Selasa, 04 November 2008

Hakikat Kemenangan

”Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS.Al-Mulk: 1-2)

Suatu hari, Imam Ahmad bin Hambal dijebloskan ke dalam penjara karena tidak sejalan dengan kebijakan dan kamauan penguasa. Setelah beberapa lama tinggal di dalam penjara, beberapa murid Imam Ahmad bin Hambal datang mengunjungi sang Imam. Salah seorang muridnya bertanya, ”Wahai tuan guru, bukankah Kita berada di pihak yang benar?” Imam Ahmad bin Hambal menjawab, ”Ya, kita berada di pihak yang benar. Apakah selama ini engkau tidak yakin kita berada di pihak yang benar?”tanya Imam balik bertanya. Muridnya berkata, ”Jika kita berada di pihak yang benar, mengapa kita kalah? Mengapa tuan guru di penjara seperti ini?” Imam Ahmad bin Hambal menjawab, ”kemenangan itu berada saat kita berpegang teguh kepada kebenaran yang kita yakini. Kemenangan itu adalah keistiqomahan dalam mempertahankan suatu kebenaran. Kemenangan itu saat kita tidak bermaksiat kepada Allah SWT. Justru jika kita mengikuti penguasa yang zalim dan tidak mengindahkan lagi cara-cara kemaksiatan, meskipun kita menang, pada hakikatnya kita sudah kalah.”
Ahmad bin al-Hawari meriwayatkan dari Ibrahim bin Abdullah berkata, Ahmad bin Hambal berkata: ”Aku tidak pernah mendengar satu kalimatpun yang lebih dahsyat sejak aku di penjara ini selain ucapan seorang Badui kepadaku, ”Wahai Ahmad !, jika engkau terbunuh karena membela kebenaran, maka engkau akan mati dalam keadaan syahid. Dan jika engkau masih hidup maka engkau hidup dalam kemuliaan.” Dengan ucapan itu hatiku pun menjadi teguh”..
Allah SWT berfirman: ”Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS.Al-Mulk: 1-2)
Dari kisah Ahmad bin Hambal di atas dan juga firman Allah yang mulia tersebut, kita bisa memahami bahwa hakekat kemenangan itu adalah pada saat kita istiqomah dalam perjuangan al-Haq. Orang lain mungkin juga berpendapat sedang memperjuangkan al-Haq. Sama hal-nya dengan khalifah yang memenjarakan Imam Ahmad bin Hambal. Namun jika cara-cara yang dilakukan adalah dengan cara kemaksiatan, baik berupa intimidasi, ancaman, memasung rasa kemerdekaan manusia, pemukulan dan cara kotor lainnya, maka sebenarnya apa yang mereka lakukan adalah sebuah kekalahan. Kekalahan karena mengikuti langkah syaitan, kekalahan karena mengikuti hawa nafsu. Sebaliknya, orang yang istiqomah memperjuangkan sebuah kebenaran serta dengan cara yang benar maka sebenarnya dia lah yang menang, meski di hadapan manusia dia kalah.
Bukan hal yang tidak diketahui oleh Hasan cucu Rasulullah saw bahwa ia akan kalah dan menjadi korban jika datang ke Karbala melawan pasukan Yusuf bin al-Hajjaj al-Tasqofi panglima Yazid bin Muawiyah yang suka minum-minuman keras. Hasan telah dinasehati oleh Thalhah, Aisyah dan para sahabat lainnya agar tidak berangkat melawan pasukan Yazid. Namun ia tetap berangkan ke Karbala bersama para pendukungnya untuk menunjukkan suatu kebenaran, untuk melawan suatu kezaliman. Sebab Yazid telah mengkhianati perjanjian yang telah disepakti bersama dia dan ayahnya yang bernama Muawiyah. Keberangkatan Hasan ke Karbala untuk menunjukkan bahwa kebenaran harus menasehati kekeliruan, atau izharul haq, meskipun harus menanggung resiko kematian. Kenyataannya, cucu Rasulullah dipenggal kepalanya oleh Yusuf bin al-Hajjaj al-Tsaqofi. Namun cucu Rasulullah saw datang untuk memberi pelajaran bahwa kekeliruan harus diluruskan. Peristiwa ini pun bukan tidak diprediksi oleh Rasulullah saw saat beliau masih hidup. Sebagai seorang Nabi, beliau mendapat berita dari Allah akan nasib akhir cucunya ini. Itulah yang membuat beliau sangat sayang kepada kedua cucunya saat beliau masih hidup, hingga beliau tidak tega jika menyakiti cucunya saat menaikki beliau saat bersujud hingga beliau memperpanjang lamanya bersujud agar cucunya merasa puas bermain di atas punggung Rasulullah nan suci. Sabda beliau, ”Bagaimana aku akan menyakiti mereka, sementara aku mengetahui akhir hidup mereka?”
Segala sesuatu memang sudah termaktub di Lauhil Mahfudz; kaya, miskin, senang, susah, berkuasa, dan tidak berkuasa, semuanya sudah termaktub di Lauhil Mahfudz.. Namun yang Allah nilai dari segala proses hidup ini adalah, apakah kita mempersembahkan amal yang terbaik? Ataukah kita melakukan cara dan amal yang buruk?.Apakah kita tetap dalam taqwa?, apakah kita lebur dalam maksiat kepada Allah?
Jika kita tetap istiqomah dalam kebenaran, dan tetap memperjuangkan kebenaran tanpa kemaksiatan maka itulah hakikat kemenangan. Semoga Allah SWT meridhoi kita dan tetap mempercayai kita sebagai pejuang agamaNya pada masa-masa mendatang, hingga Allah mewariskan bumi ini kepada orang-orang Sholihin. Amin. ##

3 komentar:

Anonim mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Nieha mengatakan...

Kisah diatas sampai saat ini masih relevan.

Nieha mengatakan...

Kisah diatas sampai saat ini masih relevan.