![]() |
Tembok tempat makam Imam Qodhi Iyadh |
Siapa Imam al-Qodhi Iyadh ?
Di kalangan santri, tentu tidak asing dengan ulama
yang satu ini. Namanya sering disebut dalam beberapa kesempatan ngaji saat di
pesantren, terlebih jika sedang mempelajari kitab-kitab fiqih. Padahal beliau
seorang malikiyah (ulama bermazhab Maliki) yang lebih populer dengan kepakaran
hadits dan ilmu haditsnya.
Nama lengkapnya adalah ‘Iyadh bin Musa bin ‘Iyadh
bin ‘Imrun bin Musa bin Muhammad bin ‘Abdullah bin Musa bin ‘Iyadh al-Yahshubi
al-Andalusi al-Maliki.
Ia lahir pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 476 H
di kota bernama Sabtah (sekarang Ceuta) di Andalus (Spanyol). Menurut
Al-Qadhi Ibnu Khalkan, Qadhi ‘Iyadh wafat pada bulan Ramadhan tahun 544 H. Ada
pula yang mengatakan ia wafat di Marrakech pada bulan Jumadil Akhir. Sementara
menurut putranya, Al-Qadhi Muhammad, Qadhi ‘Iyadh wafat pada tengah malam Jumat
9 Jumadil Akhir
Kegigihannya menuntut ilmu itu membuahkan hasil.
Beliau mampu menguasai lintas disiplin ilmu agama secara mendalam, mulai dari
nahwu, fiqih, hadits, bahasa, sastra, ilmu nasab, dan lain sebagainya. Bahkan
ia menguasai fiqih lintas mazhab.
Memasuki usia 30 tahun, beliau kembali lagi ke Maroko
dan berguru dengan banyak ulama di sana. Di Maroko beliau sangat dihormati, bahkan dipercayai
untuk menjadi qadhi (hakim) dalam waktu yang cukup lama. Pada 531 H beliau
pindah dan berdomisili di kota Granada, Spanyol dan menjadi hakim di sana pada
tahun 532 H.
Kisah Kecerdasannya
Syaikh Muhammad Hammad Al-Shiqili Rahimahullah,
ulama Fes, Maroko, suatu hari menceritakan kisah unik namun penuh hikmah
tentang Qadhi Iyadh Rahimahullah – Imam ahli hadith yang juga menguasai banyak
ilmu lainnya seperti sejarah, fiqh, nahwu, bahasa, dan ilmu nasab — kepada
Yusuf Abjik Assusi yang ia ceritakan dalam kitabnya.
Suatu hari Qadhi Iyadh sedang mengunjungi beberapa temannya yang merupakan ulama ahli fiqh (fuqaha). Kemudian ia bertemu salah seorang dari mereka yang telah menyelesaikan kitabnya. Lalu Qadhi Iyadh kagum saat sekilas melihat karya temannya tersebut, sehingga ia memohon untuk meminjamkan padanya sebentar agar dapat membacanya dengan sempurna.
Temannya, sang ahli fiqh, merespon dengan menegaskan bahwa kitab tersebut adalah satu-satunya naskah yang ia punya, jika kitab tersebut hilang maka ia tidak memiliki penggantinya. Mendengar hal itu, Qadhi Iyad menenangkan temannya tersebut dengan berjanji bahwa ia akan menjaga kitab tersebut dengan baik serta mengembalikannya langsung pada keesokan harinya.
Qadhi Iyad dengan girang membawa kitab tersebut pulang ke rumah. Pada hari itu, ia memilih untuk tidak tidur semalaman demi membaca dan memperdalam karya temannya tersebut. Sedangkan ia memiliki istri yang mengajaknya berbincang namun sama sekali ia tak menghiraukannya saking asyiknya membaca.
Pagi harinya, saat adzan Subuh, Qadhi Iyadh pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah serta mengajarkan ilmu hingga siang hari. Selepasnya mengajar, ia bergegas pulang ke rumah dan setibanya disana, ia mencium aroma yang sangat asing lantaran belum pernah mencium aroma demikian sebelumnya.
Sang Qadhi bertanya pada istrinya: “Wahai istriku, menu makan siang apakah yang telah kau siapkan untukku?” Sang istri menjawab: “nanti kau akan mengetahuinya sendiri.”
Ketika sang istri meletakkan talam untuk menu hidangannya, sang Qadhi menemukan kitab temannya yang sedang ia pinjam tersebut hangus dibakarnya. Istrinya membakar kitabnya karena emosi dan amarah yang tak tertahan akibat suaminya telah mengabaikannya semalaman penuh demi membaca kitab tersebut.
Sang Qadhi mengambilnya disertai rasa sedih atas apa yang dilaluinya. Tanpa pikir Panjang, Sang Qadhi bergegas mengambil pena dan kertas kemudian mulai menulis segala apa yang ia ingat dari bacaannya semalam.
Setelah selesai, ia langsung bergegas pergi membawa
tulisannya itu menuju rumah sang ahli fiqh seraya berkata: “bacalah kitab itu,
adakah sesuatu yang kurang di sana?” Temannya kemudian membaca,
membolak-balikkan halaman perhalaman hingga selesai lalu menjawab “tidak, tidak
ada yang kurang sama sekali!”
Qadhi Iyadh dengan ingatannya yang sangat kuat
berhasil menghafal dengan sempurna seluruh apa yang ia baca dalam waktu satu
malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar