Senin, 28 Mei 2018

Imsak, Bid’ah dan Sahur Kangkung


Sentilan-Sentilun ala UJ (Ustadz Jamhuri)

“Pak ustadz, saya mau tanya nih. Apa benar istilah “imsak” yang terdapat dalam Jadwal Puasa atau yang sering diperingatkan merbot masjid menjelang subuh itu bid’ah?. Soalnya saya dapat share WA begitu ustadz?” Tanya seorang jamaah usai shalat taraweh.

“Memangnya bapak tahu, imsak itu apa artinya?” Ustadz balik bertanya

“Imsak itu kan artinya tidak boleh makan dan minum, pak ustadz.” Jawabnya

“Masya Allah..! cakep…. Bapak pernah di pesantren kayaknya nih, ya pak?” Ustadz memuji sambil bertanya.

“Hehehe…cuma pesantren kilat, pak ustadz….” Jawab jamaah sambil tersenyum.

“Sekarang kan sudah zaman smartphone pak ustadz, jadi informasi apa saja dapat cepat diakses, termasuk masalah imsak ini.” Jamaah melanjutkan.

“Betul, zaman sekarang, Mbah Goegle menjadi rujukan jutaan orang termasuk masalah agama. Padahal Mbah Goegle itu belum diketahui agamanya, bahkan jenis kelamin aja belum diketahui.” Ustadz menimpali.

“Hehe..betul ustadz. Jadi…, bagaimana dong jawabannya?, apa betul istilah ”imsak” itu bid’ah, pak ustadz.?” Jamaah kembali bertanya pokok persoalan.

“Begini, kalau bicara tentang bid’ah mah panjang deh… definisi bid’ah saja masih belum disepakati. Belum lagi perselisihan tentang pembagian bid’ah. Nah supaya tidak panjang lebar, saya langsung ke pokok masalah imsak  saja dah.” Ustadz mencoba menyampaikan prolog sebelum menjawab.

“Bener pak ustadz, langsung to the point aja dah….” Pinta jamaah.

“Begini, shoum atau shiyam atau puasa secara etimolgi (bahasa) adalah Imsak atau menahan atau meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa. Sedang secara istilah syar’i, puasa adalah meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa sejak terbit fajar (subuh) hingga terbenam matahari (maghrib). Nah dari pengertian ini, maka puasa itu dimulai sejak subuh…..” Ustadz mulai menjelaskan.

“Tapi tadz, kok imsak itu dimulai sepuluh menit sebelum subuh? “ sahut jamaah memotong penjelasan ustadz.

“Sabar…. Saya lanjutkan keterangannya. Jadi, secara hukum, tetap saja puasa itu star-nya sejak waktu subuh, bukan sepuluh menit sebelum subuh. Hanya saja, agar orang-orang prefer dan hati-hati, maka diberitahu untuk bersiap-siap meninggalkan makanan sepuluh menit sebelum subuh dengan istilah imsak. Maka kita sering diingatkan melalui masjid dengan kalimat “imsaaak….imsaak…” itu tujuannya untuk berhati-hati agar jangan sampai kita masih makan sehingga masuk waktu subuh.” Jelas ustadz

“Dan lagi, Kebiasaan imsak itu sudah ada sejak zaman Nabi dan para sahabat, serta sudah dibahas oleh para alim ulama, meskipun dalam bentuk lain.

Zaid bin Tsabit berkata, “Kami pernah sahur bersama Rasulullah saw kemudian beliau shalat (subuh). Anas bertanya, “Berapa lama jeda antara adzan (subuh) dan sahur?” Saya (Zaid) menjawab, “Sekitar membaca quran sebanyak 50 ayat”.(HR: Bukhori. No 1921).

Imam Syafi’I berkata, “Aku menyukai sahur tidak tergesa-gesa sehingga dekat dengan waktu subuh, aku menyukai menghentikan sahur sebelum mendekati waktu itu (subuh)” (Al-Umm juz.2 hal 105)

Imam Ibnu Hajar mengomentari hadist di atas, yakni “seukuran membaca 50 ayat al-Quran”  yaitu ukuran membaca yang sedang, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. Sehingga para ulama kita menmperkirakan dan mengkonversi waktu jeda imsak dan waktu subuh itu sama dengan sepuluh menit. “ Jelas ustadz panjang lebar.

“Ohhh gitu..ya pak ustadz,?... jadi, kita tidak boleh makan-minumnya  itu dimulai saat imsak atau subuh pak ustadz?”…Tanya jamaah lagi

“ Ya tetap saja, waktu puasa dikembalikan kepada definisinya, yaitu meninggalkan makan, minum dan bergaul suami isteri di mulai dari terbit fajar (subuh)."Imsak" hanya bentuk peringatan sebelum benar-benar masuk dimulainya puasa. “ Ustadz menjelaskan.

“Tapi ustadz….., kata ustadz di Youtube, harus ganti kata “imsak”nya dengan kata lain, yaitu dengan kata “tanbih” (peringatan!). Jadi, jangan lagi “imsaaaak…..imsaaak…” tapi “Tanbiiih…tanbiiih...”. Gitu ustadz, bagaimana menurut ustadz,,,? Tanya jamaah lagi.

“Terserah mau pakai kata apapun, gak ada larangan, kok. Tapi kan kita sudah akrab dengan kata “imsak” daripada kata “tanbih”. Bahkan kata “imsak” lebih dekat kepada pesan mengingatkan menahan dari makan dan minum. Andaikata kata “imsak….imsak.” dikhawatirkan dapat memberi kerancuan bahwa puasa dimulai dari waktu imsak dan bukan dari waktu subuh, itu tinggal kita beri pengertian melalui pengajian. Sama halnya lafadz iqomat dalam bab shalat, kan lafadznya adalah “Qod qoomatis sholah, qod qoomatis sholah” itu kan menggunakan fi’il madhi? Kata kerja lampau, yang berarti shalat sudah ditegakkan? Padahal kan shalatnya baru mau mulai? Jadi “qood qoomatis sholah” itu bukan pemberitahuan bahwa shalat sudah ditegakkan, tapi baru akan dilaksanakan?. Nah, demikan juga dengan kata “imsaak…imsak” bukan berarti sudah mulai puasa, tapi memberi peringatan bahwa sebentar lagi waktu puasa dimulai, yakni waktu subuh, maka bersiap-siaplah meninggalkan makan-minum.” Ustadz menjelaskan panjang lebar.

“Ohhhhh..begitu....cakep nih penjelasannya..” Jamaah menimpali sambil mengangguk-anggukkan kepala dan isyarat jempol  tanda setuju.

“Nah, terkait dengan masalah imsak ini, saya mendapat kasus pertanyaan yang sulit saya jawab…” Ustadz menambahkan.

“Kasus apa itu ustadz…..?” Jamaah Tanya dengan penuh penasaran.

“Begini, ada orang yang “Anti Imsak”, lalu saat imsak dia belum bangun dari tidurnya. Isterinya sudah mengingatkan, “Pak bangun, pak, sebentar lagi imsak !.” Si Bapak sambil malas-malas berkata, “Ah, apa itu imsak?, wong puasa itu mulainya subuh kok, aku ta tdur lagi lah, lima menit lagi bangun, nanti aku sahur.”… Nah..ternyata dia bangun dua menit sebelum subuh. Dia pun langsung ke dapur cari makanan. Dia tidak menemukan makanan. Kemudian menuju kulkas. Di kulkas pun gak ada makanan, yang dia lihat hanya seikat kangkung yang terletak di bagian freezer. Karena waktu sahur sudah sempit, dia langsung makan kangkung itu…tapi ternyata kangkungnya beku. Akhirnya dia cuci kangkung itu dengn air sambil diperasnya agar es-nya mencair. Setelah lumayan agak halus, dia pun memakan bagian daunnya hingga sampai ke tonggorkan. Sedangkan batang kangkungnya masih di area mulut dam gigi. Nah di tengah-tengah kondisi seperti itu, tiba-tiba terdengar azan subuh. Dia  jadi bingung, kalau dia cabut kangkungnya, dia kahwatir muntah. Sedangkan muntah dengan sengaja adalah membatalkan puasa. Namun jika dia biarkan, maka batang kangkung masih berada di lokasi gigi dan mulut. Nah, lalu dia tanya saya, bagaimana hukumnya ini, pak ustadz….? Ustadz bercerita.

“Ha….ha....ha…..” Jamaah tertawa terpingkal-pingkal lama sampai keluar air mata

“Lalu…bagaimana jawaban pak ustadz pada orang itu, ustadz..?” Tannya Jamaah penasaran

“Ah..sudah…nanti tambah panjang lagi…. Sudah-sudah…. Saya mau pulang, sudah larut malam nih… rumah saya jauh…. “ Sanggah ustadz sambil berpamitan.

Tidak ada komentar: