“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin[, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya” (QS.Al-Nisaa: 69)
Setiap tanggal 10 Nopember biasanya diperingati sebagai Hari Pahlawan bagi bangsa Indonesia. Memperingati hari pahlawan berarti memperingati semangat perjuangan mereka dalam meraih kemerdekaan bangsa dan tanah air Indonesia dari penjajah asing. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang mengingat dan melanjutkan perjuangan para pendahulunya.
Kata pahlawan, menurut sebagaian ahli bahasa, adalah bentuk subjek dari akar kata pahla atau pahala. Dengan demikian kata pahlawan adalah orang yang suka rela berjuang dalam suatu kebaikan demi mendapatkan pahala dari Allah SWT. Seorang yang telah berjuang merebut kemerdekaan disebut pahlawan. Guru yang telah memberi kebaikan berupa pendidikan dan pengajaran juga disebut pahlawan. Kadang juga disebut pahlawan tanpa tanda jasa.
Jika kata ”pahlawan” dimaknai sebagai orang yang dengan sukarela mempersembahkan kebaikan adalah pahlawan, maka sebenarnya setiap kita mempunyai peluang menjadi seorang pahlawan, meskipun pahlawan tanpa tanda jasa seperti yang dijulukkan kepada profesi guru.
Ayat di atas (QS. An-Nisaa: 69) memberikan informasi kepada kita agar kita mengikuti langkah empat tipe manusia serta menjadikan mereka sebagai kebanggaan teman kita:
1. Para Nabi. Mengapa kita dianjurkan mengikuti langkah para Nabi? Karena mereka adalah manusia pilihan Allah SWT. Dalam perjuangan menegakkan kebenaran, merekalah tipe manusia yang mendapat cobaan yang sangat keras dari para penentangnya. Namun mereka tetap sabar dan tabah. Bahkan di antara para Nabi, ada lima Nabi yang mendapat julukan Ulul ’Azmi, Yakni: Muhammad saw, Musa as, Isa as, Nuh as dan Ibrahim as. Merekalah yang memperjuangkan kemerdekaan manusia dari sikap penghambaan kepada sesama manusia dan hanya menyembah Allah saja. Dalam perjuangannya, mereka mendapat tantangan yang sangat berat dari para penentangnya seperti Fir’aun, Namrudz, Abu Lahab dan lainnya. Rasulullah saw bersabda, ”Manusia yang sangat keras cobaannya adalah para Nabi”. Setiap kita yang ingin menjadi pahlawan hendaknya harus mempunyai sifat dan sikap para Nabi, yakni konsisten dalam perjuangan menegakkan kebaikan serta sabar dalam menghadapi segala tantangan.
2. Ash-Shiddiqin. Menurut sebagian ulama, makna ash-shiddiqin adalah orang-orang yang benar dan jujur akan keimanannya. Abu Bakar mendapat gelar ash-Shiddiq dikarenakan keimanannya yang begitu kokoh kepada kebenaran Islam. Tidak banyak orang-orang yang jujur di masa kini. Mungkin orang pintar dan cerdas banyak, mungkin lulusan perguruan tinggi seperti doktor dan gelar profesor berjumlah banyak. Namun yang bergelar ”Jujur” sangatlah sedikit. Oleh karena itu, seseorang bisa dikatakan pahlawan jika ia berjiwa benar dan jujur. Orang yang tidak korupsi dan manipulasi sementara kemungkinan untuk melakukan itu ada, adalah seorang pahlawan. Karena dia sudah menyelamatkan uang negara dan uang rakyat untuk kepentingan rakyat. Sebaliknya jika ia berkorupsi, maka sebenarnya ia sudah berkhianat kepada rakyat.
3. Para Syuhada. Syuhada adalah bentuk jama’ dari kata ’syahid’ yang berarti orang yang telah mati di jalan Allah dalam memperjuangkan kebenaran (agama Allah SWT). Oleh sebab itu, di Yogyakarta kita mengenal suatu mesjid yang dinamai masjid Syuhada. Dibangunnya mesjid itu adalah dalam rangka mengenang para pahlawan (syuhada) yang telah gugur di medan jihad melawan penjajah kafir. Mengapa mereka disebut syahid atau syuhada? Secara etimologi kata syahid bermakna ”saksi”. Merekalah saksi suatu perjuangan agar dapat dicontoh oleh generasi berikutnya. Dengan demikian seorang pahlawan haruslah berjiwa berkorban. Siap mengorbankan jiwa, raga, waktu dan harta demi sebuah kebenaran yang diyakininya serta demi kemaslahatan yang diridhoi Allah SWT. Sikap selalu berkorban demi orang lain dengan rasa ikhlas dan tanpa pamrih adalah jiwa kepahlawanan.
4. Ash-Sholihin. Yakni orang-orang baik. Maksudnya adalah orang yang baik dalam segala hal, mulai dari niatnya, caranya dan tujuannya. Boleh jadi seseorang bercita-cita baik, namun caranya tidak baik dan menghalalkan berbagai cara. Boleh jadi seseorang caranya baik, namun dibalik itu ada niat dan tujuan busuk. Kedua hal ini tidak bisa dikatakan ”sholih”. Oleh karena itu, jiwa kepahlawanan harus dilandasi niat yang baik, cara dalam memperjuangkannya pun baik, serta dengan tujuan yang baik pula.
Rasulullah saw pernah diajak kompromi dalam ber-agama. Hal mana setiap warga Mekkah, demi menjaga persatuan dan kesatuan, diharuskan beribadah secara bergiliran. Hari ini menyembah Allah SWT, besok menyembah berhala Latta dan Uzza. Kontan saja Allah SWT menurunkan ayat-Nya dengan tegas dalam surat Al-Kafirun. ”Katakanlah, Wahai orang kafir, ”Kami Tidak menyembah apa yang kamu sembah...”dan seterusnya.
Ketika Rasulullah saw dirayu akan diberi tahta dan jabatan asal beliau meninggalkan dakwahnya, beliau menjawab, ”Meskipun mereka mampu meletakkan matahari di tanganku atau bulan di tangan kiriku supaya aku meninggalkan dakwah ini, maka tidak pernah akan aku lakukan, hingga Allah memenangkan agamaNya atau aku binasa karenanya.” #
Tidak ada komentar:
Posting Komentar