Senin, 15 September 2008

Nuzulul Qur’an

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil )”
(QS: al-Baqarah: 185)

Ayat di atas menjelaskan dengan tegas bahwa bahwa al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT di bulan yang agung, yakni Ramadhan. Bulan Ramadhan yang merupakan bulan agung menjadi tambah keagungannya dengan dipilihnya sebagai waktu turunnya al-Quran. Dalam ayat lain dijelaskan pula bahwa al-Quran diturunkan pada malam kemuliaan (lailatul qodar). Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan” (QS.al-Qodar: 1). Malam kemuliaan adalah malam yang penuh berkah atau malam yang diberkati Allah SWT. Hal ini ditegaskan lagi oleh Allah SWT dengan firmanNya yang artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi[ dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan” (QS. Al-Dukhon: 2)
Ada dua model turunnya al-Qur’an: Pertama, al-Qur’an turun secara sekaligus berjumlah 30 juz dan 114 surat, yang Allah turunkan dari Lauhil Mahfudz ke langit dunia. Redaksi al-Qur’am saat menjelaskan turunnya al-Qur’an secara sekaligus itu menggunakan lafadz “anzala” dan sejenisnya. Sebagai contoh ayat-ayat yang disebutkan di atas adalah model turunnya al-Quran secara sekaligus.
Kedua, al-Qur’an diturunkan secara bertahap, dari langit dunia ke bumi. Dalam hal menerangkan turunnya al-Quran menurut model ini, al-Qur’an menggunakan redaksi “nazzala” dan sejenisnya. Seperti firman Allah SWT yang artinya, “Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS.Al-Isra: 82). Juga firman Allah SWT yang artinya: “Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).” (QS. Al-Furqon: 32). Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah: Al Quran itu tidak diturunkan sekaligus, tetapi diturunkan secara berangsur-angsur agar dengan cara demikian hati nabi Muhammad s.a.w menjadi kuat dan tetap, serta kuat hafalannya.
Pada tahap turunnya al-Quran secara berangsur atau bertahap, maka ada ayat yang turun di bulan Ramadhan, ada pula ayat yang turun di bulan Syawal, Dzulhijjah dan bulan-bulan lainnya, sesuai dengan peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat-ayat tersebut. Itulah yang disebut dengan dengan asbabun nuzul (sebab turunnya ayat).
Meskipun pada tahapan turunnya ayat al-quran secara berangsur terjadi pada berbagai bulan, namun ayat dan wahyu pertama yang diturunkan ke bumi, yakni surat al-Alaq ayat 1-5, adalah ayat yang diturunkan pada malam bulan Ramadhan, tepatnya pada malam ke 17 bulan Ramadhan. Demikian menurut pendapat sebagian ulama
Jika mengamati ayat-ayat di atas, maka jelas bagi kita bahwa ada hubungan dan korelasi antara turunnya al-Qur’an dengan bulan Ramadhan. Oleh sebab itu Ramadhan sering pula dijuluki sebagai “Syahrul Qur’an” (bulan al-Qur’an). Selain karena al-Qur’an turun pada bulan Ramadhan, Nabi saw pun banyak mengulang bacaan al-Qur’an (tasmi’) di hadapan malaikat Jibril di bulan Ramadhan. Oleh sebab itu, banyak umat Islam memperbanyak baca al-Quran pun di bulan Ramadhan. Bahkan tidak sedikit para sahabat mengkahatamkan al-Qur’an dalam sehari sebanyak tiga kali khatam, ada pula yang sehari sekali khatam, ada pula yang khatam dalam waktu tiga hari.
Al-Qur’an berfungsi sebagai hudan (petunjuk), bayyinat (penjelas) dan furqon (pembeda antara kebenaran dan kebatilan). Tiga fungsi ini tidak akan berdaya apa-apa jika umat Islam tidak kembali mempelajarinya, memahaminya dan mengamalkannya. Betapa masih banyak umat Islam tidak mengerti akan ajaran Islam itu sendiri. Betapa masih banyak umat Islam yang tidak menggunakan al-Quran sebagai petunjuk dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam skala individu, masyarakat maupun Negara. Betapa banyak umat islam masih bingung untuk membedakan antara hak dan batil, antara kebenaran dan kebatilan akibat serangan media yang bertubi-tubi dalam memberikan fakta dan informasi yang bias. Oleh sebab itu tidak ada kata lain agar al-Quran dapat berfungsi sebagaimana yang termaktub dalam surat al-Baqarah ayat 185 kecuali umat Islam harus mempelajari dan mengamalkan isi ajaran al-Qur’an.
Dewasa ini, masih banyak umat Islam yang memperlakukan al-Quran pada tataran kulitnya saja. Mereka menggunakan al-Quran hanya dalam acara-acara ceremonial saja, seperti pada peringatan hari-hari besar Islam, saat selamatan kematian sanak saudara serta saat pernikahan. Dalam acara pernikahan bahkan al-Qur’an dijadikan sebagai mas kawin atau mahar bagi calon pengantin. Setelah mereka menikah dan memiliki banyak anak, terkadang al-quran sudah tidak disentuh lagi, diletakkan di lemari hingga berdebu-debu. Padahal seharusnya ia dibaca setiap hari. Sebab, setiap kali Allah SWT menyebut kata “membaca” selalu menggunakan redaksi fiil mudhore (present continius tense) yakni “yatluu aayatiihi” (membaca ayat-ayatNya). Penggunaan kata kerja present continius tense mengisyaratkan bahwa al-qur’an hendaknya dibaca secara kontinyu dan terus menerus, setidaknya ia dibaca setiap hari.
Seorang pengamat mengatakan, “Umat Islam dapat maju jika dia berpegang teguh dan mengamalkan Kitabnya, sementara umat lain dapat maju dengan meninggalkan kitabnya (sekulerisme)”. Jika analisa pengamat itu benar, maka tidak ada kata lain agar umat Islam maju selain kembali kepada al-Qur’an, yakni dengan cara mempelajari, memahami dan mengamalkannya.##

Tidak ada komentar: