Minggu, 05 Agustus 2018

Haji Adalah Training Kecerdasan

INSPIRASI HAJI

Haji adalah Training Kecerdasan

Nabi saw bersabda, “Orang yang cerdas adalah orang yang selalu menahan hawa nafsu dan beramal untuk bekal setelah kehidupan”. Dengan kata lain, orang cerdas adalah orang yang selalu ingat akan kematian. Bagai orang yang akan bepergian jauh, maka orang cerdas akan mempersiapkan segala perbekalannya, merencanakan kejelasan tujuannya, dan suasana apa yang hendak dirasakan setelah tiba di tempat tujuan. Dan orang bodoh adalah orang yang melakukan perjalanan tanpa jelas tujuannya.

Hampir seluruh prosesi ibadah haji memberi kesan dan pesan agar pelakunya mengingat pada kematian. Mandi ihram mengingatkan jenazah diri kita akan dimandikan. Memakai pakaian ihram yang hanya dibalut kain putih mengingatkan jenazah kita akan dikafani kain putih. Shalat sunnah ihram mengingatkan pada jenazah kita yang akan dishalatkan. Perjalanan kita menuju Rumah Allah mengingatkan ruh kita akan bertemu Allah swt. 

Salah seorang jamaah umroh saat akan berpisah dengan para keluarga yang mengantarnya di bandara, berkata, “Saya seperti akan meninggal dunia saja”. Keluarga yang mengantarnya berkata, “Mengapa emak berkata demikian? Kami berharap Emak selamat sampai kembali ke Tanah Air”. Ibu itu berkata, “Bagaimana Emak tidak merasa seperti mati? Bukankah saat Emak wafat nanti akan diantar oleh kalian semua? Namun pada saat Emak dimasukkan dalam kubur nanti, kalian tidak ikut masuk ke dalam kuburan? Nah, begitu juga dengan. Emak. Kalian berbondong mengantar Emak ke bandara, namun saat Emak naik pesawat dan berangkat ke Mekkah, kalian tidak bisa ikut dan kembali ke rumah masing-masing?”

Ada sabda Nabi saw yang berbunyi, “Apabila manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal; shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya.”  Hadist ini bukan menjelaskan bahwa pahala yang pernah ditanamnya akan terputus, akan tetapi saat manusia wafat, maka ia tidak bisa lagi beramal. Ia tidak bisa lagi melaksanakan shalat, membaca quran, bersedekah, dan lainnya. Sehingga pahala ibadah tersebut hanya dapat diciptakan pada saat ia masih hidup. Namun tiga amalan yang disebutkan nabi saw dalam hadist ini justru sebaliknya. Meski pelakunya sudah tidak produktif menghasilkan pahala karena terputusnya amal, namun tiga amalan itu justru mengalir terus pahalanya.

Dengan demikian, mengingat kematian bukanlah membuat lemah semangat berprestasi. Sebaliknya, mengingat kematian akan membuat etos kerja meningkat. Mengapa? Karena ia harus mendapat penghasilan lebih agar dapat bersedekah jariyah, ia mampu membeli tanah atau gedung untuk diwakafkan agar mendapat pahala yang terus mengalir. Ia juga akan semangat menuntut ilmu, agar ilmunya dapat diamalkan dan berpahala mengalir walau ia pada akhirnya akan wafat. Ia juga akan semangat membangun generasi yang shalih, baik pada anak biologisnya maupun anak ideologisnya. Sehingga anak didiknya mendoakan dirinya meski ia sudah wafat.

Jadi, haji adalah training mengingat kematian. Dan orang yang mengingat kematian adalah orang cerdas. Dan orang yang cerdas adalah yang bekerja keras, ikhlas, mawas, berprestasi dan dapat meninggalkan sesuatu yang terus bermanfaat meski dia telah wafat.



Tidak ada komentar: