Selasa, 09 April 2024

KHUTBAH IDUL FITRI TAHUN 2024

Oleh : KH. Muhammad Jamhuri, Lc MA*)

 

ألله أكبر, ألله أكبر, ألله أكبر, ألله أكبر, ألله أكبر, ألله أكبر, ألله أكبر, ألله أكبر, ألله أكبر, ألله أكبركبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا, لا اله الا الله ولا نعبد الا اياه مخلصين له الدين ولو كره الكافرون, لا اله الا الله وحده صدق وعده  ونصر عبده وأعز جنده وهزم الأحزاب وحده, لا اله الا الله والله أكبر ولله الحمد.

الحمد لله الذي جعل اليوم عيدا للمسلمين  والمسلمات والصائمين والصائمات, والصلاة والسلام على سيد نا محمد سيد السادات, وعلى آله وصحبه ومن تبعه باحسان الى يوم الميعاد. أشهد ان لااله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله, اللهم صل على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه أجمعين وسلم تسلبما كثيرا.

أما بعد, فيا عباد الله, اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن الا وأنتم مسلمون قال الله تعالى: ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ما هداكم ولعلكم تشكرون.

 

Kaum muslimin wa muslimat yang berbahagia

 

Kalimat “Allahu Akbar adalah simbol umat Islam di seluruh dunia. Sejak malam tadi, kalimat ini terus menggema-membahana hingga menembus ke ruang angkasa...

Di kota-kota, desa-desa, bahkan daerah terpencil, selama masih ada seorang muslim, suara ini terus menggema, menandakan rasa kesyukuran kepada Allah swt atas apa yang telah dicapai selama Ramadhan, sekaligus sebagai bukti kelemahan Hamba di hadapan Allah yang Maha Besar. Kebesaran Allah juga tidak hanya terlihat dari kekuasaan di alam raya, namun juga Allah memberi nikmat berupa hidayah dan syariat Islam, terutama syariat puasa di bulan Ramadhan. Tidak ada agama yang selengkap dan seindah ajaran agama Islam. Di bulan Ramadhan inilah selama sebulan lamanya terjadi “Mega Training” secara massif bagi umat manusia dalam memperbaiki tubuhnya, memperbaiki akhlaknya, memperbaiki mentalnya, memperbaiki sikapnya, memperbaiki pola hidupnya, memperbaiki hubungan spritualnya dengan Tuhan, memperbaiki hubungan sosialnya, memperbaiki kondisi ekonominya, bahkan memperbaiki barisan persatuan dan ukhuwahnya. Itulah sebabnya, di akhir ayat shiyam, Allah swt berfirman:

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ.

 

“Dan hendaklah engkau menyempurnakan bilangan puasa dan hendaklah membesarkan nama Allah atas petunjuk(ajaran)Nya kepadamu dan agar kamu bersyukur” (QS.al-Baqarah: 185)

 

Allahu Akbar..Allahu Akbar...Walillahilhamd

Tentu saja, perasaan rasa syukur ini hanya bisa dirasakan oleh kaum muslimin dan muslimat yang telah melaksanakan ibadah selama bulan Ramadhan. Mengapa? Karena mereka telah mampu taat dan patuh melaksanakan perintah Allah swt. Dengan puasa dan diiringi dengan membayar zakat, manusia akan kembali kepada fitrah dan kesucian. Inilah makna yang terkandung dalam kata “Idul Fitri”

Berbeda dengan kata “lebaran” yang lebih dekat dengan kata “liburan”. Semua orang boleh ikut berlebaran dan berliburan, baik orang yang berpuasa maupun orang yang tidak berpuasa, bahkan orang-orang non muslim pun ikut berliburan lebaran. Mereka sama-sama memakai baju baru mereka, mereka sama-sama bertamasya, mereka sama-sama memakan hidangan yang enak. Semuanya ikut merasakan liburan lebaran. Bahkan –boleh saya katakan- non muslim adalah mengambil bagian terbanyak dari tradisi lebaran ini. Mereka mendapat keuntungan dari situasi Ramadhan, terutama di bidang ekonomi. Siapakah yang memiliki sentra-sentra produksi selama Ramadahan?, siapakah pemilik produk kecap?sirop?garmen, mall-mall?mini market-mini market? Mereka mayoritas adalah saudara kita dari kalangan non muslim. Mereka telah ber”lebaran” dengan keuntungan Ramadhan yang mereka raih, bahkan mereka dapat berlibur ke luar negeri di masa-masa liburan lebaran ini.

Namun, meskipun merasakan lebaran, apakah mereka juga merasakan “idul fitri”? Tidak. !. Yang dapat merasakan idul ftiri adalah mereka kaum muslimin yang telah berpuasa dengan iman dan ikhlas, yang mengisi Ramadhan dengan aktifitas ibadahnya, mereka lah yang hanya dapat merasakan idul fitri (kembali kepada fitrah dan kesucian)

Allahu Akbar..Allahu Akbar...Walillahilhamd

Kaum Muslimin wal muslimiat rahimakumullah

Selain rasa gembira dan bahagia karena telah melaksanakan perintah Allah dan rasul-Nya, kita juga merasakan kesedihan ditinggal oleh bulan Ramadhan. Ibarat seorang tamu yang datang sekali setahun, dan setiap datang selalu menebar kebahagiaan kepada kita. Maka kedatangannya selalu dirindukan dan kepergiannya selalu ditangisi. Begitu pula dengan Ramadhan, kepergiannya membuat sedih hati kaum muslimin yang taat. Mereka khawatir tamu itu tidak akan bertemu lagi dengan mereka, karena mereka tidak tahu kapan ajal akan menjemput mereka.

Oleh sebab itu, orang yang kedatangan tamu yang menyenangkan ini, tidak ingin kemesraan yang indah ini cepat berlalu, mereka tidak ingin tamu ini berpisah begitu saja. Mengapa mereka merasakan rindu yang mendendam seperti ini? Karena mereka mengetahui bahwa di dalamnya penuh dengan nikmat dan kebahagiaan. Mereka yang mengerti hal ini hanyalah sedikit saja. Sedangkan sebagian besar umat ini melewati ramadahan dengan biasa-biasa saja. Rasulullah saw bersabda:

لَوْ تَعْلَمُ أُمَّتِيْ مَا فِي َرمَضَانَ لَتَمَّنَّوْا اَنْ تَكُوْنَ السَّنَةُ كُّلُّهَا رَمَضَان

“Andaikata umatku mengetahui apa yang terdapat dalam bulan Ramadhan, maka mereka pasti berangan-angan agar setahun itu semuanya adalah ramadhan.”

 

Allahu Akbar..Allahu Akbar...Walillahilhamd..

 

Selain rasa bahagia dan sedih, kita pun perlu mengevaluasi ibadah kita selama Ramadhan:

Pertama, Sudah seberapa besarkah pengaruh ibadah yang kita lakukan, baik sholat, zakat maupun puasa? Sudahkah sholat dan puasa kita membuat kita hidup berdisiplin dan berkarakter? Sudahkah kita selalu merasakan kebersamaan dengan Allah di luar puasa sebagaimana yang kita rasakan saat berpuasa? Kita tidak berani minum atau makan barang sedikitpun jika belum datang waktu berbuka dan meskipun tidak ada orang yang melihat kita. Namun apakah hal yang sama bisa kita lakukan, dengan tidak berani memakan milik orang lain, apalagi harta milik rakyat banyak? Atau tidak berani makan barang haram? Karena selalu merasa disaksikan Allah swt?

Kedua, Banyak di antara kita yang hanya berkonsentrasi pada tanggal 1 syawal, namun melupakan 30 hari bulan Ramadhan. Kita sibuk mencari harta demi tanggal 1 syawal, namun kita melewatkan hari-hari selama bulan Ramadhan. Kita sibuk bekerja untuk baju baru, hingga kita meninggalkan taraweh, membaca al-Quran, qiyamullail, itikaf, bahkan ada yang meninggal ibadah puasa yang menjadi inti ibadah di bulan Ramadhan.

Ketiga, kita sibuk memperdebatkan kapan hari raya idul fitri? Rabu atau Kamis? Sehingga kita melupakan sisa-sisa akhir Ramadhan yang merupakan puncak dari turunnya malam lailatul qodar. Bagaikan seorang murid atau mahasiswa yang memperdebatkan kapan pengumuman hasil ujian, atau kapan liburan tiba? Tetapi mereka melupakan pelajaran ujian itu sendiri.

Keempat, tentang zakat fitrah yang salah satu fungsinya adalah membuat bahagia kaum dhuafa, sehingga tidak ada lagi pemandangan orang-orang yang masih meminta belas kasihan di hari raya, semuanya harus menunjukkan kebahagiaan. Namun kenyataannya, masih banyak kaum fakir miskin bertebaran di mesjid-mesjid meminta belas kasihan. Bahkan fenomenanya adalah justru lebih banyak penampakan kaum miskin di tengah-tengah kaum muslimin melaksanakan shalat ied. Hal ini terjadi karena ada dua kemungkinan, kemungkinan distribusi zakat belum maksimal serta tidak tepat sasaran, dan kemungkinan karena mental pengemis yang menghinggapi sebagian jiwa kaum muslimin. Mengemis dijadikan sebagai sebuah profesi. Padahal Rasululllah saw bersabda,

اليَدُ الْعُلْيَ خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلىَ

“Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah”.

Muhasabah ini harus selalu kita lakukan, agar dari tahun ke tahun, umat Islam, pasca gemblengan Ramadhan, terus mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Jangan sampai Ramadhan hanya rutinitas yang kita lewati begitu saja, tanpa perubahan yang positif bagi kemajuan umat Islam.

 

Allahu Akbar..Allahu Akbar...Walillahilhamd..

Kaum muslimin wal muslimat rahimakumullah..

Setelah kita melewati Ramadahan dengan serangkaian ibadah, kita berharap semoga seluruh ibadah kita diterima oleh Allah swt. Hal yang akan meringankan diri kita saat dihisab di hari kiamat. Namun, meskipun dosa kita diampuni oleh Allah swt, akan tetapi dosa yang kita lakukan kepada sesama manusia haruslah kita mintakan maafnya kepada setiap manusia yang pernah kita zalimi. Oleh sebab itu, momen idul fitri ini merupakan momen yang tepat untuk kita saling bermaaf-maafan. Sehingga ibadah Ramadhan kita menjadi sempurna.

Allah swt berfirman:

ضُرِبَتْ عَلَيْهِمْ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنْ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنْ النَّاسِ ُ

Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia” (QS: Ali Imran: 112)

Ayat ini menjelaskan kepada kita, bahwa kehinaan akan menimpa seseorang jika tidak melakukan hubungan yang baik kepada Allah (hablum minallah) dan hubungan baik sesama manusia (hablum minannas).

Orang yang pertama kali yang harus kita mintakan maafnya adalah kedua orang tua. Karena merekalah yang telah melahirkan kita serta mendidik kita. Betapa pun sederhananya mereka dan serba kekurangannya dibanding kita, mereka adalah makhluk yang harus kita hormatه, bahkan meskipun mereka berbeda agama keyakinan dengan kita.

 

Allahu Akbar..Allahu Akbar...Walillahilhamd..

Kaum muslimin wal muslimat rahimakumullah..

Saat ini kita memasuki bulan Syawal, dan Ramadhan tahun depan masih 11 bulan lagi. Kita tidak mengetahui apakah kita akan berjumpa lagi dengan Ramadhan tahun depan atau tidak?. Namun, meskipun kita sudah berada di luar bulan ramadhan, janganlah kita meninggalkan semangat ramadhan. Kita harus tetap jaga predikat “takwa” di luar ramadhan. Oleh sebab itu kalimat “la’allakum tattaqun” dalam ayat 183 surat al-Baqarah menggunakan fi’il mudhore (present countinue tense) “Tattaqun”, yang dalam bahasa Arab mengandung pesan “lil hadir wal mustaqbal”, yakni untuk masa kini dan masa mendatang, atau “lil istimror wat tajaddud” untuk terus menerus dan berkesinambungan. Sehingga kalimat “la’allakum tattaqun” mengandung pengertian agar engkau bertakwa terus menerus dan memperbaharui hingga masa-masa yang akan datang. Taqwa jangan hanya terjadi di bulan Ramadhan saja, akan tetapi juga terus berlanjut di masa-masa yang akan datang.

Salah satu ibadah terdekat yang bisa kita lakukan di bulan syawal ini adalah berpuasa sunnah enam hari di bulan Syawal. Rasulullah saw bersabda:

منْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالَ فَكَأنهُ صَامَ الدَّهْرَ

“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian dilanjutkan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa selama setahun lamanya.” (HR: Muslim)

 

Allahu Akbar..Allahu Akbar...Walillahilhamd..

Kaum muslimin wal muslimat rahimakumullah..

Akhirnya, marilah sama-sama kita berdoa kepada Allah swt, semoga amal ibadah kita selama bulan Ramadhan dan bulan-bulan lainnya diterima oleh Allah swt.

Semoga Allah swt menerima sholat kita, puasa kita, tahajjud kita, zikir kita, khusyu’ kita dan menyempurnakan segala kekurangan dan kelalaian kita. Amin Yaa Rabbal alamin..

 

باَرَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ الكَرِيْم. وَنَفَعَنِيْ وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآياتِ وَالذكْرِ الحَكِيْمِ.  وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْم, أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلمِيْن مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ  فَاسْتَغْفِرُوه, اِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم.

 

 

KHUTBAH  KEDUA

 

 

ألله أكبر, ألله أكبر, ألله أكبر, ألله أكبر, ألله أكبر, ألله أكبر, ألله أكبر, ألله أكبركبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا, . أشهد ان لااله الا الله وحده لا شريك له ارغاما لمن جحد به وكفر, وأشهد أن محمدا عبده ورسوله سيد الخلائق والبشر, اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد وسلم تسليما كثيرا

أما بعد, فيا أيها الناس اتقوا الله ولازموا الصلاة على خير خلقه عليه الصلاة والسلام, فقد أمركم الله بذلك ارشادا وتعليما فقال:

 ان الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه أجمعين وعلى بقية الصحابة و التابعين وعلى تابعي التابعين ومن تبعهم باحسان الى يوم الدين وعلينا برحمتك يا أرحم الراحمين, اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات, انك سميع قريب مجيب الدعوات, يا قاضي الحاجات, اللهم تقبل منا صلاتنا وصيامنا وقيامنا و ركوعنا وسجودنا وتخشعنا وتضرعنا وتمم تقصيرنا  يا رب العالمين, , ربنا آتنا فى الدنيا حسنة وفى الآخرة حسنة وقنا عذاب النار.

 

عباد الله, ان الله يأمر بالعدل والاحسان وايتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي, يعظكم لعلكم تذكرون. فاذكروا الله العظيم يذكركم وادعوه يستجب لكم ولذكر الله أكبر.

 

 

SELESAI

*) Pengasuh Pesantren Terpadu Ekonomi Islam Multazam – Rumpin Bogor. Khutbah disampaikan pada shalat Idul Fitri 1 Syawal 1445 H/10 April 2024 M  di Masjid al-Muhajirin Cluster Catalina, Gading Serpong Tangerang

Kamis, 04 April 2024

Lailatul Qodar Sudah Tidak Dirahasiakan Lagi?

Oleh : KH. Muhammad Jamhuri, Lc. MA

 Begitulah kesimpulan sementara. Kita sering mendengar bahwa Lailatul Qodar memang tidak diberitakan kapan akan terjadi, atau malam ke berapa dari bulan Ramadhan akan terjadi. Hal itu - menurut para ulama - agar umat ber-taharri (berjaga-jaga) untuk meraihnya dengan segala upaya yang dapat dilakukannya.

Akan tetapi kini Lailatul Qodar  nyaris sudah bukan rahasia lagi? Mengapa? Karena Rasulullah saw dan para ulama Islam nyaris membuka tabir Lailatul Qodar secara terbuka kepada umatnya. Tanda-tanda pembukaan tabir itu dapat diamati dari perilaku dan kebiasaan amalan Rasulullah saw, para sahabat serta ulama yang dikenal alim, zuhud dan taqarrub (kedekatan)nya dengan Allah sangat kuat. Bahkan di antara mereka secara terbuka membuka kapan Lailatul Qodar itu akan tiba berdasarkan pengalaman dirinya dan sahabatnya yang mengalami kedapatan Lailatul Qodar.

Diantara tabir-tabir yang sudah dan mulai diungkap oleh Rasulullah saw, para sahabat dan para ulama adalah sebagai berikut:

Pertama, Rasulullah saw selalu melakukan i'tikaf di 10 terakhir bulan Ramadhan dan nyaris tidak meninggalkannya pada setiap tahunnya, sejak beliau tinggal di Madinah hingga menjelang wafatnya. Fenomena ini menjadi sebuah indikasi, bahwa Lailatul Qodar sering terjadi di antara malam-malam terakhir bulan Ramadhan. Dalam sebuah hadits disebutkan:

عن عائشة رضي الله عنها زوج النبي صلى الله عليه وسلم أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يعتكف العشر الأواخر من رمضان حتى توفاه الله ثم اعتكف أزواجه من بعده

Artinya, “Dari Aisyah RA, istri Nabi Muhammad SAW bahwa Nabi Muhammad SAW beritikaf pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan sampai beliau wafat. Kemudian para istrinya mengikuti itikaf pada waktu tersebut setelah wafatnya beliau.” (HR: Bukhori Muslim)

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَجْتَهِدُ فِيْ العَشْرِ الأَوَاخِرِ مَالاَ يَجْتَهِدُ فِيْ غَيْرِهِ

“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersungguh-sungguh dalam sepuluh hari akhir bulan Ramadhan, hal yang tidak beliau lakukan pada bulan lainnya.” (HR Muslim)

Kedua, Dari 10 malam terakhir Ramadhan, terkuak indikasi, bahwa Lailatul Qodar akan terjadi di malam-malam ganjil 10 malam terakhir Ramadhan itu. Bebarapa kisah di bawah ini membuktikan sebagian kenyataan tersebut:

Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa Rasulullah SAW sedang duduk iktikaf semalam suntuk pada hari-hari terakhir bulan suci Ramadhan. Para sahabat pun tidak sedikit yang mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah. Ketika Rasulullah berdiri sholat, para sahabat juga menunaikan sholat. Ketika beliau menegadahkan tangannya untuk berdoa, para sahabat pun serempak mengamininya. Saat itu langit mendung tidak berbintang. Angin pun meniup tubuh-tubuh yang memenuhi masjid. Dalam riwayat tersebut malam itu adalah malam ke-27 dari bulan Ramadhan.

Di saat Rasulullah SAW dan para sahabat sujud, tiba-tiba hujan turun cukup deras. Masjid yang tidak beratap itu menjadi tergenang air hujan. Salah seorang sahabat ada yang ingin membatalkan sholatnya, ia bermaksud ingin berteduh dan lari dari shaf, namun niat itu digagalkan karena dia melihat Rasulullah SAW dan sahabat lainnya tetap sujud dengan khusuk tidak bergerak. Air hujan pun semakin menggenangi masjid dan membasahi seluruh tubuh Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang berada di dalam masjid tersebut, akan tetapi Rasulullah SAW dan para sahabat tetap sujud dan tidak beranjak sedikitpun dari tempatnya. Beliau basah kuyup dalam sujud. Namun sama sekali tidak bergerak seolah-olah beliau sedang asyik masuk kedalam suatu alam yang melupakan segala-galanya. Beliau sedang masuk ke dalam suatu alam keindahan. Beliau sedang diliputi oleh cahaya Ilahi. Beliau takut keindahan yang beliau saksikan ini akan hilang jika beliau bergerak dari sujudnya. Beliau takut cahaya itu akan hilang jika beliau mengangkat kapalanya. Beliau terpaku lama sekali di dalam sujudnya. Beberapa sahabat ada yang tidak kuat menggigil kedinginan. Rasulullah SAW baru mengangkat kepala dan mengakhiri sholatnya ketika hujan berhenti. Anas bin Malik, sahabat Rasulullah SAW bangun dari tempat duduknya dan berlari ingin mengambil pakaian kering untuk Rasulullah SAW. Namun beliau pun mencegahnya dan berkata: "Wahai Anas, janganlah engkau mengambilkan sesuatu untukku, biarkanlah kita sama-sama basah, nanti juga pakaian kita akan kering dengan sendirinya."

Dalam riwayat lain diceritakan, Rasulullah SAW bertemu Lailatul Qadar pada malam ke-21 sebagaimana diterangkan dalam Kitab Al-Muwaththa' Hadis No 701 oleh Imam Malik. Dari Abu Said Al-Khudri sesungguhnya dia berkata: "Rasulullah SAW beriktikaf pada puluhan yang kedua dari bulan Ramadhan. Pada suatu tahun setelah beliau sampai pada malam 21 yang seharusnya beliau keluar dari iktikaf pada pagi harinya, beliau berkata: "Barangsiapa turut beriktikaf bersamaku, hendaklah beriktikaf pada sepuluh hari yang terakhir. Sungguh telah diperlihatkan kepadaku Malam Al-Qadar. Kemudian aku dijadikan lupa. Aku bersujud pada paginya di air dan tanah. Karena itu carilah dia di sepuluh akhir, carilah dia di tiap-tiap malam yang ganjil. Berkata Abu Sa'id: "Maka turunlah hujan pada malam itu, sedangkan masjid diatapi dengan daun kurma dan meneteslah air ke lantai. Kedua mataku melihat Rasulullah SAW kembali dari masjid, sedangkan pada dahinya nampak bekas air dan tanah, yaitu pada malam 21." Apa yang dilakukan Rasulullah SAW ini menunjukkan betapa banyak rahasia dan hikmah di balik malam seribu bulan. Ini pun menunjukkan bahwa Lailatul Qadar kerap terjadi malam-malam ganjil di 10 terakhir Ramadhan.

Ketiga, Bahkan Rasulullah saw lebih mengerucutkan lagi dalam menjelaskan kemungkinan kuat datangnya Lailatul Qodar, yaitu di malam-malam ganjil pada 7 hari terakhir  bulan Ramadhan. Berarti malam  25, 27 dan 29. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:

أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ

“Aku juga bermimpi sama sebagaimana mimpi kalian bahwa Lailatul Qadar pada tujuh hari terakhir, barangsiapa yang berupaya untuk mencarinya, maka hendaknya dia mencarinya pada tujuh hari terakhir. ” (muttafaqun ‘alaihi dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma)

Keempat, Bahkan Imam Ghazali menyampaikan satu kaidah (rumus) tentang datangnya Lailatul Qodar. Menurut Imam Al-Ghazali dan juga ulama lainnya, sebagaimana disebut dalam I’anatut Thalibin juz 2, hal. 257, bahwa cara untuk mengetahui Lailatul Qadar bisa dilihat dari hari pertama dari bulan Ramadhan:

 قال الغزالي وغيره إنها تعلم فيه باليوم الأول من الشهر  فإن كان أوله يوم الأحد أو يوم الأربعاء فهي ليلة تسع وعشرين أو يوم الاثنين فهي ليلة إحدى وعشرين أو يوم الثلاثاء أو الجمعة فهي ليلة سبع وعشرين أو الخميس فهي ليلة خمس وعشرين أو يوم السبت فهي ليلة ثلاث وعشرين قال الشيخ أبو الحسن ومنذ بلغت سن الرجال ما فاتتني ليلة القدر بهذه القاعدة المذكورة 1.

Rumus itu adalah (artinya;)

Jika awal Ramadhan jatuh pada hari Ahad atau Rabu, maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-29

Jika awal Ramadhan jatuh pada hari Senin maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-21

Jika awal Ramadhan  jatuh pada hari Selasa atau Jum'at maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-27

Jika awal Ramadhan jatuh pada hari Kamis maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-25

Jika awal Ramadhan jatuh pada hari Sabtu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-23

Syekh Abul Hasan As-Syadzili berkata: “Semenjak saya menginjak usia dewasa Lailatul Qadar tidak pernah meleset dari jadwal atau kaidah tersebut."

Jadi, jika mengacu kepada kaidah (rumus) yang disampaikan al, Ghazali tersebut, maka karena awal Ramadhan tahun ini jatuh pada hari selasa, maka Lailatul Qodar pada Ramadhan tahun ini (1445 H/ 2024 M) akan terjadi pada malam ke 27 Ramadhan. Wallahu a'lam.

Kelima, Kemungkinan malam lailatul qodar jatuh pada malam ke 27 dikuatkan pula dengan dalil dan riwayat serta analisa para ulama berikut ini :

Hadist Nabi saw : "(Dia/lailatul qodar adalah) malam ke-27. ” (HR. Abu Dawud, dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan radliyallahu ‘anhuma)

1. Ibnu Katsir ulama ahli tafsir mencoba menguak rahasia surat al-Qodar terkait dengan waktu datangnya malam Lailatul Qodar. Beliau mengungkap penemuannya, bahwa lafazh (ليلة القدر) dalam surat al-Qodar disebut 3 (tiga) kali dalam al-Quran dalam surat tersebut. Dan lafazh tersebut berjumlah 9 huruf. Sehingga jika dikalikan jumlah huruf pada lafazh (ليلة القدر) yang berjumlah 9 huruf itu dengan angka 3 kali penyebutannya, maka keluar hasil angka 9 x 3 = 27. Maka malam Lailatul Qadar akan terjadi di malam ke 27 Ramadhan

Hadist dari Sahabat Ubay bin Ka’b radliyallahu ‘anhu menegaskan

والله إني لأعلمها وأكثر علمي هي الليلة التي أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم بقيامها هي ليلة سبع وعشرين

"Demi Allah, sungguh aku mengetahui malam (Lailatul Qadar) tersebut. Puncak ilmuku bahwa malam tersebut adalah malam yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menegakkan shalat padanya, yaitu malam ke-27." (HR. Muslim)

2. Para ulama Hanabilah juga banyak mengikuti riwayat yang menjelaskan bahwa malam lailatul Qadar terjadi pada malam ke 27 Ramadhan. Sehingga tidak heran, jika di malam itu terjadi puncak kepadatan jamaah shalat taraweh dan qiyamullail di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi serta masjid lainnya di Arab Saudi.

Akan tetapi, meskipun kita dianjurkan ber-taharri (berjaga mendapatkan) Lailatul Qodar dengan dimensi waktu yang telah dijelaskan di atas. Akan tetapi Lailatul Qodar tidak akan turun saat sikap-sikap dan perilaku kita bertentangan dengan apa yang dianjurkan Rasulullah saw.

3. Rasulullah saw pernah sempat diberitahu Jibril as bahwa suatu malam nanti akan ada Lailatul Qadar, akan tetapi Jibril as meralatnya, bahwa Lailatul Qadar tidak jadi turun, karena sikap beberapa kaum muslimin yang tidak mencerminkan sikapnya sebagai muslim yang baik.

4. Diceritakan dalam buku Ringkasan Shahih Bukhari oleh Muhammad Nasir al-Din Albani, pada mulanya, Rasulullah SAW hendak memberitahukan umatnya tentang waktu pasti satu malam terjadinya lailatul qadar. Tapi, hal tersebut tertunda setelah Rasulullah melihat dua umatnya tengah berselisih.

5. Diceritakan Ubadah ibnush-Shamit bahwa ia berkata,

 خَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ ليُخْبِرَ بِليلةِ القَدْرِ، فَتَلَاحَى رَجُلاَنِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ، فَقَالَ النبيُّ ﷺ: إِنِّيْ خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ بِلَيْلَةِ القَدْرِ، فتلاحَى فُلَانٌ وَفُلاَنٌ، فَرُفِعَتْ، فَعَسَى أَنْ يَكُوْنَ خَيْرًا لَكُمْ، فَالْتَمِسُوْهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ

Artinya: Nabi keluar untuk memberitahukan kepada kami mengenai waktu tibanya Lailatul Qadar. Kemudian ada dua orang lelaki dari kaum muslimin yang berdebat. Beliau bersabda, "(Sesungguhnya aku) keluar untuk memberitahu kan kepadamu tentang waktu datangnya Lailatul Qadar, tiba-tiba si Fulan dan si Fulan berbantah-bantahan. Lalu, diangkatlah pengetahuan tentang waktu Lailatul Qadar itu, namun hal itu lebih baik untukmu. Maka dari itu, carilah dia (Lailatul Qadar) pada malam kesembilan, ketujuh, dan kelima (pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan)," (HR Bukhari).

Maka, menjaga sikap yang baik di antara kaum muslimin tidak kalah pentinganya dengan memburu tanggal-tanggal tertentu untuk mendapat Lailatul Qadar.

Semoga kita mendapat ketepatan dengan Lailatul Qodar di bulan Ramadhan tahun ini.



Muhammad Jamhuri, 24 Ramadhan 1445 H/ 4 April 2024 M

Kamis, 28 Maret 2024

Pesan KH. Syukron Makmun Kepada Para Pimpinan Pesantren

Para pimpinan pesantren bersama KH. Syukron Makmun
Pada Selasa 26 Maret 2024 atau 16 Ramadhan 1445 H, KH. Syukron Makmun mengundang para santrinya yang juga para pimpinan pesantren di sekitar Jabodetabek dalam sebuah acara bersama Ifthor Jamaí ataau Buka Puasa Bersama di  Pesantren Daarul Rahman II Lewiliang, tepatnya di Resto Saung Bambu DR 2.

Para bu Nyai bersama KH. Syukron Makmun
Dalam kesempatan itu hadir para pimpinan pesantren yang tergabung dalam FORMADA (Forum Kerja Sama Antar Pesantren Alumni Daarul Rahman), antara lain:

  1. DR. KH. Musyfiq Amrullah, lc. MA. Pengasuh Pesantren At-Tawazun, Subang
  2. KH. Alwan Surya, Pengasuh Pesantren Nurul Falah, Parung Panjang, Bogor
  3. KH. Anwar Wahdi, Pengasuh Pesantren Babus Salam, Comone Tangerang
  4. KH. Musthofa Mughni, Pengasuh Pesantren Daarul Mughni, Cileungsi Bogor
  5. KH. Faisal Ali Nurdin, Pengasuh Pesantren Nurul Ilmi, Bojonggede, Bogor
  6. KH. Ahmad Wildan S, Pengasuh Pesantren Al-Kamil, Doyong Tangerang
  7. KH. Muhammad Jamhuri, Pengasuh Pesantren Multazam, Rumpin Bogor
  8. KH. Abudl Wahid, Pengasuh Pesantren Al-Musyarrofah, Cianjur
  9. KH. Ahmad Al-Ghozali, Pengasuh Pesantren Al Ihya, KH. A, Ghozali
  10. KH. Jamaladdin F Hasyim Adnan, STAI Al-Aqidah, Jakarta
  11. KH. Mulyadi Mughni, Pengasuh Pesantren Baitun Nun, Bogor
  12. KH, M, Farid Ma'ruf, Pengasuh Pesantren Asy-Syarofah
  13. dan kyai lainnya seperti KH. Sumarja, KH. Dimyati dan lainnya
Dalam kesempatan  tersebut Syaikhuna KH. Syukron Makmun memberi pesan-pesan spritual kepada para pimpinan pesentren, agar tidak lupa meningkatkan spritualitas diri, di antaranya selalu qiyamullail atau tahajjud dan sholat witir.  "Seorang kyai itu jangan pernah putus setiap malam untuk selalu shalat tahajjud dan witir, kecuali dalam kondisi tertentu, seperti lelah sekali karena kesibukan yang padat sebelumnya, tapi usahakan sholat malamlah" Ujar KH. Syukron Makmun berulang-ulang disampaikan. "Saat malam itulah, doakan pesantren dan santri-santrinya." tambahnya. "Silakan tanya ke istri saya, kalau saya shalat bersama istri, pasti setelah shalat, saya doakan pesantren, santri-santri saya, bahkan alumni-alumni Daarul Rahman, semuanya saya doakan" Ujarnya meyakinkan.

"Lho?, saya dapat cerita bahkan bu Nyainya pesantren Tremas itu suka berpuasa hampir setiap hari. Ketika ditanya kenapa sampean puasa hampir setiap hari? Jawabnya, karena saya ingin mendoakan agar santri-santri yang belajar kepada suami saya menjadi manusia yang berguna untuk dunia dan akhirat "Tambah KH. Syukron bercerita

Kemudian beliau juga berpesan agar kyai atau pimpinan pesantren tidak meninggalkankan amalan shalat Dhuha setiap harinya, karena shalat ini akan memudahkan datangya rezeki. 

Usai memberi pesan spritual, acara diisi dengan doa yang dipimpin langsung oleh beliau, yang kandungan isi doanya penuh dengan doa untuk santri-santri beliau, alumni-alumni dan orang-orang yang pernah memberikan andil bagi pesantren beliau khususnya Daarul Rahman