“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, yakni beberapa hari yang telah ditentukan”. (Al-Baqarah: 183-184)
Ibadah, dalam Islam, telah ditentukan waktu-waktunya. Ditentukannya waktu-waktu ini mengajarkan kepada kita agar memiliki sifat disiplin dalam hidup. Bekerja dan beribadah sesuai dengan waktunya. Sehingga target-target kerja dapat terealisir sesuai waktunya.
Dalam shalat, kita diperintahkan untuk memperhatikan waktu-waktunya. Perputaran matahari dari pagi hingga malam menjadi perhatian kita dalam melaksanakan ibadah shalat.
Dalam zakat, kita juga diperintahkan memperhatikan waktu dan nishab harta yang kita miliki. Haul adalah ukuran waktu setahun harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Demikian juga zakat fitrah; kewajiban mengeluarkannya dimulai sejak malam idul Fitri hingga sebelum selesainya sholat id. Sebagian ulama memperbolehkan mempercepat pembayaran zakat fitrah sebelum malam id untuk mempermudah pendistribusian kepada mustahiq dengan tepat.
Dalam ibadah puasa, Allah telah menentukan waktu berpuasa, yakni selama sebulan Ramadhan penuh. Kecuali bagi mereka yang udzur atau karena sakit dan bepergian. Maka boleh ditunda (qodho) pada hari-hari lain sebanyak hari yang ditinggalkannya.
Dalam ibadah haji, Allah pun menentukan bulan-bulan tertentu sebagai waktu musim haji, yakni pada bulan Syawal, Dzulqo’dah dan Dzulhijjah. Tidak boleh seseorang melaksanakannnya di bulan Muharram misalnya. Selain itu tempat untuk melaksanakan ibadah haji juga telah ditentukan; yakni di Tanah Suci Makkah al-Mukarramah dan padang Arafah. Tidak boleh melaksanakan ibadah haji di tempat lain seperti Lahore, Qodhiyan, Jakarta atau kota lainnya.
Penentuan waktu-waktu dalam ibadah ini disebabkan karena hidup manusia juga terikat dengan waktu. Waktu adalah hidup. Sebagaimana firman Allah SWT, “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah ia adalah waktu-waktu yang disediakan bagi manusia dan ibadah haji”.
Manusia diibaratkan seperti bulan. Pada saat awal bulan, bulan tampak kecil. Kemudian ia membesar pada saat purnama. Dan akhirnya lama kelamaan bulan pun mengecil kembali hingga tidak tampak lagi. Demikian juga manusia. Dahulu kita belum terlahir di dunia, lalu lahir dalam keadaan bayi yang kecil dan lemah. Lalu besar menjadi dewasa dengan segala kekuatannya, setelah itu kita akan memasuki usia tua dengan melemahnya segala tenaga, gigi, rambut serta anggota tubuh lainnya. Dan pada saat ajal tiba, kita pun tidak berada lagi di dunia. Selesailah peran kita di dunia. Tinggal menunggu keputusan Allah, apakah kita akan disiksa atau dimasukkan dalam surga.
Umat Nabi Muhammad seperti kita ini adalah umat yang diberi jatah usia lebih pendek dibanding jatah usia yang diberikan kepada umat Nabi-nabi sebelumnya. Nabi Nuh AS saja berusia 900 tahunan, demikian juga nabi-nabi lainnya. Sedangkan Nabi Muhammad meninggal dunia dalam usia 63 tahun.
Namun berkat rahmat dan karunia Allah kepada Nabi Muhammad saw dan umatnya, Allah menyediakan pahala ibadah berlipat ganda jika dilakukan pada waktu, tempat dan kondisi tertentu. Seperti halnya ibadah puasa dan i’tikaf. Dalam bulan Ramadhan Allah memberi ganjaran setingkat pahala wajib atas amalan sunnah. Allah juga melipat gandakan pahala atas amalan wajib.
Dalam malam Lailatul Qodar, Allah memberi pahala bagi orang yang beribadah pada malam itu senilai ibadah selama 1000 bulan (kurang lebih 83 tahun). Sebagaimana firman Allah SWT, “Lailatul Qodar itu lebih baik dari (ibadah) seribu bulan” (QS; Al-Qodar:3).
Untuk tempat, Allah telah memberi 100.000 kali lipat pahala bagi orang sholat di Masjidil Haram, 10.000 kali lipat di Masjid Nabawi dan 1000 kali lipat di Masjidil aqsha, dibanding sholat di masjid-masjid lain.
Untuk kondisi, Allah akan memberi pahala 27 kali lipat bagi mereka yang melaksanakan sholat dalam kondisi berjamaah, dibanding sholat sendirian (infirodi).
Oleh karena itu, alangkah meruginya kita bila tidak memanfaatkan dengan sebaik-baiknya kesempatan waktu, tempat dan kondisi yang Allah lipatgandakan pahalanya itu.
Mungkin tidak semua dari kita mempunyai kesempatan untuk pergi ke Makkah, Madinah dan Masjidil Aqsha. Namun ada waktu-waktu tertentu yang Allah berikan untuk mendapat ibadah yang pahalanya berlipat ganda. Salah satunya adalah ibadah di bulan Ramadhan. Demikian juga qiyamullail pada malam Lailatul Qodar yang biasanya ada di sepuluh terakhir bulan Ramadhan.
Demikian juga sholat berjamaah yang pahalanya 27 kali lipat dibanding dengan pahala sholat sendirian. Kesempatan-kesempatan itu Allah berikan kepada kita yang memang jatah usia kita tidak sepanjang umat-umat sebelum Nabi Muhammad saw.
Oleh karena itu, kesempatan Ramadhan kali ini tidak boleh kita sia-siakan. Karena boleh jadi Ramadhan kali ini adalah Ramadhan terakhir dalam hidup kita. Boleh jadi kita tidak akan bertemu Ramadhan tahun depan. Sementara ‘tabungan’ pahala kita baru sedikit dibanding dosa yang kita lakukan di dunia. Lalu, apa yang kita siapkan saat kita dibangkitkan dalam kubur nanti untuk menjawab segala pertanyaan malaikat yang Allah utus? Jawaban apa yang kita siapkan untuk menjawab pengadilan Allah di hari kiamat nanti? Bekal pahala apa yang kita siapkan saat menghadap Allah?
Allah telah memberi jamuanNya kepada kita di Ramadhan yang mulia ini. Sambutlah jamuanNya dengan suka cita dengan meningkatkan amal ibadah. ###
Ibadah, dalam Islam, telah ditentukan waktu-waktunya. Ditentukannya waktu-waktu ini mengajarkan kepada kita agar memiliki sifat disiplin dalam hidup. Bekerja dan beribadah sesuai dengan waktunya. Sehingga target-target kerja dapat terealisir sesuai waktunya.
Dalam shalat, kita diperintahkan untuk memperhatikan waktu-waktunya. Perputaran matahari dari pagi hingga malam menjadi perhatian kita dalam melaksanakan ibadah shalat.
Dalam zakat, kita juga diperintahkan memperhatikan waktu dan nishab harta yang kita miliki. Haul adalah ukuran waktu setahun harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Demikian juga zakat fitrah; kewajiban mengeluarkannya dimulai sejak malam idul Fitri hingga sebelum selesainya sholat id. Sebagian ulama memperbolehkan mempercepat pembayaran zakat fitrah sebelum malam id untuk mempermudah pendistribusian kepada mustahiq dengan tepat.
Dalam ibadah puasa, Allah telah menentukan waktu berpuasa, yakni selama sebulan Ramadhan penuh. Kecuali bagi mereka yang udzur atau karena sakit dan bepergian. Maka boleh ditunda (qodho) pada hari-hari lain sebanyak hari yang ditinggalkannya.
Dalam ibadah haji, Allah pun menentukan bulan-bulan tertentu sebagai waktu musim haji, yakni pada bulan Syawal, Dzulqo’dah dan Dzulhijjah. Tidak boleh seseorang melaksanakannnya di bulan Muharram misalnya. Selain itu tempat untuk melaksanakan ibadah haji juga telah ditentukan; yakni di Tanah Suci Makkah al-Mukarramah dan padang Arafah. Tidak boleh melaksanakan ibadah haji di tempat lain seperti Lahore, Qodhiyan, Jakarta atau kota lainnya.
Penentuan waktu-waktu dalam ibadah ini disebabkan karena hidup manusia juga terikat dengan waktu. Waktu adalah hidup. Sebagaimana firman Allah SWT, “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah ia adalah waktu-waktu yang disediakan bagi manusia dan ibadah haji”.
Manusia diibaratkan seperti bulan. Pada saat awal bulan, bulan tampak kecil. Kemudian ia membesar pada saat purnama. Dan akhirnya lama kelamaan bulan pun mengecil kembali hingga tidak tampak lagi. Demikian juga manusia. Dahulu kita belum terlahir di dunia, lalu lahir dalam keadaan bayi yang kecil dan lemah. Lalu besar menjadi dewasa dengan segala kekuatannya, setelah itu kita akan memasuki usia tua dengan melemahnya segala tenaga, gigi, rambut serta anggota tubuh lainnya. Dan pada saat ajal tiba, kita pun tidak berada lagi di dunia. Selesailah peran kita di dunia. Tinggal menunggu keputusan Allah, apakah kita akan disiksa atau dimasukkan dalam surga.
Umat Nabi Muhammad seperti kita ini adalah umat yang diberi jatah usia lebih pendek dibanding jatah usia yang diberikan kepada umat Nabi-nabi sebelumnya. Nabi Nuh AS saja berusia 900 tahunan, demikian juga nabi-nabi lainnya. Sedangkan Nabi Muhammad meninggal dunia dalam usia 63 tahun.
Namun berkat rahmat dan karunia Allah kepada Nabi Muhammad saw dan umatnya, Allah menyediakan pahala ibadah berlipat ganda jika dilakukan pada waktu, tempat dan kondisi tertentu. Seperti halnya ibadah puasa dan i’tikaf. Dalam bulan Ramadhan Allah memberi ganjaran setingkat pahala wajib atas amalan sunnah. Allah juga melipat gandakan pahala atas amalan wajib.
Dalam malam Lailatul Qodar, Allah memberi pahala bagi orang yang beribadah pada malam itu senilai ibadah selama 1000 bulan (kurang lebih 83 tahun). Sebagaimana firman Allah SWT, “Lailatul Qodar itu lebih baik dari (ibadah) seribu bulan” (QS; Al-Qodar:3).
Untuk tempat, Allah telah memberi 100.000 kali lipat pahala bagi orang sholat di Masjidil Haram, 10.000 kali lipat di Masjid Nabawi dan 1000 kali lipat di Masjidil aqsha, dibanding sholat di masjid-masjid lain.
Untuk kondisi, Allah akan memberi pahala 27 kali lipat bagi mereka yang melaksanakan sholat dalam kondisi berjamaah, dibanding sholat sendirian (infirodi).
Oleh karena itu, alangkah meruginya kita bila tidak memanfaatkan dengan sebaik-baiknya kesempatan waktu, tempat dan kondisi yang Allah lipatgandakan pahalanya itu.
Mungkin tidak semua dari kita mempunyai kesempatan untuk pergi ke Makkah, Madinah dan Masjidil Aqsha. Namun ada waktu-waktu tertentu yang Allah berikan untuk mendapat ibadah yang pahalanya berlipat ganda. Salah satunya adalah ibadah di bulan Ramadhan. Demikian juga qiyamullail pada malam Lailatul Qodar yang biasanya ada di sepuluh terakhir bulan Ramadhan.
Demikian juga sholat berjamaah yang pahalanya 27 kali lipat dibanding dengan pahala sholat sendirian. Kesempatan-kesempatan itu Allah berikan kepada kita yang memang jatah usia kita tidak sepanjang umat-umat sebelum Nabi Muhammad saw.
Oleh karena itu, kesempatan Ramadhan kali ini tidak boleh kita sia-siakan. Karena boleh jadi Ramadhan kali ini adalah Ramadhan terakhir dalam hidup kita. Boleh jadi kita tidak akan bertemu Ramadhan tahun depan. Sementara ‘tabungan’ pahala kita baru sedikit dibanding dosa yang kita lakukan di dunia. Lalu, apa yang kita siapkan saat kita dibangkitkan dalam kubur nanti untuk menjawab segala pertanyaan malaikat yang Allah utus? Jawaban apa yang kita siapkan untuk menjawab pengadilan Allah di hari kiamat nanti? Bekal pahala apa yang kita siapkan saat menghadap Allah?
Allah telah memberi jamuanNya kepada kita di Ramadhan yang mulia ini. Sambutlah jamuanNya dengan suka cita dengan meningkatkan amal ibadah. ###
Tidak ada komentar:
Posting Komentar