Selasa, 27 November 2007

Kebesaran Allah di Makkah

“Sesungguhnya rumah pertama yang diletakkan untuk umat manusia adalah rumah yang berada di Bakkah (Makkah) yang diberkahi. Di dalamnya terdapat tanda-tanda kebesaran (Allah) berupa maqom Ibrahim’”
(Al-Imran[3]: 87)

Bulan Syawwal, Dzulqo’dah dan Dzulhijjah adalah bulan musim haji yang diketahui (asyhurun ma’lumat). Kaum muslimin yang melaksanakan ibadah haji sejak Syawwal telah mulai berdatangan ke Tanah Suci Makkah guna melakukan serangkaian ibadah. Meskipun puncak prosesi ritual haji dimulai pada tanggal 8 hingga 14 Dzulhijjah, akan tetapi saat-saat sekarang ini diperbolehkan pergi ke Makkah karena telah masuk musim haji.
Rasa rindu ingin bertemu Ka’bah telah terasa, jauh sebelum keberangkatan. Betapa tidak? Karena selama ini kaum muslimin yang belum pernah pergi haji hanya sebatas menghadap ke arah Ka’bah dalam sholat-sholatnya. Tentun saja seseorang yang diperkenalkan dengan sesuatu yang jauh, dan perkenalan itu dilakukan lima kali dalam sehari dengan menghadapnya, tentu saja ada rasa keingintahuan dan kerinduan akan sesuatu itu. Rasa rindu itu pun kian bertambah tatkala calon jamaah haji telah menyetorkan ONH (ongkos naik haji)nya seakan yakin akan bertemu Ka’bah sebentar lagi. Bayangan Ka’bah pun selalu menempel di benak, kemana pun pergi selalu mengingat akan bertemu Ka’bah. Perasaan rindu itu semakin menggebu saat diri telah memasuki badan pesawat terbang menuju ke Jeddah. Apalagi setelah naik bus, dan bus itu melewati pelataran Masjidil Haram. Dapat dipastikan, air mata pun akan berlinang tanpa disadari. Kenikamatan batin pun telah terasa begitu dalam walau hanya baru melihat menara masjid dari dalam bus. Dan tatkala kaki memasuki Masjidil Haram kemudian mata melihat ka’bah, rasa rindu pun semakin menggebu-gebu, jantung berdetak, seakan bertemu sang kekasaih yang lama tak berjumpa dan selalu meindu-rindukannya.
Itulah gambaran jamaah haji yang berangkat ke Tanah Suci.
Ka’bah hanyalah bangunan kubus terbuat dari batu-batu yang disusun menjadi tembok-tembok dan menjadi sebuah bangunan. Ukurannya pun tidak begitu luas. Tidak ada hiasan mencolok di sana. Tidak ada pula lukisan yang menakjubkan, kecuali hanya sehelai kiswah (baju) hitam dengan tulisan kalighrafi berwarna kuning emas yang menghiasinya. Tidak juga semua jamaah haji bisa masuk ke dalamnya seperti layaknya seorang yang bertamu ke rumah orang lain. Namun, meskipun sangat sederhana, jutaan manusia merindukan menyaksikan Ka’bah tersebut. Bahkan tidak jarang orang yang sudah melihatnya pun, ingin berkunjung kembali untuk melihat dan beribadah di depannya.
Tidak mungkin suatu bangunan yang sangat sederhana itu dicintai dan diagungkan serta dirindukan oleh jutaan manusia, kecuali karena yang menentukannya adalah Allah Yang Maha Perkasa. Disana seakan tersimpan magnet kuat yang mempunyai daya tarik yang hebat pada seluruh manusia di muka bumi. Sehingga manusia dari berbagai pelosok, hingga dari pedalaman Kalimantan dan Sumatera, datang memenuhi “panggilan” Allah SWT.
Belum lagi daerah Makkah adalah daerah yang tandus, gersang dan padang pasir. Andaikata daerah itu sejuk, rimbun dengan pohon, dan indah dengan pegunungan hijau laksana pemandangan daerah puncak, barangkali wajar jika kemudian dikunjungi banyak orang. Namun kenyataannya, Makkah adalah daerah tandus, panas dan gurun. Seharusnya orang malas berdatangan ke sana. Namun karena Allah telah menentukannya sebagai tempat berhaji, serta do’a nabi Ibrahim yang memohon agar hati manusia rindu dan terpaut padanya, maka Makkah sepanjang tahunnya ramai dikunjungi oleh banyak orang.
Yang mengherankan lagi, di tengah tanah yang tandus dan gersang dimana curah hujan sangat sedikit dan jarang, terpancar suatu sumber air yang sangat berkah dan “disucikan’ oleh manusia karena Allah dan Nabi-Nya telah “mensucikannya”. Itulah sumber air Zamzam. Suatu sumber air yang tidak pernah henti mengalir sejak zaman Nabi Ismail AS, kecuali beberapa kurun tatkala penduduk Makkah durhaka kepada Allah. Hingga kini, air itu menjadi oleh-oleh berharga bagi jamaah haji. Tidak afdhol rasanya bila jamaah haji tidak membawa air zamzam dari Makkah. Bergalon-galon jamaah haji membawa air zamzam ke negaranya masing-masing, namun sumber air itu terus memancar tidak henti-hentinya.
Siapa meminum air zamzam sambil memohon doa kepada Allah, maka doa dan keperluannya akan dipenuhi oleh Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Air zamzam tergantung pada niat si peminumnya”.
Itulah beberapa ayat (tanda kebesaran) Allah di Makkah. Ada lagi tanda sejarah yang terdapat di Makkah. Yakni maqom Ibrahim. Yang dimaksud dengan maqom disini bukanlah makam, kuburan atau pusara. Kata maqom berasal dari qooma-yaquumu (berdiri). Sedang kata “maqom” adalah isim makaan (nama tempat). Sehingga kata maqom berarti tempat berdirinya Nabi Ibrahim. Suatu tanah yang pernah dipijak oleh Nabi Ibrahim AS yang kemudian diprasastikan dengan perak. Maqom ini terletak di depan Ka’bah, dan diletakkan dalam sebuah kaca berbentuk seperti sangkar burung. Orang yang thawaf dapat melihat benda ini. Suatu tanda sejarah akan kegigihan Nabi Ibrahim dalam menjalankan perintah dan titah Allah SWT.
Beliau bersama puteranya Ismail AS membangun Ka’bah yang telah runtuh sejak zaman Nabi Nuh As akibat air bah. Kesungguhan Ibrahim As ini diabadikan dengan maqom tersebut agar kita dapat mengambil pelajaran kegigihan dan ketwakkalan mereka.
Nabi Muhammad saw menganjurkan agar kita sholat sunnat setelah thowaf di belakang maqom ini. Karena tempat ini adalah salah satu tempat yang mustajab (doa terkabul).
Semoga kita ditakdirkan Allah dapat mengunjungi Makkah, sehingga kebesaranNya dapat kita saksikan dan iman akan bertambah. Amin. ##

H. Muhammad Jamhuri, Lc

Minggu, 18 November 2007

Kedahsyatan Istighfar

Maka Aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun. Niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (QS. Nuh: 10-12)

Suatu hari, seorang ulama besar bernama al-Hasan al-Bashori kedatangan seseorang yang mengadukan hasil panennya kurang memuaskan, beliau memberi resep, “Banyaklah beristighfar!”.
Kali lain, datang seorang yang sudah menikah sekian lama, namun belum juga dikaruniai seorang anak, al-Hasan al-Bashari memberi resep, ”Banyaklah beristighfar”.
Di kesempatan lain, ada seorang pedagang yang dagangannya tidak laris-laris, sehingga sering mengalami kerugian datang meminta nasehat, sang ulama tersebut lagi-lagi memberi jawaban, “Banyaklah beristighfar!”
Di hari lain, ada seseorang yang mengamati jawaban sang ulama tersebut dengan jawaban yang sama, dia bertanya, “Wahai syaikh, mengapa setiap ada orang yang bertanya mengeluhkan nasibnya serta persoalannya, selalu engkau jawab dengan jawaban yang sama, yaitu perbanyak istighfar?” Sang ulama bernama al-Hasan al-Bashri itu menjawab, Bukankah Allah SWT berfirman yang artinya, “Maka Aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, Sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (QS. Nuh: 10-12) seperti ayat yang tercantum di atas.
Istighfar adalah memohon ampun dan bertaubat pada Allah. Ia adalah bentuk ketundukkan dan penghambaan kepada Allah SWT yang Maha Kuasa. Dengan istighfar, seseorang merasa “butuh” dan “perlu” kepada Allah SWT. Dengan istighfar, seseorang berikrar bahwa dirinya hamba penuh dosa. Nah, rasa menghamba dan tunduk kepada Tuhan inilah yang disukai Allah. Bukankah terlaknatnya iblis karena sombong dan membangkang kepada Tuhannya?
Rasulullah saw bersabda, yang artinya, “Setiap anak Adam pasti pernah bersalah, dan sebaik-baik orang bersalah adalah bertaubat”. Dengan demikian, manusia pasti pernah melakukan kesalahan, namun sikap yang terbaik adalah bertaubat dan memohon ampun kepada Allah SWT. Bahkan Rasulullah SAW sendiri tidak pernah luput beristighfar dan bertaubat sebanyak 70 hingga 100 kali dalam sehari sebagaimana yang disebutkan dalam hadits-hadits shohih. Pertanyaannya, jika Rasulullah saw yang “ma’shum” saja beristighfar sebegitu banyak, mengapa kita yang penuh dosa malas beristighfar? Apalagi kita memerlukan pertolongan Allah dalam kesuksesan-kesuksesan kita?. Adalah tidak pantas kita meninggalkan istighfar dalam satu hari sekalipun, karena begitu banyak dosa dan keinginan kita.
Fungsi istighfar, selain untuk meminta ampunan, melancarkan rezeki, jodoh, dan mendapat keturunan, sebagaimana dijelaskan pada ayat di atas, istighfar juga dapat mencegah azab dan musibah.
Allah SWT menjelaskan dalam firmanNya yang artinya, “dan tidaklah Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun” (QS.Al-Anfal: 33)
Di antara Mufassirin (ahli tafsir)mengartikan yastagfiruuna dengan bertaubat dan ada pula yang mengartikan bahwa di antara orang-orang kafir itu ada orang muslim yang minta ampun kepada Allah.
Selain itu, istighfar juga dapat membantu seseorang dari rasa gelisah dan kesempitan hidup. Rasulullah saw bersabda yang artinya, “Barangsiapa memperbanyak istighfar, maka Allah akan memberikan kelapangan pada setiap kegelisahan, jalan keluar dari segala kesempitan, dan memberi rezeki yang tidak diduga-duga” (HR: Muslim).
Ada suatu kisah, seorang pedagang kecil berdagang di sebuah tempat di antara himpitan pedagang lain di sebuah pasar. Sudah hampir setengah hari dagangannya tidak pernah disentuh pembeli. Jangankan dibeli, ditanya harganya pun tidak. Tiba-tiba pedagang ini ingat akan hadits ini yang pernah didengarnya, lalu dia pun memperbanyak istighfar di tempat itu pula, sambil meyakini akan kebenaran isi hadits tersebut. Ternyata, tidak lama kemudian, banyak calon pembeli yang menghampiri pedagang tersebut, menawar, tertarik dan membeli barang dagangannya. Bahkan para pembeli yang mengurumuninya lebih ramai dari para pedagang lainnya. Sang pedagang pun mendapat rezeki dari kuntungan dagangannya tersebut. Ketika menjelang tutup dagangannya, pedagang yang berada disampingnya bertanya, “Apa sih rahasianya sehingga pembeli begitu tertarik.? Ia menceritakan, “Ketika aku hampir putus asa, aku mengingat hadits Nabi saw, lalu aku amalkan, dan ternyata benarlah hadits itu”
Kita terkadang menyepelekan istighfar, karena kita terlalu kesusu (tergesa-gesa) ingin mendapatkan apa yang kita inginkan, sehingga kita langsung berdoa, “ya Allah, berlah aku rezeki, berilah aku jodoh, berilah aku anak dan keturunan”. Padahal dalam surat Al-Fatihah kita diperintahkan beribadah dulu, baru meminta pertolongan (iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in). Sudah seberapa kita berisighfat? Sudah seberapa kita menundukkan diri di hadapan Allah sebagai hamba? Itulah mungkin yang menyebabkan doa-doa kita terhalang hijab. Apalagi, jika dalam rangka memenuhi keinginan kita, kita melakukan kesalahan fatal berupa perbuatan syirik. Itu akan menyebabkan Allah murka kepada kita. Sebut saja misalnya, ruwatan, sesajen, mendatangi dukun dan paranormal. Sebab, tidak ada bentuk kezaliman yang paling besar melainkan kezaliman menyekutukan Allah. Firman Allah SWT yang artinya, Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Lukman; 13)
Perbanyaklah istighfar sekarang, maka Anda akan rasakan kedahsyatannya!! #