Senin, 11 Oktober 2021

Salamku Pada Nabi saw Mengantarkanku Ke Madinah

Setahun setelah lulus pendidikan di pesantren aku diminta untuk mengabdi mengajar di sana. Di tengah masa pengabdian, salah seorang syeikh (dosen) dari Universitas Islam Madinah datang berkunjung ke pesantren. Kesempatan itu langsung dimanfaatkan oleh pimpinan pesantrenku untuk muqobalah (interview) para  alumni yang mungkin dapat diajukan sebagai penerima beasiswa kuliah di Universitas Islam Madinah. Saat itu ada beberapa alumni yang diajukan muqobalah, termasuk diriku.. 

Setelah beberapa bulan, pengumuman hasil muqobalah pun disampaikan. Dari sekitar 6 (enam) alumni yang dimuqobalah, hanya dua orang yang diterima. Yaitu putra sang Kyai dan satu lagi teman seangkatan denganku. Aku dan temanku lainnya yang dimuqobalah belum mendapat nasib baik saat itu.

Waktu pun berlalu. Namun aku disupport dan disugesti oleh temanku yang diterima kuliah di Madinah itu, bahwa aku sebenarnya lebih pantas menerima kesempatan itu. Akhirnya aku kirim pengajuan (apply) dengan mengirim beberapa berkas ke tiga universitas di Arab Saudi, yaitu Universitas Islam Madinah, Universitas Ummul Quro Mkkah, dan Universitas Imam Ibnu Saud Riyadh. Namun setelah sekian lama, tidak ada jawaban.

Sejak temanku berangkat kuliah ke Madinah, kami sering saling berkirim kabar melalui surat pos. Maklum, saat itu belum belum ada teknologi seluler seperti saat ini. Surat yang dikirim melalui pos baru diterima setelah sepuluh hari. 

Suatu hari, di perpustakaan aku membaca buku "Mafahim Yajib An-Tusohah" karya Sayid Alwi al-Maliki, ulama Makkah yang sangat terkenal dan pernah mengajar di Masjidil Haram. Dalam buku itu terdapat keterangan bahwa, "Menulis sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad saw, maka tulisan itu akan terus bersholawat dan bersalam kepada beliau selama tulisan itu masih ada." Penjelasan ini lalu menginspirasiku untuk membubuhi kalimat salam untuk Rasulullah saw pada amplop surat yang biasa akan aku kirim ke temanku yang sedang kuliah di Madinah.

Aku pun mulai menulis surat. Setelah aku tulis amplop surat itu dengan nama dan alamat temanku yang sedang kuliah di Madinah, lalu aku tambahi tulisan "Assalamu'alaika ya Rasulullah, Assalamualaika Ya Nabiyullah" di pojok kanan atas amplop surat itu. Dengan rasa husnuzzhon dan tafaul (optimis), saat surat ini masuk ke daerah kota Madinah, bahkan sejak ditulis di tanah air pun, pasti nabi saw akan menjawab salam dalam surat itu. 

Waktu berjalan, aku pun masih tetap mengajar di pesantren, hingga pimpinan pesantrenku membawa berita gembira, yaitu terbukanya kesempatan kuliah di Pakistan setelah beliau pulang dari lawatannya di Pakistan dalam sebuah acara pertemuan ulama internasional di sana. Aku pun mengambil kesempatan itu. Dan kuliah di Pakistan, karena penantian selama 4 tahun dari Universitas Arab Saudi belum mendapatkan hasil.

Ternyata, kuliah di Pakistan tidak berbeasiswa full, hingga menjelang akhir semester pertama, aku kehabisan bekal untuk kebutuhan hidup. Di saat kebingungan itu, aku hanya pasrah dan berdo'a, "Ya Allah, aku masih ingin menuntut ilmu. Ada pun bagaimana caranya, aku serahkan padaMu."

Tepat setelah ujian semester, aku membaca pengumuman di papan pengumuman Dekan tempatku kuliah. Ada namaku disebut untuk mengambil kiriman fax di kantor Dekan. Ternyata fax itu adalah surat panggilan kuliah di Universitas Ummul Quro Makkah. Padahal sudah tidak terpikirkan lagi olehku akan diterima di universitas di Arab Saudi.

Aku pun langsung mengurus keberangkatan. Mulai dari mengambil visa hingga tiket. Akhirnya untuk pertamakalinya aku menginjakkan kaki pertamaku di Tanah Suci Makkah pada 1 Syawwal, tepat pada hari Raya Idul Fitri siang. Setelah tinggal di asrama kampus selama sepekan, aku pun menghubungi kawanku yang masih kuliah di Madinah, Saat itu mereka sudah semester-semester akhir. Sampai di Madinah aku diajak menunaikan sholat di Masjid Nabawi. Dan saat menunggu waktu sholat, ada duduk tepat di Raudhoh yang tepat di samping rumah dan kuburan Nabi saw. Saat-saat seperti itulah jiwa ini merinding dan bergetar bercampur rasa syukur, perasaanku serasa sedang dielus-elus Nabi saw dari arah rumahnya, dan aku merasa beliau menjawab salamku yang pernuh ku tulis di amplop surat dulu dengan beliau mengundangnya mengunjungi berziarah ke makam beliau
di Madinah.

"Sholaatan wa salaaman alaika yaa Rasulullah wa rohmatullahi wa barokatuh."