Catatan Rihlah
Senin, 27 November 2023
Jika Ke Eropa, Siapkan Bekal Kuliner Halal
Jumat, 17 November 2023
Malam Terakhir di MAroko: Berpamitan Kepada Syeikh DR. Musthofa Najeem, Dosen Universitas Al-Qoruwiyun, Maroko
Catatan Rihlah
![]() |
Bersama Syeikh Dr. Musthofa Najeem |
Kesan-Kesan Berkunjungan ke Spanyol: "Aku temukan Islam di Negara Non Muslim, dan Tak Ku Temukan Islam di Negara Muslim"
![]() |
Islamic Center di Madrid Spanyol |
Ternyata, kini kesan itu saya rasakan saat saya mengunjungi negeri Spanyol yang merupakan negeri yang ada di bagian barat benua Eropa. Untuk mencapai benua Eropa lewat Spanyol dari Maroko yang letaknya di utara benua Afrika hanya menyeberangi selat Gibraltar yang cuma ditempuh 30 menit saja jika menggunakan ferri penyebrangan. Tepatnya dari daerah Tonjah (Tanger) di Maroko menyeberangi selat Gibraltar ke daerah Tarifah (wilayah Spanyol)
![]() |
Di depan Stadion Club Real Madrid - Spanyol |
Namun sekarang berubah 100%, setiap rumah warga Eropa di dalam rumah sudah memiliki wc dan kamar mandi yang justru lebih bagus dan bersih dari pada yang dimiliki oleh umat Islam di negara-negara mayoritas muslim, meskipun saya banyak menemukan wc atau toilet-toilet di rest area yang saya singgahi tidak terdapat wc dengan alat bersuci intinja dengan air, kecuali hanya disediakan tisu-tisu saja. Demikian juga yang terdapat di hotel-hotel di Spanyol. Sehingga kita sebagai orang Indonesia yang biasa beristinja menggunakan air merasa risih dan kesulitasn untuk beristinja setelah BAB atau BAK yang hanya menggunakan tisu saja di sana.
Salah satu kondisi yang patut kita cermati dan contoh adalah kebersihan di setiap sudut kota dan gang yang ada di Spanyol. Kami tidak menemukan sampah-sampah berserakan, baik di tengah jalan maupun di pinggir atau sudut kota. Hingga pada saat kami akan membuang sampah dari apartement yang kami sewa di luar apartement sulit mencari tempat sampah dimana sampah terlihat berantakan kecuali agak jauh kami temukan dan itupun tempat sampahnya dalam kondisi tertutup rapi dalam tempat sampah yang disediakan.
Kemudian budaya antri begitu sangat tertib. Hingga kami saat mohon didahulukan saat chek-in pesawat di Bandara pun, semua pihak, baik petugas bandara maupun calon penumpang tidak memberi izin untuk kami mendahului antrian. Mereka berkata: "Every body olso want to be first". Semua orang juga sama mau duluan. Akibatnya saat akan naik pesawat dari Madrid ke Rabat, saya ketinggalan pesawat padahal pesawat belum benar-benar take off dan saya tidak bisa bernego lagi. akhirnya kami harus membeli tiket pesawat baru dan berangkat malamnya. Jadi di Eropa jangan main-main dalam masalah didisplin waktu dan antri
Rabu, 15 November 2023
Mengunjungi Masjid Koutoubia di Marakesh – Maroko : Tidak Ada Dampak Gempa yang Signifikan
Catatan Rihlah
![]() |
Masjid Al-Koutoubia di Marakesh Maroko |
Pada saat kami akan mamasuki masjid tersebut untuk
melaksanakan shalat Ashar, kami tidak dapat memasukinya karena menurut info
warga sekitar, masjid belum dapat digunakan sebab masih dalam perbaikan bagian
dalamnya. Kami tiba di sana tepat saat memasuki waktu Ashar hari Ahad 12
Nopember 2023. Akhirnya kami shalat di masjid lain dekat pasar dan tidak
terlalu jauh dari masjid Koutoubia dan area pasar.
![]() |
Para turis tetap ramai pasca gempa |
Masjid Koutoubia merupakan masjid bersejarah di Kota
Marrakesh, Maroko. Masjid ini dibangun sejak abad ke-12, tepatnya tahun 1150,
di lokasi masjid sebelumnya yang hancur akibat gempa bumi tahun 1147.
Pada awalnya, masjid ini diberi nama Jama' al-Koutoubiyyin
yang berarti 'Masijd Penjual Buku' karena letaknya yang berdekatan dengan pasar
buku. Kemudian, namanya diganti menjadi Koutoubia yang berarti 'penjual buku'
dalam bahasa Arab.
Masjid Koutoubia dibangun dengan batu pasir merah. Desainnya
dirancang oleh arsitek ternama Abu Yusuf Yaqub al-Mansur yang menggabungkan
kombinasi unik antara gaya arsitektur Islam dan Andalusia. Menara masjid
setinggi 77 meter yang dijuluki 'roof of Marrakech' ini dihiasi ukiran rumit
dan diberi atap dengan bola dunia dari tembaga (kini emas) dan bulan sabit.
Masjid Koutoubia merupakan simbol penting bagi masyarakat
Marrakesh dan menjadi simbol kekayaan sejarah dan budaya kota ini. Masjid ini
juga menjadi destinasi wisata populer karena keindahan dan kemegahannya. Tak
hanya menjadi tempat beribadah dan upacara keagamaan, masjid ini juga berfungsi
sebagai tempat belajar karena memiliki perpustakaan dengan buku-buku tentang
studi islam dan topik lainnya.
Dari SIlaturrahi dengan Mahasiswa/i Indonesia di Maroko : "Tawwakkal Adalaha Modal Utama"
Catatan Rihlah
![]() |
Bersama mahasiswa/i Indonesia di Maroko |
Dalam pertemuan itu, saya diberi kesempatan untuk menyampaikan sambutan atau motivasi kepada para mahasiswa Indonesia di sana. Saya hanya menyampaikan cerita pengalaman pribadi saat saya kuliah di Islamabad Pakistan hingga kuliah di Makkah Arab Saudi. Cerita ini sama seperti cerita yang sampaikan saat memberi motivasi kepada mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di Al-Azhar Mesir saat kunjungan saya ke Cairo beberapa tahun lalu.
Begin cerita saya, bahwa setiap kita sebagai musafir atau perantau di negeri orang, mesti akan berjumpa dengan segala persoalan. Terutama persoalan finansial di negeri rantau. Terlebih sebagai seorang yang sedang menunutut ilmu. Namun jangan khawatir, karena para penunut ilmu di negeri orang itu adalah sama dengan seorang mujahid (pejuang) di jalan Allah, yang rezekinya, akan dijamin oleh Allah swt.
Dahulu, saat saya kuliah di Pakistan saya mendapat beasiswa yang ternyata tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Beasiswa yang diterima hanya dapat bertahan untuk kebutuhan seminggu. Sehingga bekal yang dibawa dari rumah lambat laun menipis terpakai. Hingga akhirnya sampai ke titik zero. Saat itu kami urunan masak dan bergantian masaknya dengan teman-teman dari Indonesia. Namun sejak bekal saya habis, saya tau diri, sehingga saya menawarkan diri untuk memasak setiap hari tidak perlu bergantian karena tidak bisa ikut urunan dana untuk kebutuhan masak lagi.
Hingga saya berusaha untuk datang terlebih dahulu ke hostel (asrana) sebelum teman-teman tiba dari kampus, agar saya dapat memasak dan mempersiapakan makan unuk teman-teman. Sebagai orang yang ikut makan bersama teman-teman, maka saya pun lambat laun merasa malu kepada mereka. Namun bagaimana lagi, saya tak bisa berbuat apa-apa, karena berada di rantau jauh. Saat itu keluarga pun tidak lagi mengirim uang karena kondisi ekonomi sedang susah sejk wafatnya ayah. Saya -saat itu- cuma bisa tawakkal (berserah diri) dengan sepenuhnya. Saya berdoa dengan sepasrah-pasrahnya "Ya Allah, saya masih mau kuliah dan belajar, terserah Engkau mau diapakan saya ini". Ujar saya sejadinya dalam doa. Saat itu memang terasa sekali kepasrahan itu dirasakan dalam doa-doa saya.
Subhanallah, sepekan setelah itu, kejadian yang tak di duga-duga terjadi. Saya mendapat fax yang berlogo Universitas Ummul Quro Makkah yang memberi kabar kepada saya, bahwa pengajuan permohonan saya menjadi calon mahasiswa Ummul Quro Makkah yang pernah saya ajukan empat tahun lalu, diterima dan dimohon segera hadir di Makkah. Padahal sebelumnya saya sudah menunggu lama hingga saya anggap pengajuan saya sudah ditolak karena tidak ada panggilan selama 4 tahun. Hingga akhirnya saya berangkat ke Pakistan segera setelah mendengar ada kesempatan ke sana.
Ketika saya konsultasi kepada kyai saya KH. Syukron Makmun untuk memohon pertimbangan, apakah saya lanjutkan kuliah di Pakistan yang sedang berlangsung? atau saya ambil panggilan dari Makkah? Beliau menjawab, "Ambil Makkah, insya Allah berkah". Sejak itulah saya berangkat ke Tanah Suci, dan alhamdulillah hingga telah lulus kuliah pun, Allah masih memberi kesempatan ke Tanah Suci berkali-kali.
Allah swt berfirman:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ
"Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya". (QS. At-Tholaq: 3)
Selasa, 14 November 2023
Berziarah ke Makam Imam al-Qodhi bin Iyadh di Marakesh - Maroko : Kejeniusan Qodhi bin Iyadh
![]() |
Tembok tempat makam Imam Qodhi Iyadh |
Siapa Imam al-Qodhi Iyadh ?
Di kalangan santri, tentu tidak asing dengan ulama
yang satu ini. Namanya sering disebut dalam beberapa kesempatan ngaji saat di
pesantren, terlebih jika sedang mempelajari kitab-kitab fiqih. Padahal beliau
seorang malikiyah (ulama bermazhab Maliki) yang lebih populer dengan kepakaran
hadits dan ilmu haditsnya.
Nama lengkapnya adalah ‘Iyadh bin Musa bin ‘Iyadh
bin ‘Imrun bin Musa bin Muhammad bin ‘Abdullah bin Musa bin ‘Iyadh al-Yahshubi
al-Andalusi al-Maliki.
Ia lahir pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 476 H
di kota bernama Sabtah (sekarang Ceuta) di Andalus (Spanyol). Menurut
Al-Qadhi Ibnu Khalkan, Qadhi ‘Iyadh wafat pada bulan Ramadhan tahun 544 H. Ada
pula yang mengatakan ia wafat di Marrakech pada bulan Jumadil Akhir. Sementara
menurut putranya, Al-Qadhi Muhammad, Qadhi ‘Iyadh wafat pada tengah malam Jumat
9 Jumadil Akhir
Kegigihannya menuntut ilmu itu membuahkan hasil.
Beliau mampu menguasai lintas disiplin ilmu agama secara mendalam, mulai dari
nahwu, fiqih, hadits, bahasa, sastra, ilmu nasab, dan lain sebagainya. Bahkan
ia menguasai fiqih lintas mazhab.
Memasuki usia 30 tahun, beliau kembali lagi ke Maroko
dan berguru dengan banyak ulama di sana. Di Maroko beliau sangat dihormati, bahkan dipercayai
untuk menjadi qadhi (hakim) dalam waktu yang cukup lama. Pada 531 H beliau
pindah dan berdomisili di kota Granada, Spanyol dan menjadi hakim di sana pada
tahun 532 H.
Kisah Kecerdasannya
Syaikh Muhammad Hammad Al-Shiqili Rahimahullah,
ulama Fes, Maroko, suatu hari menceritakan kisah unik namun penuh hikmah
tentang Qadhi Iyadh Rahimahullah – Imam ahli hadith yang juga menguasai banyak
ilmu lainnya seperti sejarah, fiqh, nahwu, bahasa, dan ilmu nasab — kepada
Yusuf Abjik Assusi yang ia ceritakan dalam kitabnya.
Suatu hari Qadhi Iyadh sedang mengunjungi beberapa temannya yang merupakan ulama ahli fiqh (fuqaha). Kemudian ia bertemu salah seorang dari mereka yang telah menyelesaikan kitabnya. Lalu Qadhi Iyadh kagum saat sekilas melihat karya temannya tersebut, sehingga ia memohon untuk meminjamkan padanya sebentar agar dapat membacanya dengan sempurna.
Temannya, sang ahli fiqh, merespon dengan menegaskan bahwa kitab tersebut adalah satu-satunya naskah yang ia punya, jika kitab tersebut hilang maka ia tidak memiliki penggantinya. Mendengar hal itu, Qadhi Iyad menenangkan temannya tersebut dengan berjanji bahwa ia akan menjaga kitab tersebut dengan baik serta mengembalikannya langsung pada keesokan harinya.
Qadhi Iyad dengan girang membawa kitab tersebut pulang ke rumah. Pada hari itu, ia memilih untuk tidak tidur semalaman demi membaca dan memperdalam karya temannya tersebut. Sedangkan ia memiliki istri yang mengajaknya berbincang namun sama sekali ia tak menghiraukannya saking asyiknya membaca.
Pagi harinya, saat adzan Subuh, Qadhi Iyadh pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah serta mengajarkan ilmu hingga siang hari. Selepasnya mengajar, ia bergegas pulang ke rumah dan setibanya disana, ia mencium aroma yang sangat asing lantaran belum pernah mencium aroma demikian sebelumnya.
Sang Qadhi bertanya pada istrinya: “Wahai istriku, menu makan siang apakah yang telah kau siapkan untukku?” Sang istri menjawab: “nanti kau akan mengetahuinya sendiri.”
Ketika sang istri meletakkan talam untuk menu hidangannya, sang Qadhi menemukan kitab temannya yang sedang ia pinjam tersebut hangus dibakarnya. Istrinya membakar kitabnya karena emosi dan amarah yang tak tertahan akibat suaminya telah mengabaikannya semalaman penuh demi membaca kitab tersebut.
Sang Qadhi mengambilnya disertai rasa sedih atas apa yang dilaluinya. Tanpa pikir Panjang, Sang Qadhi bergegas mengambil pena dan kertas kemudian mulai menulis segala apa yang ia ingat dari bacaannya semalam.
Setelah selesai, ia langsung bergegas pergi membawa
tulisannya itu menuju rumah sang ahli fiqh seraya berkata: “bacalah kitab itu,
adakah sesuatu yang kurang di sana?” Temannya kemudian membaca,
membolak-balikkan halaman perhalaman hingga selesai lalu menjawab “tidak, tidak
ada yang kurang sama sekali!”
Qadhi Iyadh dengan ingatannya yang sangat kuat
berhasil menghafal dengan sempurna seluruh apa yang ia baca dalam waktu satu
malam.
Melihat Sungai yang Menjadi Saksi Lahirnya Kitab Matan “Al-Jurumuiyah” di Fez Maroko
![]() |
Sungai Ajurum tempat kitab diletakkan oleh Imam Abu Abdillah Al-Shonhaji |
Kitab
Al-Jurumiyah atau dalam bahasa Arab (الآجُرُومِيَّة) merupakan kitab nahwu wajib yang
diajarkan di Pesantren-Pesantren yang ada di Indonesia.
Di kalangan
pesantren, beliau hanya dikenal dengan sebutan Syekh Sonhaji. Kitab ini ditulis
pada abad ke-7 Hijriyah atau pada abad ke 13 M. Di Indonesia waktu itu
kira-kira Jaman Kerajaan Majapahit. Syekh Sonhaji sendiri wafat pada abad ke 14
tepatnya pada Tahun 1324 M.
![]() |
Sungai Ajurum tempat kitab diletakkan oleh Imam Abu Abdillah Al-Shonhaji |
Kitab Jurumiyah mempunyai dua suku kata, Juru dan Miyah. Juru berasal dari kata جَرَى yang mempunyai arti Berjalan atau mengalir. Miyah berasal dari kata jamak مَاءٌ yang mempunyai arti air yang banyak. Air yang banyak disini diartikan sebagai sungai atau laut. Sesuai asal Muasal kitab Jurumiyah ini maka dua suku kata tersebut dijadikan satu menjadi Jurumiyah.
Dalam kitab
Kawakib Durriyah diceritakan bahwa Syeikh Imam Al-Sonhaji tatkala telah rampung
menulis sebuah buku tentang kaidah nahwu yang ditulisnya dengan menggunakan
sebuah tinta, beliau mempunyai azam untuk meletakkan karyanya tersebut di dalam
air. Dengan segala sifat kewara’annya dan ketawakkalannya yang tinggi, beliau
berkata dalam dirinya: “Ya Allah jika saja karyaku ini akan bermanfaat, maka
jadikanlah tinta yang aku pakai untuk menulis ini tidak luntur di dalam air”.
Alhasil, ternyata tinta yang tertulis pada lembaran kertas tersebut tidak
luntur.
Dalam
riwayat lain disebutkan, ketika beliau merampungkan karya tulisnya tersebut,
beliau berazam akan menenggelamkan tulisannya tersebut dalam air mengalir, dan
jika kitab itu terbawa arus air berarti karya itu kurang bermanfaat. Namun bila
ia tahan terhadap arus air, maka berarti ia akan tetap bertahan dikaji orang
dan bermanfaat.
Sambil
meletakkan kitab itu pada air mengalir, beliau berkata : “Juruu Miyaah, juruu
miyaah” (mengalirlah wahai air!).
Alhasil,
setelah kitab itu diletakkan pada air mengalir, kitab yang baru ditulis itu
tetap pada tempatnya. Itulah kitab matan “Al-Jurumiyah” karya Imam Al Sonhaji
yang masih dipelajari hingga kini.
Pengasuh Pesantren TEI Multazam Berkunjung ke Kuttab Syaikh Abdul Wahid di Maroko : Gunakan Metode Tahfizh Quran dengan Lauhah
Catatan Rihlah
![]() |
Bersama santri Kuttab Syaikh Abdul Wahid di Maroko |
![]() |
Metode Tahfizh dengan Lauhah di Maroko |
![]() |
Jamuan menu khas Maroko "Kush-kush" |
Sebelum pamitan, kami masih disuguhi makam malam dengan menu khas Maroko berupa kush-kush yang terbuat dari gandum dan jagung
Berziarah ke Makam Syaikh Darros bin Ismail di Fes, Ulama Pembawa Madzhab Maliki ke Maroko
![]() |
Makam Sidi Darros bin Ismail di Fes - Maroko |
Al-Jizna'i mengatakan bahwa ulama ini diberi nama “Daras”
karena ilmunya yang luas, Dia belajar dari para syekh di negaranya dan di Afrika
dari Abu Bakr al-Labbad, dan dia belajar ilmu di Alexandria dari Ali bin Abi
Matar tentang kitab tersebut. dari Ibnu al-Mawaz, dan dia meriwayatkannya di
Kairouan. Seorang Ulama Maliki pada masanya, Abu al-Hasan al-Qabsi, pernah mendengarnya
darinya, dan dia juga masuk studi di Andalusia, maka dia mendengar Dari Abu
Al-Faraj Abdus bin Khalaf..
Perjumpaan Darras bin Ismail dengan para ulama pada masanya,
mengambil dan mengajar, membuktikan betapa luasnya ilmu dan penguasaan budaya
pada masanya, bahkan peranannya yang sangat penting dalam menyebarkan madzhab
Maliki di dunia, dimana Maroko pada saat
itu terjadi ketegangan sektarian dalam
kodsi paling parah di Barat Islam, ketika dinasti Idrisiyah menjelang
kejatuhannya dan emirat Zenati bersiap
untuk memecah belah negara yang lemah dan memburuk, secara politik dan budaya.
Senin, 13 November 2023
Berziarah ke Makam Abdul Wahab al-Taji Penulis Shalawat Nariyah atau Shalawat Kamilah
![]() |
Makam Syd Abdul Wahab al-Taji |
Menuurt
kitab al-Majmuah, Abdul Wahab At-Tazi, merupakan keturunan Nabi Muhammad,
seorang sufi, waliyullah, al-arif billah. (Hal. 1-6).
Pendapat
lain mengatakan penulis shalwat nariyah adalah: Ibrahim At-Tazi. Anggapan ini
dari Syekh Abdullah Al-Ghumari dalam kitab Al-Hujjaj, dan Syekh Abdellah
Guennoun dalam kitab An-Nubugh al-Maghribi. Dan pendapat ini diamini langsung
oleh Habib Mundir dan kawan-kawannya.
Ada pula
yang menyebut penulis shalawat nariyah adalah Ahmad At-Tazi. Ini pendapat dari
Syekh Prof. Dr. Ali Jumah menurut riwayat muridnya, Muhammad Muntashir Ahmad
Hamid Al-Hulwani, halaman 51 dalam kitab Al-Kunuz Al-Muhammadiyah.
Sholawat
Nariyah juga disebut sebagai Sholawat Taziyah karena keterkaitannya dengan
Syekh besar dan sufi Abdul Wahab at-Tazi
(w. 1206 H/1792 M), penduduk asli Fez, Maroko. Syekh Abdul Wahab at-Tazi adalah
seorang murid dari Syekh Abdul Aziz ad-Dabbagh (w. 1132 H/1719 M) dan kemudian
menjadi guru dari Syekh Ahmad bin Idris al-Fasi (w. 1253 H/1837 M).
Kiai Mufid
Mas'ud, Pandanaran, Yogyakarta, mempunyai pandangan lain terkait penamaan
shalat Nariyah. Ia lebih memilih menyebutnya dengan nama Shalawat Kamilah.
Menurutnya bahwa
penyusun shalawat ini adalah Syekh Abdul Wahab At Tazi, seorang wali yang
tinggal di Maroko. Menurutnya, pada penulisan At Tazi ada kemungkinan salah
dalam penempatan titik, jadi dibaca -an nari- yang kemudian jadi nisbah
-nariyah-" .
Sedangkan penamaaan
dengan nama Shalawat Kamilah dari salah satu kalimat yang tertera pada untaian
gubahan shalawat itu -shalatan kamilatan-.
Adapun
ulama yang menamainya dengan Shalawat Nariyah yang berarti api, karena kecepatan
terkabulnya hajat seperti api yang membakar kayu bakar sebagaimana yang
dijelaskan dalam kitab Afdlalush Shalawat.
Ada beberapa
nama sholawat ini yang dapat diringkas sebagai berikut;
Name |
Arti dan
Sebab Penamaan |
Sholawat
Nariyah |
Nama ini
berasal dari kata dalam bahasa Arab yaitu nār yang berarti api. Dikatakan
demikian karena pembacaan doa ini secara teratur merupakan sarana untuk
mencapai tujuan seseorang secepat api membakar. |
Sholawat
Tafrijiyah |
Nama ini
diterjemahkan sebagai Doa Pertolongan karena membawa kelegaan bagi orang yang
rutin membacanya. |
Sholawat
Qurtubiyah |
Nama in
berasal dari nama Imam al-Qurthubi, seorang ulama terpelajar yang menyebarkan
sholawat ini. |
Sholawat
Taziyah |
Nama ini
diambil dari nama Syekh Abdul Wahab at-Tazi yang juga memiliki keterkaitan
dengan Sholawat ini. |
Sholawat
Kamilah |
Nama ini
diterjemahkan sebagai Doa Lengkap. |
Hadiri Halaqoh dan Mendapat Ijazah di Majlis Dzikir Syaikh Dr. Aziz El Kobaiti Idrissi Al Hasani di Fez Maroko
![]() |
Bersama Syaikh Dr. Aziz El Kobaiti Idrissi Al Hasani |
Syaikh Dr.
Aziz El Kobaiti Idrissi Al Hasani Ph.D., adalah Ketua IACSAS (The International
Academic Centre of Sufi and Aesthetic Studies) yang berada di kota Fez Maroko.
Kami hadir datang bersilaturrahim ke majlis dan kantor beliau pada Sabtu, 11
Nopember 2023 sekitar pukul 17.30 menjelang waktu maghrib.
![]() |
Kantor IACSAS (The International Academic Centre of Sufi and Aesthetic Studies) di Fez Maroko |
![]() |
Kitab-kitab karya Syeikh Aziz Al-Kubaiti yang dihadiahkan kepada kami |
Syaikh Dr.
Aziz El Kobaiti Idrissi Al Hasani bercerita bahwa dirinya pernah mengunjungi
Indonesia atas undangan Habib Luthfi bin Yahya (Ketua JATMAN/Jamiyyah Thoriqoh al-Mu’tabroh
al-Nahdiyah). Beliau hadir ke Indonesia dalam rangka menghadiri acara Word Sufi
Forum (Forum Sufi Dunia) yang diselenggarakan di Pekalongan Indonesia pada
April 2023 lalu
Berziarah ke Makam Syeikh Ibnu Sulaiman Al-Jazuli Penulis Kitab Dalail al-Khairat di Kota Marakesh - Maroko
![]() |
Papan masuk area pemakaman Imam Jazuli |
![]() |
Penjelasan singkat tentang Al-Jazuli dalam tiga bahasa |
![]() |
Makam Ibnu Sulaiman al-Jazuli di Marakesh |
Imam Al Jazuli selain dikenal seorang wali yang memiliki
keramat juga dikenal sangat alim, ahli ibadah dan seorang ulama dalam mazhab
Maliki.
Setelah malang melintang mencari ilmu, Imam Al Jazuli sang
wali keramat ini kemudian menepi dari keramaian dan melakukan khalwat dalam
masa yang cukup lama.
Setelah menuntaskan masa khalwat, Imam Al Jazuli kemudian
membuka pengajian. konon yang hadir ke pengajiannya lebih dari 12 ribu orang
lebih.
Termasuk diantara ribuan muridnya itu adalah Syekh Ahmad
Zaruq, Syekh Ahmad bin Umar al-haritsi almagnasi, Syekh Abdul Aziz bin Abdul
Qadir al-tabba, dan Syekh Abu Abdillah Muhammad al-Shagir as-suhaili.
Imam Al Jazuli memiliki beberapa karya dalam bidang tasawuf
dan zikir. Karyanya yang berjudul Dalailul Khairat adalah karya yang
mendapatkan perhatian luas dan diterima banyak orang, termasuk di Indonesia. Bahkan
bisa disebut dalailul khairat sudah menjadi “trade mark” milik Imam Sulaiman Al
Jazuli
Menurut Ibnu Al Qadhi al-Maknasi, seorang ahli fiqih
sekaligus sejarawan klasik, Imam Al Jazuli menulis Dalailul Khairat di Kota
Fes, Maroko. Tepatnya di madrasah Halawifin.
Di samping ulama sufi yang terkenal semasa hidupnya, ternyata Imam Al Jazuli juga
seorang juru damai. Berapa kali beliau terlibat gerakan damai, terlibat sebagai
pihak yang melakukan rekonsiliasi jika ada kelompok yang hendak berseteru. Menurut
beberapa penulis sejarah, semua tidak akan terjadi jika beliau tidak memiliki
keramat dan kharisma dalam dirinya.
Kekuatan Syekh Imam Al Jazuli diceritakan muridnya bernama
al-Suhaili. “Sang guru wafat pada salat subuh dalam keadaan sujud. Entah dalam
rakaat pertama atau yang kedua,” tutur al-Suhaili. Ulama berbeda pendapat, yang
pasti penulis kitab Dalailul Khairat itu wafat dalam keadaan sujud.
Termasuk yang menjadi perbedaan sejarawan adalah tahun
kewafatannya. Pendapat pertama mengatakan bahwa Imam Al Jazuli wafat pada tahun
875 Hijriyah, dan pendapat kedua menyebut beliau wafat pada tahun 609 Hijriyah.
Namun kedua pendapat ini dianggap lemah, dalam Idzhar al-Kamal disebut bahwa
dua pendapat tersebut dianggap salah. Yang benar dan konon pendapat ini
dianggap kesepakatan ulama adalah tahun 870 Hijriyah tepatnya pada bulan rabiul
awal.
Imam Al Jazuli wafat sebab efek racun yang menimpa dirinya.
Makam tempat peristirahatan terakhir Syekh Jazuli pada awalnya bukan di
Marrakesh. Tetapi di sebuah daerah Bernama Sus, Maroko, namun karena ada
beberapa alasan jasadnya dipindah ke daerah Marrakesh Proses pemindahan ini
terjadi setelah 77 tahun kematiannya, namun jasadnya masih utuh tidak ada yang
berubah sama sekali. *
Minggu, 12 November 2023
Berziarah ke Makam Maula Abdul Aziz bin Mas'ud al-Dabbagh di Kota Fez, Maroko
Catatan Rihlah, Sabtu, 11 Nopember 2023
Kami berangkat dari Hotel Euro di Rabat langsung menuju ke kota kota Fez yang ditempuh dalam waktu dua jam. Kami tiba di area Pemakaman luas di Fez, dan masuk melalui Bab Futuh ke arah makam wali Allah bernama Abdul Aziz bin Masüd Al-Dabbagh. Makam-nya terletak di atas tengah bukit. Meski tidak begitu terjal menanjak, namun terasa cukup melelahkan karena jalannya harus meliauk-liuk menghindari menginjak makam-makam lain yang terletak berderetan untuk menuju makam waliyullah tersebut.Setelah Azhar Fauzi (Ajay), mahasiswa S2 asal Indoensia di Universitas Al-Qoruwiyun, yang juga Alumni Pesantren TEI Multazam - Bogor menjelaskan sekelumit biografi dan kisah kewaliyan beliau. Beliau langsung memimpin tahlil dengan doa dibaca oleh saya.
Mengenal
Abdul Aziz Ad-Dabbagh
Abu Faris
Mawlay Abd al-Aziz bin Mas’ud al-Dabbagh al-Idrisi al-Hasani atau dikenal Sidi
Abdul Aziz ad-Dabbagh. Seorang ulama tasawuf dari kota Fes, Maroko yang lahir
pada 1679 (1090 H). Keluarganya berasal dari kota Salé di barat laut Maroko,
tiba di Fes pada awal 1500-an.
Ajarannya
dicatat dalam sebuah kitab panjang yang dikhususkan kepadanya oleh muridnya
Ahmad ibn al-Mubarak al-Lamati al-Sijilmasi (w. 1743/1156 H) yang disebut
al-Dhahab al-Ibriz min kalam Sayyidi al-Ghawth Abd al-‘Aziz al-Dabbagh (Emas
murni dari kata-kata Sayyidi Abd al-Aziz al-Dabbagh). Buku ini telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Syekh Abdul
Aziz adalah salah satu syekh pertama yang memperkenalkan konsep Tariqa
Muhammadiya yang menekankan pada pencapaian visi Nabi Muhammad dan mengakui
esensi Nabi. Syekh dan penggantinya, Sidi Abdul Wahab al-Tazi dan Syekh Ahmad
bin Idris al-Fasi semuanya dikatakan pernah bertemu dengan Rasulullah.
Kisah Abdul
Aziz Ad Dabbagh
Suatu kisah
menyebutkan bahwa Syekh Abdul Aziz Ad dabbagh, seorang dalam kalangan Tokoh
Sufi termasuk ulama kelas atas atau bisa disebut sebagai wali yang ahli ibadah.
Suatu
ketika, malaikat - datang dalam bentuk manusia - melihat nama wali Syekh Abdul
Aziz Ad dabbagh di lembaran kitab Lauhul Mahfudz. Namanya itu terdapat dalam
deretan penghuni neraka.
Melihat hal
tersebut, malaikat merasa kasihan dan mendatangi wali Syekh Abdul Aziz Ad
dabbagh. Malaikat berkata kepadanya:
"Wahai
Abdul Aziz, untuk apa engkau ibadah sampai segitunya, sedangkan aku lihat
namamu di lembaran Lauhul Mahfudz engkau adalah penghuni neraka," ujar
Malaikat.
"Mau
engkau ibadah bagaimanapun engkau tetap akan masuk neraka," lanjut
Malaikat itu.
Menanggapi
pertanyaan malaikat itu, wali Syekh Abdul Aziz Ad Dabagh menjawabnya demikian:
"Wahai
malaikat, surga dan neraka bukan urusanku. Aku diciptakan oleh Allah Swt hanya
untuk beribadah kepada Allah Swt sebagaimana Allah berfirman, Tidaklah aku
ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaku. Mau aku masuk
surga atau neraka itu haknya Allah," kata Syekh Abdul Aziz Ad Dabagh.
Subhanallah,
beliau benar-benar ikhlas dalam beribadah.
Suatu
ketika, malaikat kembali ke Lauhul Mahfudz dan melihat namanya telah dirubah
oleh Allah Swt menjadi penghuni surga. Sebab Allah berhak menetapkan
kitabullah.
Lantas
malaikat kembali menemui wali Syekh Abdul Aziz Ad Dabagh dan berkata:
"Wahai
Abdul Aziz, ada kabar gembira. Beru saja aku melihat namamu oleh Allah telah
berubah menjadi penghuni surga," kata Malikat.
Syekh Abdul
Aziz Ad Dabagh menjawab, "Alhamdulillah tapi sekali lagi malaikat, surga
dan neraka bukan urusanku, aku beribadah hanya untuk menggapai Ridhonya Allah
Swt,"
"Jika
Allah Swt ridho aku di neraka, iya itulah tujuanku," katanya.
Mendengar
jawaban wali Syekh Abdul Aziz Ad Dabagh itu malaikat pun merasa takjub dengan
keikhlasannya dalam beribadah dan berkata:
"Wahai
Abdul Aziz, ikhlasmu inilah yang membuat Allah ridha dan merubah namamu menjadi
penghuni surga," ujar Malaikat itu.
Shalawat
Imam Abdul Aziz al-Dabbagh yang pernah diijazahkan pada muridnya:
اللَّهُمَّ يَارَبِّ بِجَاهِ سَيِّدِنَا
محُمَّدٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّمَ اِجْمَعْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ
سَيِّدِنَا محُمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ فِي الدُّنْيَا قَبْلَ الأخِرَةِ
Ya Allah ya Tuhanku,
dengan kedudukan pemimpin kami Muhammad bin Abdullah -shallallahu
alai wa salam- Kumpulkan antari aku dan junjungan kami Muhammad bin
Abdullah -shallallahu alai wa salam- di dunia, sbelum di akhirat.
Berziarah ke Makam Wali dan Ulama di Maroko: Mengenal Beberapa Ulama Ternama Asal Maroko
![]() |
Makam Syeikh Ahmad Tijani di Fez Maroko |
Maroko dikenal sebagai Negeri Maghribi (Al-Mamlakah Al-Maghribiyah) yang artinya kerajaan dari Barat. Maroko adalah negara yang menghasilkan banyak ulama tasawuf dan fiqih.
Di antara ulama sufi yang populer di Indonesia adalah Syeikh Abu Hasan Al Syadzili dan Qadi Iyad. Penduduk Maroko berjumlah 36 juta jiwa (statistik 2021) di mana mayoritas muslim adalah Sunni Ahlussunnah wal Jamaah dengan mashab fiqihnya Madzhab Maliki (Imam Malik)
1. Abdul Salam ibn Mashish
Ibn Mashish adalah seorang ulama sufi asal Maroko yang hidup pada masa Kekhalifahan Almohad di Maroko. Nama lengkapnya adalah Abd al-Salam ibn Sulayman di mana garis keturunannya bersambung kepada pendiri Kekhalifahan Idrisiyyah hingga Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib..
Dia adalah lahir sekitar tahun 559 atau 563 H di sebuah desa di gunung ‘Alam dekat Titwan, sebuah kota kuno di wilayah Habt (Ghumara) di Maghrib utara. Ia mempelajari Al-Quran dan fiqih madzhab Maliki di bawah bimbingan Idrisite Banu Arus, selain ulama sufi terkemuka seperti Sidi Salem dan Syarif Sidi al-Hajj Ahmed Aqatran Asalani. Makam beliau berada di daerah Toutwan
2. Abu Abbas Al Mursi
Abu al-Abbas al-Mursi adalah salah satu sufi besar asal Andalusia saat wilayah itu masih berada di bawah pemerintahan Kekhalifahan Almohad. Dia adalah murid Syeikh Abu Hasan Al Syadzili.
Dia bersama keluarganya hijrah ke Tunisia pada 1242. Selanjutnya, ia datang ke Alexandria dan menetap selama 43 tahun sebagai seorang sarjana dan guru hingga akhirnya hayatnya pada 1286.
Dia dimakamkan di sebuah bangunan kecil dekat pelabuhan timur di Alexandria. Makam Abu al-Abbas ini kemudian menjadi tempat ziarah bagi banyak umat Islam dari Mesir dan Maroko yang melewati Alexandria dalam perjalanan ke Tanah Suci di Makkah.
3. Muhammad Al-Arabi Al-Darqawi
Adalah seorangulama besar dan pemimpin Tarekat Syadziliyah. Dia banyak menulis buku-buku tentang dzikir dan prihal penyucian diri melalui tasawuf. Magnum opusnya adalah Letters on the Spiritual Path (Surat-Surat di Jalan Spiritual).
Dia dilahirkan sekitar tahun 1152 H di daerah Bani Zarwal (Maroko) dan tumbuh dalam naungan pemeliharaan yang baik. Syeikh Al-Darqawi mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an di bawah bimbingan saudara kandungnya, Abul Hasan Ali As Syadzali.
4. Syeikh Abu Hasan Al Syadzili
Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzili adalah pendiri Tarekat Syadziliyah yang merupakan salah satu tarekat sufi terkemuka di dunia. Ia lahir lahir di desa Ghumarah, dekat kota Sabtah, daerah Maghreb pada tahun 593 H/1197 M dengan nasab yang bersambung pada Rasulullah.
Nama kecil Syeh Abul Hasan Asy Syadzili adalah Ali, gelarnya adalah Taqiyuddin, Julukanya adalah Abu Hasan dan nama populernya adalah Asy Syadzili. Dia mempelopori tarekat tasawuf,Tarekat Syadziliyah.
Imam Abu Hasan asy-Syadzili mengambil sanad ilmu tasawuf kepada Syekh Abu Abdillah Muhammad bin Harazim (w. 633 H) di negara Maroko. Dari guru pertamanya inilah, Abu Hasan asy-Syadzili mendapatkan pengesahan sebagai pengikut ajaran tasawuf.
5. Abdul Aziz Ad Dabbagh
Abu Faris Mawlay Abd al-Aziz bin Mas’ud al-Dabbagh al-Idrisi al-Hasani atau dikenal Sidi Abdul Aziz ad-Dabbagh. Seorang ulama tasawuf dari kota Fes, Maroko yang lahir pada 1679 (1090 H). Keluarganya berasal dari kota Salé di barat laut Maroko, tiba di Fes pada awal 1500-an.
Ajarannya dicatat dalam sebuah kitab panjang yang dikhususkan kepadanya oleh muridnya Ahmad ibn al-Mubarak al-Lamati al-Sijilmasi (w. 1743/1156 H) yang disebut al-Dhahab al-Ibriz min kalam Sayyidi al-Ghawth Abd al-‘Aziz al-Dabbagh (Emas murni dari kata-kata Sayyidi Abd al-Aziz al-Dabbagh). Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Syekh Abdul Aziz adalah salah satu syekh pertama yang memperkenalkan konsep Tariqa Muhammadiya yang menekankan pada pencapaian visi Nabi Muhammad dan mengakui esensi Nabi. Syekh dan penggantinya, Sidi Abdul Wahab al-Tazi dan Syekh Ahmad bin Idris al-Fasi semuanya dikatakan pernah bertemu dengan Rasulullah.
6. Syekh Ahmad At Tijani
Syekh Ahmad At Tijani adalah pendiri Tarekat Tijaniyah. Ia dilahirkan pada tahun 1150 H (1737 M) di ‘Ain Madi, sebuah desa di Aljazair.
Syekh Tijani memiliki nasab sampai kepada Rasulullah yakni dari jalur Sayyidina Hasan. Pada usia 21 tahun, tepatnya di tahun 1171 H, Syekh Ahmad Al-Tijani pindah ke Kota Fez, Maroko, untuk memperdalam ilmu tasawuf.
Selama di kota ini, ia menekuni ilmu tasawuf melalui kitab Futuhat Al-Makiyyah di bawah bimbingan Al-Tayyib Ibn Muhammad Al-Yamhalidan Muhammad Ibn Al-Hasan Al-Wanjali. Al-Wanjali berkata kepada Syekh Tijani, ”Engkau akan mencapai maqam kewalian sebagaimana maqam Al-Syadzili.
7. Qadi Iyad
Nama lengkapnya Abū al-Faḍl ʿIyaḍ ibn Musa ibn Iyad ibn ʿAmr ibn Musa ibn Iyad ibn Muḥammad ibn ʿAbd Allah ibn Mūsā ibn Iyad al-Yaḥṣubi al-Sabta ibn Iyad al-Yaḥṣubi al-Sabtai bn ʿIyad. Dia lahir pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 476 H di kota bernama Sabtah (sekarang Ceuta) di Andalus (Spanyol).
Pada saat masih belia kira-kira baru usia 13 tahun, beliau berangkat dari kota Sabtah di Maghrib menuju Cordoba di Andalus untuk belajar ilmu agama pada tahun 509 H. Dia berguru kepada hampir 100 ulama dengan beragam disiplin keilmuan.
Iyad pernah diangkat menjadi hakim Ceuta pada tahun 1121 dan menjabat di posisi tersebut sampai tahun 1136. Ketenaran Iyad secara keseluruhan sebagai ahli hukum dan sebagai penulis fiqh (hukum Islam) didasarkan pada pekerjaan yang dia lakukan di kota ini.
Fez, Ibukota Pertama Maroko yang Bernuansa Spritual dan Peradaban Islam
Catatan Rihlah
![]() |
Area Kuburan Kota Fes-Maroko |
![]() |
Ziarah di makam Ahmad Tijani pendiri Thoriqoh Tijaniyah |
Fez merupakan salah satu kota penting yang ada dalam sejarah peradaban Islam. Terletak di Maroko atau dikenal dengan kawasan Al-Maghrib Al-Arabi, sekiranya 198 kilometer dari ibu kota Maroko yaitu Rabat, Fez dikenal sebagai kota pertemuan berbagai etnis baik itu Arab, Berber, Yahudi maupun Spanyol.
Sebagaimana dijelaskan Ibnu Khaldun dalam kitabnya Tarikh Ibnu Khaldun, kota yang terkenal indah dan eksotik ini dibangun pertama kali oleh Raja Idrisiyah I pada tahun 789 M, yang kemudian dilanjutkan oleh Raja Idrisiyah II hingga 810 M.
![]() |
Salah satu sudut masjid di Universitas Al-Qoruwiyun |
Fez sendiri terdiri dari dua bagian, yaitu Fez-lama dan Fez-baru. Fez-lama disesaki dengan rumah-rumah atau bangunan berhimpitan sebagaimana kota-kota tua yang ada di Arab, sehingga dikenal dengan nama Fez el-Bali yang ditetapkan UNESCO sebagai salah satu situs warisan dunia.
Sementara, Fez-baru didirikan oleh Raja Idris II tahun 809, berlokasi di samping kota lama atau tepatnya di tepi kanan sungai Fez sebagai ibu kota negara. Kendati dipisahkan oleh sungai yang relatif kecil, kedua kota tersebut berkembang terpisah sebelum disatukan di masa Dinasti Murabithun pada abad ke 11. Pasalnya, di masa Murabithun, ibu kota dipindah dari Fez ke Marrakech, tetapi Fez tetap menjadi kota yang ramai dengan perdagangannya walaupun tidak menjadi ibu kota.
Kota Fez-lama dipenuhi dengan banyaknya yang berhimpitan, seperti kota-kota kuno di wilayah Arab. Dengan dikelilingi tembok atau benteng dengan tinggi sekitar 5 meter, membuat kota ini begitu indah. Sejak 1000 tahun yang lalu, bangunan di Fez-lama tidak berubah dan tetap sebagaimana kita ketahui saat ini.
Pada masa Dinasti Muwahidun (1130-1269), Fez menjadi kota terbesar di dunia tepatnya tahun 1170-1180. Dalam sejarahnya, Fez silih berganti di bawah berbagai pemerintahan, di antaranya mulai Dinasti Idrisiyah, sampai Dinasti Marinid, Dinasti Saadi 1554-1649, dan sebagainya. Sejak tahun 1649, Fez menjadi pusat negeri Maroko dan perdagangan kaum Berber.
Fez kembali menjadi ibu kota pemerintahan, ketika Banu Marin atau Dinasti Marinid mengalahkan Dinasti Muwahidun pada tahun 1276 M, yang merupakan puncak kejayaan Fez el-Bali. Di mana pada masa ini, banyak dibangun benteng-benteng yang ada di kota Fez. Fez kemudian menjadi wilayah independen dibawah pimpinan Raja Yazid 1790-1792 dan Abu Rabi Sulayman 1792-1795. Pada tahun 1819-1821 M, Fez menjadi bagian kekuasaan kelompok pemberontak Ibrahim ibn Yazid dan kaum pemberontak pimpinan Muhammad ibn Thayyib pada 1830 M.
Pada abad pertengahan selain menjadi kota terbesar di dunia, Fez sempat menjadi tempat perlindungan kaum Muslim dan Yahudi yang terusir dari Andalusia. Dalam perkembangannya, Fez semakin maju dan bernuansa Arab setelah kehadiran imigran dari Cordoba dan Kairouan. Mereka banyak membangun masjid serta Universitas seperti Qarawiyin yang didirikan oleh seorang muslimah sekaligus juga saudagar, yang menghibahkan hartanya untuk membangun universitas tersebut.
Sebagai salah satu kota tua dalam peradaban Islam, banyak bangunan-bangunan bersejarah di dalamnya selain mempunyai nilai-nilai sejarah juga mempunyai nilai-nilai budaya, spiritual dan pendidikan. Diantaranya Masjid Al-Qarawiyin, yang menjadi cikal bakal Universitas Al-Qarawiyin yang merupakan salah satu universitas tertua di dunia yang didirikan oleh sosok muslimah yang bernama Fatimah Al-Fihri.
Kemudian ada juga Madrasah Bu Inaniya, yang merupakan salah satu pusat budaya dan peradaban Islam yang ada di Fez. Ia dibangun pada tahun 1351-1356 M oleh Raja Berber Abu Inan Faris. Selain menjadi madrasah, Bu Inaniya juga berfungsi menjadi masjid sehingga dalam bangunannya terdapat menara.
Peninggalan penting peradaban Islam di Fez lainnya adalah Mausoleum Idris II, yang merupakan kompleks makam yang terdapat di dalam sebuah masjid. Tempat ini menjadi tempat kedua yang banyak dikunjungi oleh orang Fez setelah Masjid Al-Qarawiyin.
Gate adalah sepenggal sisa benteng kuno di Fez yang masih terawat sampai saat ini. Masjid Nejjerine juga salah satu yang ada di Fez, yang merupakan warisan sejarah peradaban Islam.
Ya, Fez di masa lalu adalah kota peradaban Islam dan ilmu. Di sana terdapat banyak makam, seperti makam pendiri Thoriqoh Tijaniyah Syekh Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Al-Mukhtar at-Tijani, makam Syekh Abu Abdullah Muhammad bin Muhammad bin Daud As-Shonhaji pengarang kitab Jurumiyah dan makam-makam lainnya. Ini barangkali penjelasan mengapa kota Fez mempunyai nilai spiritual yang begitu tinggi.
Kota Fez, khususnya Fez-lama, adalah wilayah yang bebas dari kendaraan bermotor, dengan udara segar serta suasana yang indah namun ramai. Selain itu di sana juga terdapat salah satu keunikan, yaitu ketrampilan masyarakat Fez dalam mengolah kulit sapi dan domba.
Di era modern, salah satu ulama terkenal yang lahir dari Fez adalah Alal Al-Fasi, ahli Ushul Fikih dan Maqasid Syari’ah dengan karyanya yang terkenal Maqasid Syari’ah Islamiyah wa Makarimuha. Selain itu juga ada Fetima Mernissi, tokoh feminisme Islam yang tidak asing dalam kajian pemikiran Islam kontemporer dan gender.
Dalam perkembangannya, Fez sering menjadi pusat pemerintahan dan ibu kota dinasti-dinasti atau para penguasa yang pernah berkuasa di Maroko, sehingga pada masa pendudukan Perancis atas Maroko, ibu kota Maroko dipindah ke Rabat sampai saat ini.