Rabu, 23 Mei 2018

Puasa; Semakin Mulutnya Bau, Semakin Wangi Kaya Kesturi? Masa sih...?


Sentilan Sentilun Ala U.J. (Ust. Jamhuri)
Puasa; Semakin Mulutnya Bau, Semakin Wangi Kaya Kesturi? Masa sih...?

“Ustadz, saya bingung dengan hadist Nabi saw, katanya, bau mulutnya orang puasa itu wangi bagaikan kesturi disisi Allah? Berarti, semakin bau mulut kita, semakin wangi dong di sisi Allah?” Tanya jamaah usai shalat taraweh.

“Yang bikin bingung memang apanya?” Ustadz balik tanya.
“Begini pak ustadz, Islam kan mengajarkan kita hidup bersih, bahkan kita dianjurkan memakai wewangian, kok di puasa mulut yang bau sama dengan wanginya kesturi? Berarti kita mendingan gak sikat gigi aja...biar mulut semakin bau sehingga semakin wangi di sisi Allah?.” Jamaah menjelaskan.

“Itu disebabkan bentuk kepasrahan dan ketundukan” jawab ustadz singkat.
“Maksudnya apa ustadz?” tanya jamaah penasaran.

“Semakin tunduk dan pasrah pada perintah Allah, semakin dimuliakan Allah, betapapun kondisinya” ustadz mulai menjelaskan.

“Bisa diperjelas lagi ustadz?” tanya jamaah.

“Bapak pernah ikut pramuka atau kepanduan? Atau ikut Outbond?” Tanya ustadz.

“Pernah dulu di SMA ustadz, Outbound juga pernah waktu perusahaan mengadakan Training Leadership” Jawab jamaah.

“Nah, saat bapak ikut kemah atau outbond, kita pernah kan seharian gak mandi, bahkan kita diperintah merangkak di selokan air yang kotor, baju kita kotor, gak mandi, gak bersih-bersih sampai menjelang maghrib baru selesai dan baru boleh bersih-bersih? Iya kan?” Tanya ustadz.

“Betul, ustadz.” Jawab jamaah.

“Nah, saat itu kita lakukan karena kita taat pada perintah komandan atau ketua regu, dan tak seorang pun membantah perintah mereka, karena kita takut sangsi atau tidak mau dikatakan sebagai peserta yang membandel, sehingga kita rela berkotor-kotor dan gak mandi seharian, apalagi sikat gigi, bahkan kadang kita tidak sempat ganti pakaian selama 2 hari, walaupun pakaian kita sudah terasa bau dengan keringat. Iya kan?, Nah demikian juga dengan kita terhadap Allah, Allah suka kepada kita jika kita mentaatinya walaupun resiko keadaan yang tidak kita inginkan. Sebagai contoh, dalam ibadah haji, selama ihrom, jamaah dilarang memakai baju berjahit bagi lelaki, tidak boleh pakai wewangian dalam bentuk apapun, agar mereka sadar akan jati dirinya bahwa saat wafat, mereka hanya berpakaian kain kafan, jenazah akan bau seperti bangkai. Sehingga mereka akan merenung tentag akhir hidup ini. Mereka rela meninggalkan kemewahan pakaian dan wewangian karena tunduk akan perinah Allah sehingga Allah menyukai mereka karena mereka tunduk akan perintah Allah, Hingga dalam hadist qudsi Allah swt berkata pada Malaikat, “Wahai para Malaikat, lihatlah hamba-hambaku, mereka datang dari jauh dalam keadaan pakain berkumal-kumal dengan debu  semata-mata ingin mendapat ampunanKu, saksikanlah bahwa Aku telah mengampuni dosa mereka.”. Di sini Allah membanggakan orang seperti itu di hadapan para malaikatNya.” Ustadz menjelaskan panjang lebar.

“Tapi ustadz, berarti sejak pagi kita gak usah sikat gigi kalau sedang puasa, supaya tambah bau?” Tanya jamaah lagi.

 “Bukan baunya yang dinilai, tapi kepatuhannya kepada Allah. Sebab orang puasa yang tidak makan dan minum biasanya akan terjadi perubahan dalam mulutnya sehingga tidak sedap,  sementara ada segolongan manusia –terutama orang elit- tidak mau puasa karena alasan takut bau mulutnya sedangkan mereka tidak terbiasa.  Ada pula orang yang terbiasa merokok atau “ahli hisap” jika gak merokok, mulut terasa asem, lalu benci pada puasa, maka hadist itulah menjadi jawabannya. Dan oleh sebab itu, para ulama pun tidak menyarankan sepanjang hari tidak bersiwak atau bersikat gigi. Mereka membolehkan bersiwak atau bersikat gigi di pagi hari hingga waktu zhuhur (zawal). Artinya disini Islam tetap menganjurkan kebersihan dan keindahan, tapi di sisi lain, Allah juga menguji ketundukan dan kepatuhan hamba-hambaNya,” Ujar Ustadz menambah keterangannya.  

“Ohh...begitu...artinya Islam menjaga keseimbangan ya ustadz?” tanya jamaah meyakinkan. “Benar” jawab ustadz. “Udah yah saya pamit pulang, rumah saya jauh, takut kemalaman dan ngantuk di kendaraan.” Tambah ustadz menutup dialognya. (Oleh: Muhammad Jamhuri)

Tidak ada komentar: