Selasa, 22 Mei 2018

TIDUR ORANG PUASA ITU IBADAH: BANYAK TIDUR, BANYAK PAHALA? AH,YANG BENAR..?


“Pak ustadz, saya mendengar hadits Nabi saw, bahwa tidurnya orang puasa itu adalah ibadah? Berarti orang puasa itu kalau banyak tidur banyak pahalanya dong?” tanya seorang jamaah taraweh usai shalat taraweh.

“Itu hadis menjelaskan tentang keutamaan ibadah puasa, bukan keutamaan tidur?” Jawab ustadz. “Maksudnya ustadz?” Tanya jamaah.

“Tidur orang puasa itu bernilai ibadah karena ikut dengan kondisi dia sedang puasa. Jadi, yang bernilai ibadahnya adalah puasanya, bukan tidurnya. Cuma, karena tidurnya dilakukan bersamaan dia sedang ibadah puasa maka tidurnya pun bernilai ibadah.” Jelas ustadz panjang lebar.

“Bisa diperjelas lagi ustadz?” pinta jamaah.

“Begini, satunya-satunya ibadah yang dapat dilakukan secara mandiri dan dapat dilakukan sambil tidur adalah puasa. Bayangkan, bisa gak sholat dilakukan sambil tidur? Gak ‘kan..? Atau ibadah haji, lalu dia thawaf dengan mandiri sambil tidur? ‘Kan, gak bisa kalau gak dibantu orang mendorong dia thowaf?,  Atau zakat? Bisa gak sambi tidur dia bayar zakat? Gak mungkin kan? Nah..satu-satunya ibadah yang bisa dilakukan secara mandiri sambil tidur adalah puasa. Karena meskipun seseorang sedang tidur, tapi kan dia juga sedang puasa? Sedang ibadah? Oleh sebab itu, bukan tidurnya yang ibadah tapi puasanya. Jadi menurut hemat saya, hadist itu menjelaskan bahwa orang yang sedang tidur dalam keadaan puasa maka dia tetap sedang beribadah, yaitu ibadah puasa, bukan ibadah tidur”. Jelas ustadz panjang lebar.

“Jadi kaitannya dengan pertanyaan saya tadi apa ustadz?” tanya jamaah.

“Jadi, pemahaman bahwa banyak tidur maka banyak pahala itu salah. Hadist itu harus dipahami dengam mafhum muwafaqoh. Yakni, kalau puasa dalam kondisi tidur saja mendapat pahala, apalagi jika sambil tilawah al-quran, zikir, sedekah dan lain-lain, maka pahalanya lebih berlipat ganda...” Jawab ustadz.

“Tapi kan itu cuma sunnah ustadz?”  sanggah jamaah.

“Nah ini ni...ini lagi kesalahan kita...banyak orang salah menyikapi sunnah?” Sahut ustadz.

“Sunnah kan jika dilakukan mendapat pahala dan jika tidak dilakukan tidak apa-apa, pak ustadz? Apanya yang salah?” sanggah jamaah.

“Definisinya benar, tapi yang salah penyikapannya. Kita sering konsentrasi pada bagian akhir definisi sunnah yaitu jika tidak dilakukan tidak apa-apa, akhirnya kita menyepelekan amalan sunnah, kenapa tidak konsentrasi ke bagian pertama definisi itu? Yaitu jika dilakukan akan mendapat pahala? Apalagi di bulan Ramadhan ini, pahala ibadah sunnah diganjar dengan pahala wajib.” Jelas ustadz.

“Benar ustadz, selama ini kita sering salah menyikapi hadist atau fiqih ustadz, terima kasih ustadz.” Ujar Jamaah menutup dialog.


Sentilan-Sentilun UJ (Ust. Jamhuri)



Tidak ada komentar: