganti bahasa Arab. 'Ilal al-Fasi mengutip ucapan seorang pengacara Mr. Backer pada suatu pertemuan tentang sistem pengadilan bangsa Barbar tanggal 26 Pebruari 1930 : "Anggota komite telah sepakat untuk menghapus peraturan hukum adat yang berbahasa Arab". Pada waktu itu telah terjadi penyobekan dokumen pengadilan yang bertuliskan Arab oleh seorang pejabat jawatan pengawas sipil; Benauth dan penerusnya; Cornby, hingga akte nikah pun diganti dengan dengan bahasa Perancis. (8) Usaha mereka tidak sebatas itu saja, mereka juga menerjemahkan al-Quran ke dalam bahasa Perancis, bukan untuk orang Perancis, melainkan diperuntukkan bagi muslim Maroko.

Di Turki, upaya mengganti bahasa Arab dengan bahasa Turki telah berjalan, bahkan sampai menyentuh pada rutinitas ritual, seperti adzan dan al-Quran. Adzan tidak lagi dikumandangkan dengan bahasa Arab seperti yang kita kenal, tapi bahasa Turki menempati kedudukannya. Peristiwa ini terjadi pada masa rezim Mustafa Kamal Attaturk.

Di Mesir, perang terhadap bahasa Arab dilakukan dengan upaya memasyarakatkan bahasa 'amiyah (pasaran) dan tulisan latin sebagai pengganti tulisan Arab. Wilham Sbeta menyusun buku "Kaidah-kaidah Bahasa Arab 'Amiyah di Mesir". Dalam buku itu diungkapkan betapa sulitnya mempelajari bahasa Arab fasih (benar), diusulkan pula tulisan latin sebagai pengganti tulisan Arab.(9)

Upaya di atas bukan hanya dilakukan bangsa Barat saja, beberapa ilmuwan Arab yang telah tererosi pemikiran Barat turut mendengungkan ajakan diatas, seperti Selamat Musa dan Abdul Aziz fahmi.

 

 

Usaha-usaha Melestarikan Bahasa Arab

Setelah bahasa Arab mengalami percampuran dengan bahasa lain akibat tersebarnya Islam, ia mengalami perubahan dari keasliannya. Untuk melestarikan keasliannya, para ulama terpanggil menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab. Sebagai rujukannya adalah al-Quran, Hadist dan beberapa syair dan natsar peninggalan jaman jahiliyah dan permulaan Islam yang masih utuh keasliannya. Dengan demikian bahasa Arab masih terpelihara keasliannya. Namun demikian setiap bahasa mengalami dinamika sesuai perjalanan masa. Beberapa kalimat asing terkadang teradopsi ke dalam bahasa tersebut, dan hal itu dialami pula oleh bahasa Arab, Bahasa Persi misalnya, beberapa kalimatnya masuk ke dalam bahasa Arab, demikian juga  bahasa India, Inggris dan lainnya. Bertambahnya perbendaharaan kata ke dalam suatu bahasa menambah khazanah bahasa tersebut. Tapi, ia juga tidak mesti merubah kaidah-kaidah bahasa asli, khususnya bahasa Arab. Khusus bahasa Arab, ia sangat istimewa karena terpelihara berkat adanya Al-Quran dan Hadist serta peninggalan sastra pra dan permulaan Islam, baik yeng terpelihara secara hafal maupun berupa manuskrip. Oleh karena itu para ahli (ilmuwan) muslim dalam mengungkapkan  suatu definisi selalu merujuk kepada lafadz yang terdapat pada ketiga sumber di atas, terlebih dalam pendekatan secara etimologi (lughotan).

Beberapa usaha yang pernah dilakukan para ulama untuk melestarikan bahasa Arab adalah Abul Aswad Ad Duali, beliau adalah peletak dasar kaidah-kaidah bahasa Arab, beliau diperintah oleh sahabat Ali bin Abi Thalib ra setelah beliau banyak menyaksikan  kesalahan kaum muslimin dalam membaca  al-Qur'an. Kemudian dilanjutkan oleh Al Kholil bin Ahmad, Sibawaih dan lainnya.

Pada tahun 1932 M, raja Fuad I, raja Mesir di zaman Mamalik mendirikan lembaga " Majma' al- Lughoh al -rabiyah" di Cairo, tujuannya adalah menjaga dan meyelamatkan bahasa Arab, menyusun kamus sejarah bahasa Arab, mengadakan studi dan riset tentang dialek-dialeknya serta memajukan bahasa Arab. Lembaga ini terdiri dari para pakar bahasa dan sastrawan. Kemudian pada tahun 1834, dua tahun setelah berdirinya lembaga, lembaga ini menerbitkan majalah untuk meyebarkan hasil studi dan risetnya. Majalah ini terbit hingga tahun 1962. Dalam perkembangannya, lembaga ini telah menerbitkan pula beberapa kamus, seperti Al-Mu'jam al-Wasit, Al-Mu'jam al-wajiz, dan satu jilid Al-Mu'jam al-Kabir.

Pada tahun 1936, Departemen Pendidikan Mesir meminta agar Lembaga Bahasa Arab ini meyusun kamus yang memuat kamus-kamus terdahulu ditambah dan disesuaikan dengan kemajuan iptek, sastra dan seni  modern. (10)

Dengan demikian, bahasa Arab fasih (benar) dapat terpelihara hingga kini, bahkan hingga hari kiamat, karena ia adalah bahasa resmi al-Quran. "Sesungguhnya Kami yang menurunkan al-Quran, dan Kami pula yang  menjaganya ". (Qs; Al Hijr : 9)

__________________

 Daftar Pustaka

(1). Ibnu Kholdun, Muqaddimah, hal 469-470

(2). Dr. Abdul Salam Abdul Aziz Fahmi, Kitab Nisab al Sibyan Wa mashiratu sittati qurun fi ta'lim al lughoh al 'arabiyah lil muslimin ghoiri natiqina biha, Jamiah Ummul Quro, hal 5-7.

(3). Ustadz Ustman sayid Abdur Rahim. Al Kitab Al Asasi - Al Adab wa al Nushus, Jamiah Ummul Quro, hal 80.

(4). Ibnu Kholdun, Muqaddimah, hal 470.

(5). Al Jurjani, Kitab At Ta'rifat, hal 308.

(6). Ustad Ustman Sayid Abdur Rahim, Al Kitab Al Asasi- Al Adab Wa al Nushus, Jamiah Ummul Quro, hal 103.

(7). Arabs History, hal 175 jilid I, sebagaimana pada " Al Harokah al fikriyah diddal Islam, hal 180.

(8). Dr Barokat Abdul Fattah Duaidar, Al HArakah al fikriyah dhiddal Islam, hal 182

(9). Idem, hal 185

(10). Dr Abdul Wahid Abdul Hafidz Salim, Al Ma'ajim, Jami'ah Ummul Quro,    hal 71

 

Tidak ada komentar: