Selasa, 22 Maret 2016

BERCERMIN PADA PILKADA DKI: UBAH METODE DAKWAH KITA


Ramainya berdebatan ttg siapa calon gubernur DKI Jakarta, membuat sebagian ulama dan kyai gamang. Pasalnya, mayoritas ulama dan kyai tdk setuju dg pemimpin suatu daerah yang mayoritas penduduknya muslim dipimpin oleh seorang non muslim (baca:kafir).

Jika saja pilkada ini terjadi di daerah yang mayoritas penduduknya non muslim, seperti Papua, mungkin para ulama tdk merasa terusik. Meskipun calon kepala daerahnya adalah dari kalangan non muslim.

Kegamangan dan kekhawatiran timbul, selain calon kepala daerahnya non muslim, juga kesadaran umat Islam dalam berpolitik islami yang masih kurang. Itulah sebabnya para ulama dan kyai gamang dan heran, kok bisa-bisanya umat Islam mau memilih calon non muslim. Padahal teks-teks agama, sebagaimana dipahami mayoritas ulama, haram hukumnya memilih calon pemimpin yang non muslim.

Kesemrawutan kondisi inilah yang memerlukan pemikiran kembali metode dakwah para ulama dan kyai. Mengapa kesadaran berislam tdk linear dan tdk seimbang dg kesadaran berpolitik islami.

Mengaca pada pemilu 2014 saja, suara-suara partai islam (PKS,PAN, PPP,PKB) jika diakumulasi tdk mencapai 25 %. Sisanya tersebar ke partai-partai nasionalis dan sekuler. Ini menunjukkan bhw para ulama dan kyai "gagal" dlm meningkatkan kesadaran berpolitik islami pada umat Islam.

Pernah dilakukan survey, bagaimana perilaku kehidupan beragama pd warga DKI. Hasilnya sangat menggembirakan, dari semula 40% meningkat menjadi 65 persen dg jarak survey 5 thn (maaf sy sempat mendengar paparan narasumber, blm dpt ambil data). Artinya, warga Jakarta yang tadinya kesadaran menunaikan sholat, zakat, umroh, puasa, haji cuma 40 persen, kini sdh meningkat pesat. Kita bs saksikan fenomena masjid yang mulai ramai, org yag melaksnakan umroh membludak, bahkan antrian haji sampai 20 thn menunggu koata.

Pada batas ini, kyai dan ulama boleh dianggap "sukses" dalam dakwahnya dalam meningkatkan kesadaran bergama Islam. Namun, apakah hal ini bernading lurus dg kesuksesan kesadaran umat berpolitik Islami?
Inilah yang harus direnungkan kembali oleh ulama dan kyai dalam menyampaikan materi dakwahnya.

Beberapa kendala menyadarkan umat berpolitik islami;

  1. Adanya pemahaman yang sdh mapan di mayarakat, bhw politik itu kotor, sdgkan Islam bersih. Tdk boleh mencampuradukkan islam (baca: dakwah) dg politik
  2. Tertanamnya paham sekulerisme di tengah umat, bahkan di sebagian ulama, yang memisahkan kehidupan beragama dg kehidupan politik.
  3. Kekecewaan umat terhadap pelaku politik partai Islam yang tdk konsisten dgn visi dan misi (sekalipun partai sekuler dan nasional lebih banyak yang mengecewakan dibanding politikus islam, namun media berperan besar dlm upaya deislamisasi partai)
  4. Ajaran bbrpa gerakan Islam yang mengharamkan demokrasi, yang didalamnya pemilu dan pilkada
  5. Sebagian ulama dan kyai dalam dakwahnya hanya berani di wilayah aman dan tdk mau menyentuh politik.
SOLUSI DAN STRATEGI:
Melihat kenyataan diatas, para ulama dan kyai perlu mengubah metode dakwahnya, agar kesadarn berislam dg kesadaran berpolitik islami bisa berjalan beriringan dg baik. Antara lain:
  1. Berikan pemahaman dan penjelasan kpd umat bhw ajaran Islam bersifat komprehensif /menyentuh seluruh aspek kehidupan, mulai thoharah sampai daulah (tata negara). Al-Ghozali berkata: Ad-din ruhud daulah wad daulah yahmihi (agama adalah ruh negara, sdg negara adalah melidungi agama)
  2. Berikan pemahaman bhw demokrasi saat ini -meski blm utuh islami- harus diambil sbg wasilah pemenangan, bukan ghoyah (tujuan akhir).Dgn pemahaman ini, partai Islam Turki (Partai Keadilan dan Pembangunan) mampu didukung oleh seluruh elemen dan ormas-ormas Islam dan meemimpin Turki setidaknya 2 periode sekarang.
  3. Seburuk-buruknya pemimpin muslim, dia masih ke mesjid dan umat Islam dpt mengobrol dan membisiki hal-hal yang bermanfaat buat umat, dibanding yang non muslim. Jelas teman ngobrolnya adalah teman-temannya yang non muslim pula.
  4. Harus ada kurikulum dakwah yang bersifat komprehensif. Tdk melulu materi-materi ibadah, namun juga sosial, budaya dan politik dalam tinjauan Islam.
  5. Jika ulama dan kyai bernaung dlm suatu ormas Islam atau lembaga dakwah, hendaknya menawarkan program utk keberhasilan "kesadaran berpolitik islami" 
  6. Ulama dan kyai harus berani memyampaikan materi politik Islami. Maksudnya bagaimana seharusnya seorang muslim berpolitik dlm tinjauan islam. Meskipun tidak melulu mengarahkan meerka untuk memilih partai atau calon tertentu.
Wallahu a'lam bsi showaf
Al-haqir wal faqir ilaa robbihi kabir
Muhammad Jamhuri Asbar

Tidak ada komentar: