Senin, 27 November 2023

Jika Ke Eropa, Siapkan Bekal Kuliner Halal

 Catatan Rihlah

Mie Korea di Spanyol berlogo MUI
Ini pengalaman pertama saya ke Eropa, tepatnya ke Spanyol. Betapa sulit atau setidaknya ragu untuk makan di restoran yang ada di Spanyol. Mungkin menunya nampak halal, namun bagaimana cara mereka menyembelih misalnya ayam atau sapi? Belum lagi minyaknya?
Keraguan akan makanan yang tidak halal bukan hanya saat akan makan di restorant di Spanyol saja, bahkan untuk membeli roti atau snack dengan rasa gurih atau manis saja, saya masih meragukan kehalalannya. Saya khawatir mengandung minyak babi atau kandungan haram lainnya.
Coklat Spanyol Berlabel HALAL

Alhamdulillah, kondisi ini sudah saya antisipasi sebelum berangkat ke Spanyol. Istri saya membeli dan membawa Mini Rice Cooker serta menyiapkan abon, mi instans, kecap bahkan menyiapkan ikan teri kacang dan sambel terasi asli dan sambel dalam bentuk sachetan.
Meski demikian, saat berjalan-jalan, kami menemukan di suatu mini market di Spanyol Mie instans produk KOREA yang dijual di SPANYOL tapi berlabel Halal dari MUI- INDONESIA..hehe.. Tiga negara ada dalam satu kemasan makanan ini. Kami juga menemukan makanan berupa coklat produk Spanyol yang mungkin beredar juga di Eropa (karena ada lambang Uni Eropa), namun ia berlabel Halal. Rupanya coklat ini juga diekspor ke Maroko yang penduduknya mayoritas muslim.
Nah, jadi bagi umat Islam, terutama kyai dan ustad, yang akan mengunjungi jejak sejarah Islam yang terdapat di Sevilla, Granada, Cordova, Toledo dan lainnya di Spanyo, persiapkan kuliner halal dari tanah air, supaya kita yakin akan kehalalan makanan yang kita konsumsi. Selamat mencoba.

Jumat, 17 November 2023

Malam Terakhir di MAroko: Berpamitan Kepada Syeikh DR. Musthofa Najeem, Dosen Universitas Al-Qoruwiyun, Maroko

Catatan Rihlah

Bersama Syeikh Dr. Musthofa Najeem
Rabu malam Kamis 15 Nopember 2023 kami bertandang kembali ke kediaman Syeikh DR. Musthofa Najeem untuk berpamitan setelah perjalanan seputar Maroko dan Spanyol selama dua pekan lebih.

Meski seorang Syaikh dan Dosen di Universitas tertua di dunia serta memiliki beberapa halaqah rutin di beberapa kota di Maroko, beliau sangat tawadhu' dan ta’zhim kepada tamu yang datang, hingga beliau segera berangkat kembali ke Casablanca saat mendengar saya akan pamit dan pulang ke Tanah Air meskipun beliau sedang pulang kampung dan berada si desanya (di badiyah). “Pekan-pekan ini orang kampung di desa kami sedang panen buah-buahan.” Ujarnya. Beliau juga menyebut buah-buahan yang dijamukan saat ini adalah produk pertanian Maroko. Nampak dalam jamuan ada buah delima, anggur, pisang, kesemek (Ka’ky) serta kacang-kacangan.
Karena ramahnya, keluarga dan anak-anaknya menganggap putri saya seperti anaknya sendiri saat kuliah di Maroko dahulu. Anak saya pun memanggil beliau dengan sebutan “Babah” (ayah) dan memanggil istri dengan sebutan MAMAH (ibu).
Pada saat mengabari beliau bahwa saya akan berangkat ke Maroko, beliau menjawab “Ahlan wa Sahlan wa marhaban fi baladikum tsani” (Selamat datang di negeri kedua mu).
Berbeda dengan masyarakat Arab Saudi, di Maroko tabiat warganya mirip dengan orang Indonesia yang ramah dan bersahabat, dan mereka tidak menganggap kami masyarakat kelas dua.

Kesan-Kesan Berkunjungan ke Spanyol: "Aku temukan Islam di Negara Non Muslim, dan Tak Ku Temukan Islam di Negara Muslim"

Islamic Center di Madrid Spanyol
"Aku temukan Islam di Negara Non Muslim, dan Tak Ku Temukan Islam di Negara Muslim". Begitulah kesan yang pernah diutarakan oleh Syeikh DR. Yusuf al-Qordhowi dalam sebuah tulisannya sekitar dua puluh tahun lalu, saat saya masih kuliah di Makkah. 

Ternyata, kini kesan itu saya rasakan saat saya mengunjungi negeri Spanyol yang merupakan negeri yang ada di bagian barat benua Eropa. Untuk mencapai benua Eropa lewat Spanyol dari Maroko yang letaknya di utara benua Afrika hanya menyeberangi selat Gibraltar yang cuma ditempuh 30 menit saja jika menggunakan ferri penyebrangan. Tepatnya dari daerah Tonjah (Tanger) di Maroko menyeberangi selat Gibraltar ke daerah Tarifah (wilayah Spanyol)

Di depan Stadion Club Real Madrid - Spanyol
Ternyata , padahal di Spanyol, dan umumnya di Eropa di abad pertengahan dahulu dikenal dengan Dark Age (Era Kegeleapan) dimana konidisinya masih sangat primitif dan terkebelakang. Hingga tentara Spanyol dibawah komando raja Ferdinand dan dan ratu Isabella saat melakukan genoside terhadap warga muslim saat itu harus mencirikan warga muslim dengan kepemilikan wc atau kamar mandi di setiap rumahnya. Karena bangsa Eropa belum mengenal kebersihan seperti layaknya kaum muslimin. Jika ada orang muslim dengan diam-diam terpaksa harus mengaku kafir, tetap akan dibantai jika diperiksa di dalam rumahnya terdapat toiket atau kamar mandi.

Namun sekarang berubah 100%, setiap rumah warga Eropa di dalam rumah sudah memiliki wc dan kamar mandi yang justru lebih bagus dan bersih dari pada yang dimiliki oleh umat Islam di negara-negara mayoritas muslim, meskipun saya banyak menemukan wc atau toilet-toilet di rest area yang saya singgahi tidak terdapat wc dengan alat bersuci intinja dengan air, kecuali hanya disediakan tisu-tisu saja. Demikian juga yang terdapat di hotel-hotel di Spanyol. Sehingga kita sebagai orang Indonesia yang biasa beristinja menggunakan air merasa risih dan kesulitasn untuk beristinja setelah BAB atau BAK yang hanya menggunakan tisu saja di sana.

Salah satu kondisi yang patut kita cermati dan contoh adalah kebersihan di setiap sudut kota dan gang yang ada di Spanyol. Kami tidak menemukan sampah-sampah berserakan, baik di tengah jalan maupun di pinggir atau sudut kota. Hingga pada saat kami akan membuang sampah dari apartement yang kami sewa di luar apartement sulit mencari tempat sampah dimana sampah terlihat berantakan kecuali agak jauh kami temukan dan itupun tempat sampahnya dalam kondisi tertutup rapi dalam tempat sampah yang disediakan.

Kemudian budaya antri begitu sangat tertib. Hingga kami saat mohon didahulukan saat chek-in pesawat di Bandara pun, semua pihak, baik petugas bandara maupun calon penumpang tidak memberi izin untuk kami mendahului antrian. Mereka berkata: "Every body olso want to be first". Semua orang juga sama mau duluan. Akibatnya saat akan naik pesawat dari Madrid ke Rabat, saya ketinggalan pesawat padahal pesawat belum benar-benar take off dan saya tidak bisa bernego lagi. akhirnya kami harus membeli tiket pesawat baru dan berangkat malamnya. Jadi di Eropa jangan main-main dalam masalah didisplin waktu dan antri

Rabu, 15 November 2023

Mengunjungi Masjid Koutoubia di Marakesh – Maroko : Tidak Ada Dampak Gempa yang Signifikan

Catatan Rihlah

Masjid Al-Koutoubia di Marakesh Maroko
Meski terjadi gempa di Marakesh pada September 2023 lalu, dan menara Masjid Koutoubia terguncang akibat gempa, namun kondisi menara tetap berdiri meskipun mengalami beberapa kerusakan.

Demikian juga kedatangan para turis ke tempat ini, kami lihat para turis begitu banyak dan terlihat di setiap sudut daerah al-Koutoubia-Marakesh ini. 

Pada saat kami akan mamasuki masjid tersebut untuk melaksanakan shalat Ashar, kami tidak dapat memasukinya karena menurut info warga sekitar, masjid belum dapat digunakan sebab masih dalam perbaikan bagian dalamnya. Kami tiba di sana tepat saat memasuki waktu Ashar hari Ahad 12 Nopember 2023. Akhirnya kami shalat di masjid lain dekat pasar dan tidak terlalu jauh dari masjid Koutoubia dan area pasar.

Para turis tetap ramai pasca gempa
"Masjid Koutoubia yang bersejarah di Marrakesh, Maroko, tidak runtuh meskipun bangunan di dekatnya runtuh setelah gempa bumi di Maroko," tulis sebuah akun.

Masjid Koutoubia merupakan masjid bersejarah di Kota Marrakesh, Maroko. Masjid ini dibangun sejak abad ke-12, tepatnya tahun 1150, di lokasi masjid sebelumnya yang hancur akibat gempa bumi tahun 1147.

Pada awalnya, masjid ini diberi nama Jama' al-Koutoubiyyin yang berarti 'Masijd Penjual Buku' karena letaknya yang berdekatan dengan pasar buku. Kemudian, namanya diganti menjadi Koutoubia yang berarti 'penjual buku' dalam bahasa Arab.

Masjid Koutoubia dibangun dengan batu pasir merah. Desainnya dirancang oleh arsitek ternama Abu Yusuf Yaqub al-Mansur yang menggabungkan kombinasi unik antara gaya arsitektur Islam dan Andalusia. Menara masjid setinggi 77 meter yang dijuluki 'roof of Marrakech' ini dihiasi ukiran rumit dan diberi atap dengan bola dunia dari tembaga (kini emas) dan bulan sabit.

Masjid Koutoubia merupakan simbol penting bagi masyarakat Marrakesh dan menjadi simbol kekayaan sejarah dan budaya kota ini. Masjid ini juga menjadi destinasi wisata populer karena keindahan dan kemegahannya. Tak hanya menjadi tempat beribadah dan upacara keagamaan, masjid ini juga berfungsi sebagai tempat belajar karena memiliki perpustakaan dengan buku-buku tentang studi islam dan topik lainnya.

 

Dari SIlaturrahi dengan Mahasiswa/i Indonesia di Maroko : "Tawwakkal Adalaha Modal Utama"

 Catatan Rihlah

Bersama mahasiswa/i Indonesia di Maroko
Dalam perjalanan rihlah kami ke Maroko dan Spanyol, kami menyempatkan bersilaturrahmi bersama para mahasiswa dan mahasiswi yang sedang menunut ilmu di Casabalnca Maroko. Peretemuan itu di adakan pada Selasa, 14 Nopember 2023 usai shalat maghrib di  sebuah syuqqoh/flat salah seorang mahasiswa bernama  Fauzi Azhar (disana sering dipanggil Fauzi). Berbarengan dengan acara beliau karena beliau juga bermaksud mengadakan syukuran walimatus safar karena akan berangkat ibadah umroh esoknya Rabu, 15 Nopember 2023.

Dalam pertemuan itu, saya diberi kesempatan untuk menyampaikan sambutan atau motivasi kepada para mahasiswa Indonesia di sana. Saya hanya menyampaikan cerita pengalaman pribadi saat saya kuliah di Islamabad Pakistan hingga kuliah di Makkah Arab Saudi. Cerita ini sama seperti cerita yang sampaikan saat memberi motivasi kepada mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di Al-Azhar Mesir saat kunjungan saya ke Cairo beberapa tahun lalu.

Begin cerita saya, bahwa setiap kita sebagai musafir atau perantau di negeri orang, mesti akan berjumpa dengan segala persoalan. Terutama persoalan finansial di negeri rantau. Terlebih sebagai seorang yang sedang menunutut ilmu. Namun jangan khawatir, karena para penunut ilmu  di negeri orang itu adalah sama dengan seorang mujahid (pejuang) di jalan Allah, yang rezekinya, akan dijamin oleh Allah swt.

Dahulu, saat saya kuliah di Pakistan  saya mendapat beasiswa yang ternyata tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Beasiswa yang diterima hanya dapat bertahan untuk kebutuhan seminggu. Sehingga bekal yang dibawa dari rumah lambat laun menipis terpakai. Hingga akhirnya sampai ke titik zero. Saat itu kami urunan masak dan bergantian masaknya dengan teman-teman dari Indonesia. Namun sejak bekal saya habis, saya tau diri, sehingga saya menawarkan diri untuk memasak setiap hari tidak perlu bergantian karena tidak bisa ikut urunan dana untuk kebutuhan masak lagi.

Hingga saya berusaha untuk datang terlebih dahulu ke hostel (asrana) sebelum teman-teman tiba dari kampus, agar saya dapat memasak dan mempersiapakan makan unuk teman-teman. Sebagai orang yang ikut makan bersama teman-teman, maka saya pun lambat laun merasa malu kepada mereka. Namun bagaimana lagi, saya tak bisa berbuat apa-apa, karena berada di rantau jauh. Saat itu keluarga pun tidak lagi mengirim uang karena kondisi ekonomi sedang susah sejk wafatnya ayah. Saya -saat itu- cuma bisa tawakkal (berserah diri) dengan sepenuhnya. Saya berdoa dengan sepasrah-pasrahnya "Ya Allah, saya masih mau kuliah dan belajar, terserah Engkau mau diapakan saya ini". Ujar saya sejadinya dalam doa. Saat itu memang terasa sekali kepasrahan itu dirasakan dalam doa-doa saya.

Subhanallah, sepekan setelah itu, kejadian yang tak di duga-duga terjadi. Saya mendapat fax yang berlogo Universitas Ummul Quro Makkah yang memberi kabar kepada saya, bahwa pengajuan permohonan saya menjadi calon mahasiswa Ummul Quro Makkah yang pernah saya ajukan empat tahun lalu, diterima dan dimohon segera hadir di Makkah. Padahal sebelumnya saya sudah menunggu lama hingga saya anggap pengajuan saya sudah ditolak karena tidak ada panggilan selama 4 tahun. Hingga akhirnya saya berangkat ke Pakistan segera setelah mendengar ada kesempatan ke sana.

Ketika saya konsultasi kepada kyai saya KH. Syukron Makmun untuk memohon pertimbangan, apakah saya lanjutkan kuliah di Pakistan yang sedang berlangsung? atau saya ambil panggilan dari Makkah? Beliau menjawab, "Ambil Makkah, insya Allah berkah". Sejak itulah saya berangkat ke Tanah Suci, dan alhamdulillah hingga telah lulus kuliah pun, Allah masih memberi kesempatan ke Tanah Suci berkali-kali.

Allah swt berfirman:

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ

"Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya". (QS. At-Tholaq: 3)

Selasa, 14 November 2023

Berziarah ke Makam Imam al-Qodhi bin Iyadh di Marakesh - Maroko : Kejeniusan Qodhi bin Iyadh

Tembok tempat makam Imam Qodhi Iyadh
Setiba kami di kota Marakesh, kami langsung menuju makam Imam Qodhi Iyadh, dengan berjalan kaki dari tempat parkir kendaraan kami menuju makamnya. Namun setiba di sana kondisi area makam dalam keadaan tertutup. Kami menanyakan kepada warga setempat,mengapa ditutup? jawab mereka adalah bahwa sejak terjadi bencana gempa bumi di Maraches sebulan lalu, tempat itu ditutup dan tidak diperkenankan dikunjungi penziarah. Akhirnya kami berziarah di luar makam saja, tepat di papan tulisan yang menjelaskan tentang sosok pribadi Imam al-Qodhi Iyadh secara singkat.

Siapa Imam al-Qodhi Iyadh ?

Di kalangan santri, tentu tidak asing dengan ulama yang satu ini. Namanya sering disebut dalam beberapa kesempatan ngaji saat di pesantren, terlebih jika sedang mempelajari kitab-kitab fiqih. Padahal beliau seorang malikiyah (ulama bermazhab Maliki) yang lebih populer dengan kepakaran hadits dan ilmu haditsnya.

Nama lengkapnya adalah ‘Iyadh bin Musa bin ‘Iyadh bin ‘Imrun bin Musa bin Muhammad bin ‘Abdullah bin Musa bin ‘Iyadh al-Yahshubi al-Andalusi al-Maliki.

Ia lahir pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 476 H di kota bernama Sabtah (sekarang Ceuta) di Andalus (Spanyol).  Menurut Al-Qadhi Ibnu Khalkan, Qadhi ‘Iyadh wafat pada bulan Ramadhan tahun 544 H. Ada pula yang mengatakan ia wafat di Marrakech pada bulan Jumadil Akhir. Sementara menurut putranya, Al-Qadhi Muhammad, Qadhi ‘Iyadh wafat pada tengah malam Jumat 9 Jumadil Akhir

Kegigihannya menuntut ilmu itu membuahkan hasil. Beliau mampu menguasai lintas disiplin ilmu agama secara mendalam, mulai dari nahwu, fiqih, hadits, bahasa, sastra, ilmu nasab, dan lain sebagainya. Bahkan ia menguasai fiqih lintas mazhab.

Memasuki usia 30 tahun, beliau kembali lagi ke Maroko dan berguru dengan banyak ulama di sana. Di Maroko  beliau sangat dihormati, bahkan dipercayai untuk menjadi qadhi (hakim) dalam waktu yang cukup lama. Pada 531 H beliau pindah dan berdomisili di kota Granada, Spanyol dan menjadi hakim di sana pada tahun 532 H.

Kisah Kecerdasannya

Syaikh Muhammad Hammad Al-Shiqili Rahimahullah, ulama Fes, Maroko, suatu hari menceritakan kisah unik namun penuh hikmah tentang Qadhi Iyadh Rahimahullah – Imam ahli hadith yang juga menguasai banyak ilmu lainnya seperti sejarah, fiqh, nahwu, bahasa, dan ilmu nasab — kepada Yusuf Abjik Assusi yang ia ceritakan dalam kitabnya.

Suatu hari Qadhi Iyadh sedang mengunjungi beberapa temannya yang merupakan ulama ahli fiqh (fuqaha). Kemudian ia bertemu salah seorang dari mereka yang telah menyelesaikan kitabnya. Lalu Qadhi Iyadh kagum saat sekilas melihat karya temannya tersebut, sehingga ia memohon untuk meminjamkan padanya sebentar agar dapat membacanya dengan sempurna.

Temannya, sang ahli fiqh, merespon dengan menegaskan bahwa kitab tersebut adalah satu-satunya naskah yang ia punya, jika kitab tersebut hilang maka ia tidak memiliki penggantinya. Mendengar hal itu, Qadhi Iyad menenangkan temannya tersebut dengan berjanji bahwa ia akan menjaga kitab tersebut dengan baik serta mengembalikannya langsung pada keesokan harinya.

Qadhi Iyad dengan girang membawa kitab tersebut pulang ke rumah. Pada hari itu, ia memilih untuk tidak tidur semalaman demi membaca dan memperdalam karya temannya tersebut. Sedangkan ia memiliki istri yang mengajaknya berbincang namun sama sekali ia tak menghiraukannya saking asyiknya membaca.

Pagi harinya, saat adzan Subuh, Qadhi Iyadh pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah serta mengajarkan ilmu hingga siang hari. Selepasnya mengajar, ia bergegas pulang ke rumah dan setibanya disana, ia mencium aroma yang sangat asing lantaran belum pernah mencium aroma demikian sebelumnya.

Sang Qadhi bertanya pada istrinya: “Wahai istriku, menu makan siang apakah yang telah kau siapkan untukku?” Sang istri menjawab: “nanti kau akan mengetahuinya sendiri.”

Ketika sang istri meletakkan talam untuk menu hidangannya, sang Qadhi menemukan kitab temannya yang sedang ia pinjam tersebut hangus dibakarnya. Istrinya membakar kitabnya karena emosi dan amarah yang tak tertahan akibat suaminya telah mengabaikannya semalaman penuh demi membaca kitab tersebut.

Sang Qadhi mengambilnya disertai rasa sedih atas apa yang dilaluinya. Tanpa pikir Panjang, Sang Qadhi bergegas mengambil pena dan kertas kemudian mulai menulis segala apa yang ia ingat dari bacaannya semalam.

Setelah selesai, ia langsung bergegas pergi membawa tulisannya itu menuju rumah sang ahli fiqh seraya berkata: “bacalah kitab itu, adakah sesuatu yang kurang di sana?” Temannya kemudian membaca, membolak-balikkan halaman perhalaman hingga selesai lalu menjawab “tidak, tidak ada yang kurang sama sekali!”

Qadhi Iyadh dengan ingatannya yang sangat kuat berhasil menghafal dengan sempurna seluruh apa yang ia baca dalam waktu satu malam.




Melihat Sungai yang Menjadi Saksi Lahirnya Kitab Matan “Al-Jurumuiyah” di Fez Maroko

Sungai Ajurum tempat kitab diletakkan
oleh Imam  Abu Abdillah Al-Shonhaji
Dalam rangkaian ziarah di kota Fez, Maroko,pada sabtu, 11 Nopember 2023  kami menziarahi beberapa makam dan tempat bersejarah di sana. Antara lain: Masjid Universitas Al-Qoruwiyun yang merupakan universitas tertua di dunia, makam para aulia dan Rijal Sabáh (tujuh para wali), terutama Syaikh Ahmad al-Tijani pendiri Thoriqoh Tijaniyah. Kami juga mengunjungi Sungai yang menjadi saksi terbit dan tersebarnya sebuah kitab Bernama Matan al-Jurumiyah, karya Abu Abdillah Sidi Muhammad bin Daud Ash-Shanhaji alias Ibnu Ajurrum.

Kitab Al-Jurumiyah atau dalam bahasa Arab (الآجُرُومِيَّة) merupakan kitab nahwu wajib yang diajarkan di Pesantren-Pesantren yang ada di Indonesia.

Di kalangan pesantren, beliau hanya dikenal dengan sebutan Syekh Sonhaji. Kitab ini ditulis pada abad ke-7 Hijriyah atau pada abad ke 13 M. Di Indonesia waktu itu kira-kira Jaman Kerajaan Majapahit. Syekh Sonhaji sendiri wafat pada abad ke 14 tepatnya pada Tahun 1324 M.

Sungai Ajurum tempat kitab diletakkan
oleh Imam  Abu Abdillah Al-Shonhaji

Kitab Jurumiyah mempunyai dua suku kata, Juru dan Miyah. Juru berasal dari kata جَرَى yang mempunyai arti Berjalan atau mengalir. Miyah berasal dari kata jamak مَاءٌ yang mempunyai arti air yang banyak. Air yang banyak disini diartikan sebagai sungai atau laut. Sesuai asal Muasal kitab Jurumiyah ini maka dua suku kata tersebut dijadikan satu menjadi Jurumiyah.

Dalam kitab Kawakib Durriyah diceritakan bahwa Syeikh Imam Al-Sonhaji tatkala telah rampung menulis sebuah buku tentang kaidah nahwu yang ditulisnya dengan menggunakan sebuah tinta, beliau mempunyai azam untuk meletakkan karyanya tersebut di dalam air. Dengan segala sifat kewara’annya dan ketawakkalannya yang tinggi, beliau berkata dalam dirinya: “Ya Allah jika saja karyaku ini akan bermanfaat, maka jadikanlah tinta yang aku pakai untuk menulis ini tidak luntur di dalam air”. Alhasil, ternyata tinta yang tertulis pada lembaran kertas tersebut tidak luntur.

Dalam riwayat lain disebutkan, ketika beliau merampungkan karya tulisnya tersebut, beliau berazam akan menenggelamkan tulisannya tersebut dalam air mengalir, dan jika kitab itu terbawa arus air berarti karya itu kurang bermanfaat. Namun bila ia tahan terhadap arus air, maka berarti ia akan tetap bertahan dikaji orang dan bermanfaat.

Sambil meletakkan kitab itu pada air mengalir, beliau berkata : “Juruu Miyaah, juruu miyaah” (mengalirlah wahai air!).

Alhasil, setelah kitab itu diletakkan pada air mengalir, kitab yang baru ditulis itu tetap pada tempatnya. Itulah kitab matan “Al-Jurumiyah” karya Imam Al Sonhaji yang masih dipelajari hingga kini.

Pengasuh Pesantren TEI Multazam Berkunjung ke Kuttab Syaikh Abdul Wahid di Maroko : Gunakan Metode Tahfizh Quran dengan Lauhah

Catatan Rihlah

Bersama santri Kuttab Syaikh Abdul  Wahid di Maroko 
Senin, 13 Nopember 2023 bakda Ashar, kami meluncur dari Casablanca mengunjungi Kuttab (semacam pesantren Tahfizh Quran) yang dipimpin oleh Syaikh Abdul Wahid yang berada di desa Rhall ujung kota Casblanca.. Saat tiba di sana, kami disambut oleh para santrinya karena sang guru mereka masih dalam perlanan menuju Kuttabnya, "Insya Allah ana ajii ba'da isyrin daqiqoh" Katanya dalam bahasa  Arab melalui seluler.(insya Allah saya akan tiba dua menit lagi).

Metode Tahfizh dengan Lauhah di Maroko
Setelah saling berkenalan, dan disuguhkan jamuan makanan ringan berupa roti, madu, zaitun, kacang-kacangan dan teh hangat, sang Syaikh menjelaskan tentang metode yang diterapkan di Kuttab-Kuttab yang ada di Maroko secara umum. Metode pembelajaranya adalah santri menulis ayat yang akan dihafal pada suatu "lauhah" papan, setelah ditulis, santri membacakannya di hadapan sang guru, kemudian sang guru meluruskan hal-hal yang salah dari bacaannya. Kemudian sang guru pun memperbaiki tulisan yang ditulis santri jika ada kesalahan. Setelah itu santri menghafalnya dan menyetorkan hafalannya di hadapan sang guru. Kemudian guru kembali memperbaiki hafalan murid jika terdapat kesalahannya. Kemudian sang murid diperintahkan kembali menulis ulang ayat yang telah dihafalnya di Luahah, lalu jika terdapat kesalahan maka akan diluruskannya. Demikian seterusnya jika murid akan menambah hafalan ayat quran berikutnya.  "Metode ini menguatkan hafalan anak-anak santri kami, bahkan mereka dapat memvisualisasikan antara bacaannya dan huruf-huruf al-Quran yang telah ditulisnya sendiri di Lauhah." Jelas Syaikh Abdul Wahid

Jamuan menu khas Maroko "Kush-kush"
Selanjutnya kami diajak melihat-lihat kegiatan santri-santrinya dalam menghafal al-Quran serta ikut melaksanakan shalat maghrib berjamaah dan dilanjutkan dengan tadarusan. Budaya tadarusan adalah hal yang menjadi kebiasaan atau tradisi warga Maroko,baik dalam Kuttab maupun di luar Kuttab, terutama setiap bakda shalat maghrib dan subuh. Biasanya tadarusan itu sampai rubu' (seperempat juz), sehingga dalam sebulan mencapai khatam al-Quran.

Sebelum pamitan, kami masih disuguhi makam malam dengan menu khas Maroko  berupa kush-kush yang terbuat dari gandum dan jagung


Berziarah ke Makam Syaikh Darros bin Ismail di Fes, Ulama Pembawa Madzhab Maliki ke Maroko

Makam Sidi Darros bin Ismail di Fes - Maroko
Dia adalah Syekh Abu Maimouna Darras bin Ismail, dimakamkan di luar Bab al-Futuh di Mahrousa, Fez. Dia – semoga Tuhan mengasihaninya – adalah salah seorang yang maju pada masanya dan terkenal keutamaannya, masjidnya terletak di Fez, dan dikenal dengan masjid Andalus sampai sekarang, beliau hidup di masa kekuasaan Idrisiyah akhir...

 Muhammad bin Jafar al-Kattani berkata dalam karyanya “Salwat al-Anfas”: Daras bin Ismail, adalah ulama Fez pada masanya, dia juga seorang syekh ulama terkemuka, dan salah satu pilar Maroko. Beliau yang  memperkenalkan dan menyebarkan doktrin Madzhab Maliki ke wilayah Maroko, dan menjadi dominan di masa lalu, dengan madzhab Kufah. Qodhi Iyyad mengatakan dalam “Al-Madarik” : saya kira beliau termasuk bagian daerah kita: yaita Ceut (Sabtah)””

Al-Jizna'i mengatakan bahwa ulama ini diberi nama “Daras” karena ilmunya yang luas, Dia belajar dari para syekh di negaranya dan di Afrika dari Abu Bakr al-Labbad, dan dia belajar ilmu di Alexandria dari Ali bin Abi Matar tentang kitab tersebut. dari Ibnu al-Mawaz, dan dia meriwayatkannya di Kairouan. Seorang Ulama Maliki pada masanya, Abu al-Hasan al-Qabsi, pernah mendengarnya darinya, dan dia juga masuk studi di Andalusia, maka dia mendengar Dari Abu Al-Faraj Abdus bin Khalaf..

Perjumpaan Darras bin Ismail dengan para ulama pada masanya, mengambil dan mengajar, membuktikan betapa luasnya ilmu dan penguasaan budaya pada masanya, bahkan peranannya yang sangat penting dalam menyebarkan madzhab Maliki di dunia, dimana  Maroko pada saat  itu terjadi ketegangan sektarian dalam kodsi paling parah di Barat Islam, ketika dinasti Idrisiyah menjelang kejatuhannya  dan emirat Zenati bersiap untuk memecah belah negara yang lemah dan memburuk, secara politik dan budaya.

Senin, 13 November 2023

Berziarah ke Makam Abdul Wahab al-Taji Penulis Shalawat Nariyah atau Shalawat Kamilah

Makam Syd Abdul Wahab al-Taji 
Masih dalam rangkaian kegiatan ziarah di kota Fez, selain makam Abdul Aziz Al-Dabbagh, kami pun menziarahi makam Abdul Wahab al-Taji yang letaknya masih satu Kawasan area pemakaman di kota Fez – Maroko. Menurut pendapat Prof. Dr. Muhammad bin Alwi bin Abbas Al-Maliki dalam kitab Al-Majmu’ah, Abdul Wahab al-Taji adalah penulis ‘Shalawat Nariyah” yang banyak dan sering dibaca oleh kaum Muslimin di Indonesia. Pendapat ini diaminkan oleh KH. Aziz Masyhuri, Jombang.

Menuurt kitab al-Majmuah, Abdul Wahab At-Tazi, merupakan keturunan Nabi Muhammad, seorang sufi, waliyullah, al-arif billah. (Hal. 1-6).

Pendapat lain mengatakan penulis shalwat nariyah adalah: Ibrahim At-Tazi. Anggapan ini dari Syekh Abdullah Al-Ghumari dalam kitab Al-Hujjaj, dan Syekh Abdellah Guennoun dalam kitab An-Nubugh al-Maghribi. Dan pendapat ini diamini langsung oleh Habib Mundir dan kawan-kawannya.

Ada pula yang menyebut penulis shalawat nariyah adalah Ahmad At-Tazi. Ini pendapat dari Syekh Prof. Dr. Ali Jumah menurut riwayat muridnya, Muhammad Muntashir Ahmad Hamid Al-Hulwani, halaman 51 dalam kitab Al-Kunuz Al-Muhammadiyah.

Sholawat Nariyah juga disebut sebagai Sholawat Taziyah karena keterkaitannya dengan Syekh besar dan sufi  Abdul Wahab at-Tazi (w. 1206 H/1792 M), penduduk asli Fez, Maroko. Syekh Abdul Wahab at-Tazi adalah seorang murid dari Syekh Abdul Aziz ad-Dabbagh (w. 1132 H/1719 M) dan kemudian menjadi guru dari Syekh Ahmad bin Idris al-Fasi (w. 1253 H/1837 M).

 Sebab Penaman Shalawat Naariyah

Kiai Mufid Mas'ud, Pandanaran, Yogyakarta, mempunyai pandangan lain terkait penamaan shalat Nariyah. Ia lebih memilih menyebutnya dengan nama Shalawat Kamilah.

Menurutnya bahwa penyusun shalawat ini adalah Syekh Abdul Wahab At Tazi, seorang wali yang tinggal di Maroko. Menurutnya, pada penulisan At Tazi ada kemungkinan salah dalam penempatan titik, jadi dibaca -an nari- yang kemudian jadi nisbah -nariyah-" . 

Sedangkan penamaaan dengan nama Shalawat Kamilah dari salah satu kalimat yang tertera pada untaian gubahan shalawat itu -shalatan kamilatan-.

Adapun ulama yang menamainya dengan Shalawat Nariyah yang berarti api, karena kecepatan terkabulnya hajat seperti api yang membakar kayu bakar sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab Afdlalush Shalawat.

Ada beberapa nama sholawat ini yang dapat diringkas sebagai berikut;

Name

Arti dan Sebab Penamaan

Sholawat Nariyah

Nama ini berasal dari kata dalam bahasa Arab yaitu nār yang berarti api. Dikatakan demikian karena pembacaan doa ini secara teratur merupakan sarana untuk mencapai tujuan seseorang secepat api membakar.

Sholawat Tafrijiyah

Nama ini diterjemahkan sebagai Doa Pertolongan karena membawa kelegaan bagi orang yang rutin membacanya.

Sholawat Qurtubiyah

Nama in berasal dari nama Imam al-Qurthubi, seorang ulama terpelajar yang menyebarkan sholawat ini.

Sholawat Taziyah

Nama ini diambil dari nama Syekh Abdul Wahab at-Tazi yang juga memiliki keterkaitan dengan Sholawat ini.

Sholawat Kamilah

Nama ini diterjemahkan sebagai Doa Lengkap.

 

 

 

Hadiri Halaqoh dan Mendapat Ijazah di Majlis Dzikir Syaikh Dr. Aziz El Kobaiti Idrissi Al Hasani di Fez Maroko

Bersama Syaikh Dr. Aziz El Kobaiti Idrissi Al Hasani
Catatan Rihlah, Sabtu 11 Nopember 2023

Syaikh Dr. Aziz El Kobaiti Idrissi Al Hasani Ph.D., adalah Ketua IACSAS (The International Academic Centre of Sufi and Aesthetic Studies) yang berada di kota Fez Maroko. Kami hadir datang bersilaturrahim ke majlis dan kantor beliau pada Sabtu, 11 Nopember 2023 sekitar pukul 17.30 menjelang waktu maghrib.

Kantor IACSAS (The International Academic
Centre of Sufi and Aesthetic Studies) di Fez Maroko  
Saat itu kami disambut oleh muridnya dengan ramah, kebetulan salah satu pembantu beliau juga ada yang berasal dari Indonesia bernama Faizah (asal Madura), kami dipersilakan masuk ke majlis beliau yang saat itu beliau sedang memimpin dzikir shalawat Burdah Imam Busyairy serta dzikir shalawat lainnya.

Kitab-kitab karya Syeikh Aziz Al-Kubaiti 
 yang dihadiahkan kepada kami
Usai berdzikir bersama kami menunaikan shalat maghrib berjamaah, kemudian dipersilakan bertemu beliau di kantor pribadinnya. Dalam kesempatan itu kami diberikan ijazah beberapa wirid dan doa. Sebelum berpamitan kami diberi beberapa buku-buku karya beliau.

Syaikh Dr. Aziz El Kobaiti Idrissi Al Hasani bercerita bahwa dirinya pernah mengunjungi Indonesia atas undangan Habib Luthfi bin Yahya (Ketua JATMAN/Jamiyyah Thoriqoh al-Mu’tabroh al-Nahdiyah). Beliau hadir ke Indonesia dalam rangka menghadiri acara Word Sufi Forum (Forum Sufi Dunia) yang diselenggarakan di Pekalongan Indonesia pada April 2023 lalu


Berziarah ke Makam Syeikh Ibnu Sulaiman Al-Jazuli Penulis Kitab Dalail al-Khairat di Kota Marakesh - Maroko

Papan masuk area pemakaman Imam Jazuli
Setelah kami berziarah di Pemakaman yang terdapat di kota Fespada Ahad, 12 Nopember 2023, kami melanjutkan perjalnan ke kota Marakesh dan tiba di sana pukul  14.00. Setelah makan siang, disana kami bersiarah ke beberapa makam para aulia. Di antaranya ke makam Imam Al Jazuli memiliki, penulis kitab DALAIL AL_KHOIROT

Penjelasan singkat tentang Al-Jazuli dalam tiga bahasa 
Pada papan masuk ke area pemakaman Syeikh Sulaiaman al-Jazuli ini tertulis penjelasan singkat berbahasa Arab sebagai berikut: Makam Sayidi Muhammad bin Sulaiman AlJazuli: Abu Abdillah Muhammad bin Sualaiman Al-Jazuli, termasuk tokoh ilmuwan terkenal asal Maroko serta tokoh Sufi di dunia Islam. Beliau menuntut ilmu di Fes lalu melakukan rihlah ke Tonjah (Tanger).Lalu menuju Makkah dan Madinah serta Baitul MAqdis. KEmudian Kembali dan berfokus pada ibadah dan menulis beberapa tahun lamanya dan diikuti banyak murid-muridnya. Beliau menjadi rujukan dalam pembaharuan Thoriqoh Syadziliyah dan membangun Thoriqoh Jazuliyah yang kemudian lahir darinya cabang-cabang  Throriqoh lain.

Makam Ibnu Sulaiman al-Jazuli di Marakesh
Beliau memiliki beberapa karya tulis, diantaranya: Dalail al-Khoirot, Hizb al-Falah dan Hizb al-Jazuli. Beliau wafat di Marakesh sedang tahun wafatnya masih diperselsihkan yskni sntsrs Tshun 689 H/1464 dan 875/1470. Dan  beliau termasuk dari Rijal Sabáh (wali tujuh).

Imam Al Jazuli selain dikenal seorang wali yang memiliki keramat juga dikenal sangat alim, ahli ibadah dan seorang ulama dalam mazhab Maliki.

Setelah malang melintang mencari ilmu, Imam Al Jazuli sang wali keramat ini kemudian menepi dari keramaian dan melakukan khalwat dalam masa yang cukup lama.

Setelah menuntaskan masa khalwat, Imam Al Jazuli kemudian membuka pengajian. konon yang hadir ke pengajiannya lebih dari 12 ribu orang lebih.

Termasuk diantara ribuan muridnya itu adalah Syekh Ahmad Zaruq, Syekh Ahmad bin Umar al-haritsi almagnasi, Syekh Abdul Aziz bin Abdul Qadir al-tabba, dan Syekh Abu Abdillah Muhammad al-Shagir as-suhaili.

Imam Al Jazuli memiliki beberapa karya dalam bidang tasawuf dan zikir. Karyanya yang berjudul Dalailul Khairat adalah karya yang mendapatkan perhatian luas dan diterima banyak orang, termasuk di Indonesia. Bahkan bisa disebut dalailul khairat sudah menjadi “trade mark” milik Imam Sulaiman Al Jazuli

Menurut Ibnu Al Qadhi al-Maknasi, seorang ahli fiqih sekaligus sejarawan klasik, Imam Al Jazuli menulis Dalailul Khairat di Kota Fes, Maroko. Tepatnya di madrasah Halawifin.

Di samping ulama sufi yang terkenal  semasa hidupnya, ternyata Imam Al Jazuli juga seorang juru damai. Berapa kali beliau terlibat gerakan damai, terlibat sebagai pihak yang melakukan rekonsiliasi jika ada kelompok yang hendak berseteru. Menurut beberapa penulis sejarah, semua tidak akan terjadi jika beliau tidak memiliki keramat dan kharisma dalam dirinya.

Kekuatan Syekh Imam Al Jazuli diceritakan muridnya bernama al-Suhaili. “Sang guru wafat pada salat subuh dalam keadaan sujud. Entah dalam rakaat pertama atau yang kedua,” tutur al-Suhaili. Ulama berbeda pendapat, yang pasti penulis kitab Dalailul Khairat itu wafat dalam keadaan sujud.

Termasuk yang menjadi perbedaan sejarawan adalah tahun kewafatannya. Pendapat pertama mengatakan bahwa Imam Al Jazuli wafat pada tahun 875 Hijriyah, dan pendapat kedua menyebut beliau wafat pada tahun 609 Hijriyah. Namun kedua pendapat ini dianggap lemah, dalam Idzhar al-Kamal disebut bahwa dua pendapat tersebut dianggap salah. Yang benar dan konon pendapat ini dianggap kesepakatan ulama adalah tahun 870 Hijriyah tepatnya pada bulan rabiul awal.

Imam Al Jazuli wafat sebab efek racun yang menimpa dirinya. Makam tempat peristirahatan terakhir Syekh Jazuli pada awalnya bukan di Marrakesh. Tetapi di sebuah daerah Bernama Sus, Maroko, namun karena ada beberapa alasan jasadnya dipindah ke daerah Marrakesh Proses pemindahan ini terjadi setelah 77 tahun kematiannya, namun jasadnya masih utuh tidak ada yang berubah sama sekali. *

Minggu, 12 November 2023

Berziarah ke Makam Maula Abdul Aziz bin Mas'ud al-Dabbagh di Kota Fez, Maroko

 Catatan Rihlah, Sabtu, 11 Nopember 2023

Kami berangkat dari Hotel Euro di Rabat langsung menuju ke kota kota Fez yang ditempuh dalam waktu dua jam. Kami tiba di area Pemakaman luas di Fez, dan masuk melalui Bab Futuh ke arah makam wali Allah bernama Abdul Aziz bin Masüd Al-Dabbagh. Makam-nya terletak di atas tengah bukit. Meski tidak begitu terjal menanjak, namun terasa cukup melelahkan karena jalannya harus meliauk-liuk menghindari menginjak makam-makam lain yang terletak berderetan untuk menuju makam waliyullah tersebut. 

Setelah Azhar Fauzi (Ajay), mahasiswa S2 asal Indoensia di Universitas Al-Qoruwiyun, yang juga Alumni Pesantren TEI Multazam - Bogor menjelaskan sekelumit biografi dan kisah kewaliyan beliau. Beliau langsung memimpin tahlil dengan doa dibaca oleh saya.

Mengenal Abdul Aziz Ad-Dabbagh

Abu Faris Mawlay Abd al-Aziz bin Mas’ud al-Dabbagh al-Idrisi al-Hasani atau dikenal Sidi Abdul Aziz ad-Dabbagh. Seorang ulama tasawuf dari kota Fes, Maroko yang lahir pada 1679 (1090 H). Keluarganya berasal dari kota Salé di barat laut Maroko, tiba di Fes pada awal 1500-an.

Ajarannya dicatat dalam sebuah kitab panjang yang dikhususkan kepadanya oleh muridnya Ahmad ibn al-Mubarak al-Lamati al-Sijilmasi (w. 1743/1156 H) yang disebut al-Dhahab al-Ibriz min kalam Sayyidi al-Ghawth Abd al-‘Aziz al-Dabbagh (Emas murni dari kata-kata Sayyidi Abd al-Aziz al-Dabbagh). Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

Syekh Abdul Aziz adalah salah satu syekh pertama yang memperkenalkan konsep Tariqa Muhammadiya yang menekankan pada pencapaian visi Nabi Muhammad dan mengakui esensi Nabi. Syekh dan penggantinya, Sidi Abdul Wahab al-Tazi dan Syekh Ahmad bin Idris al-Fasi semuanya dikatakan pernah bertemu dengan Rasulullah.

Kisah Abdul Aziz Ad Dabbagh

Suatu kisah menyebutkan bahwa Syekh Abdul Aziz Ad dabbagh, seorang dalam kalangan Tokoh Sufi termasuk ulama kelas atas atau bisa disebut sebagai wali yang ahli ibadah.

Suatu ketika, malaikat - datang dalam bentuk manusia - melihat nama wali Syekh Abdul Aziz Ad dabbagh di lembaran kitab Lauhul Mahfudz. Namanya itu terdapat dalam deretan penghuni neraka.

Melihat hal tersebut, malaikat merasa kasihan dan mendatangi wali Syekh Abdul Aziz Ad dabbagh. Malaikat berkata kepadanya:

"Wahai Abdul Aziz, untuk apa engkau ibadah sampai segitunya, sedangkan aku lihat namamu di lembaran Lauhul Mahfudz engkau adalah penghuni neraka," ujar Malaikat.

"Mau engkau ibadah bagaimanapun engkau tetap akan masuk neraka," lanjut Malaikat itu.

Menanggapi pertanyaan malaikat itu, wali Syekh Abdul Aziz Ad Dabagh menjawabnya demikian:

"Wahai malaikat, surga dan neraka bukan urusanku. Aku diciptakan oleh Allah Swt hanya untuk beribadah kepada Allah Swt sebagaimana Allah berfirman, Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaku. Mau aku masuk surga atau neraka itu haknya Allah," kata Syekh Abdul Aziz Ad Dabagh.

Subhanallah, beliau benar-benar ikhlas dalam beribadah.

Suatu ketika, malaikat kembali ke Lauhul Mahfudz dan melihat namanya telah dirubah oleh Allah Swt menjadi penghuni surga. Sebab Allah berhak menetapkan kitabullah.

Lantas malaikat kembali menemui wali Syekh Abdul Aziz Ad Dabagh dan berkata:

"Wahai Abdul Aziz, ada kabar gembira. Beru saja aku melihat namamu oleh Allah telah berubah menjadi penghuni surga," kata Malikat.

Syekh Abdul Aziz Ad Dabagh menjawab, "Alhamdulillah tapi sekali lagi malaikat, surga dan neraka bukan urusanku, aku beribadah hanya untuk menggapai Ridhonya Allah Swt,"

"Jika Allah Swt ridho aku di neraka, iya itulah tujuanku," katanya.

Mendengar jawaban wali Syekh Abdul Aziz Ad Dabagh itu malaikat pun merasa takjub dengan keikhlasannya dalam beribadah dan berkata:

"Wahai Abdul Aziz, ikhlasmu inilah yang membuat Allah ridha dan merubah namamu menjadi penghuni surga," ujar Malaikat itu.

 

Shalawat Imam Abdul Aziz al-Dabbagh yang pernah diijazahkan pada muridnya:

اللَّهُمَّ يَارَبِّ بِجَاهِ سَيِّدِنَا محُمَّدٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَليْهِ وَسَلَّمَ اِجْمَعْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ سَيِّدِنَا محُمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ فِي الدُّنْيَا قَبْلَ الأخِرَةِ

Ya Allah ya Tuhanku, dengan kedudukan pemimpin kami Muhammad bin Abdullah -shallallahu alai wa salam- Kumpulkan antari aku dan junjungan kami Muhammad bin Abdullah -shallallahu alai wa salam- di dunia, sbelum di akhirat.

 

Berziarah ke Makam Wali dan Ulama di Maroko: Mengenal Beberapa Ulama Ternama Asal Maroko

Makam Syeikh Ahmad Tijani di Fez Maroko
J
umat, 10 Nopember 2023 kami tiba di Fez malam hari. Esoknya kami mengunjungi area makam yang luas sekali, mulai dari sisi jalan hingga naik ke perbukitan. Di pemakaman ini banyak sekali nama-nama ulama terkenal di dunia Islam, tertutama dari kalangan ulama sufi. Selain di Fez yang di dalamnya terdapat makam Riajl Sab'ah, ada  pula area pemakaman di Marakesh (insya Allah akan kami kunjungi esoknya,  yaitu Ahad 12 Nopember 2023)
Maroko dikenal sebagai Negeri Maghribi (Al-Mamlakah Al-Maghribiyah) yang artinya kerajaan dari Barat. Maroko adalah negara yang menghasilkan banyak ulama tasawuf dan fiqih.
Di antara ulama sufi yang populer di Indonesia adalah Syeikh Abu Hasan Al Syadzili dan Qadi Iyad. Penduduk Maroko berjumlah 36 juta jiwa (statistik 2021) di mana mayoritas muslim adalah Sunni Ahlussunnah wal Jamaah dengan mashab fiqihnya Madzhab Maliki (Imam Malik)

1. Abdul Salam ibn Mashish
Ibn Mashish adalah seorang ulama sufi asal Maroko yang hidup pada masa Kekhalifahan Almohad di Maroko. Nama lengkapnya adalah Abd al-Salam ibn Sulayman di mana garis keturunannya bersambung kepada pendiri Kekhalifahan Idrisiyyah hingga Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib..
Dia adalah lahir sekitar tahun 559 atau 563 H di sebuah desa di gunung ‘Alam dekat Titwan, sebuah kota kuno di wilayah Habt (Ghumara) di Maghrib utara. Ia mempelajari Al-Quran dan fiqih madzhab Maliki di bawah bimbingan Idrisite Banu Arus, selain ulama sufi terkemuka seperti Sidi Salem dan Syarif Sidi al-Hajj Ahmed Aqatran Asalani. Makam beliau berada di daerah Toutwan

2. Abu Abbas Al Mursi
Abu al-Abbas al-Mursi adalah salah satu sufi besar asal Andalusia saat wilayah itu masih berada di bawah pemerintahan Kekhalifahan Almohad. Dia adalah murid Syeikh Abu Hasan Al Syadzili.
Dia bersama keluarganya hijrah ke Tunisia pada 1242. Selanjutnya, ia datang ke Alexandria dan menetap selama 43 tahun sebagai seorang sarjana dan guru hingga akhirnya hayatnya pada 1286.
Dia dimakamkan di sebuah bangunan kecil dekat pelabuhan timur di Alexandria. Makam Abu al-Abbas ini kemudian menjadi tempat ziarah bagi banyak umat Islam dari Mesir dan Maroko yang melewati Alexandria dalam perjalanan ke Tanah Suci di Makkah.

3. Muhammad Al-Arabi Al-Darqawi
Adalah seorangulama besar dan pemimpin Tarekat Syadziliyah. Dia banyak menulis buku-buku tentang dzikir dan prihal penyucian diri melalui tasawuf. Magnum opusnya adalah Letters on the Spiritual Path (Surat-Surat di Jalan Spiritual).
Dia dilahirkan sekitar tahun 1152 H di daerah Bani Zarwal (Maroko) dan tumbuh dalam naungan pemeliharaan yang baik. Syeikh Al-Darqawi mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an di bawah bimbingan saudara kandungnya, Abul Hasan Ali As Syadzali.

4. Syeikh Abu Hasan Al Syadzili
Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzili adalah pendiri Tarekat Syadziliyah yang merupakan salah satu tarekat sufi terkemuka di dunia. Ia lahir lahir di desa Ghumarah, dekat kota Sabtah, daerah Maghreb pada tahun 593 H/1197 M dengan nasab yang bersambung pada Rasulullah.
Nama kecil Syeh Abul Hasan Asy Syadzili adalah Ali, gelarnya adalah Taqiyuddin, Julukanya adalah Abu Hasan dan nama populernya adalah Asy Syadzili. Dia mempelopori tarekat tasawuf,Tarekat Syadziliyah.
Imam Abu Hasan asy-Syadzili mengambil sanad ilmu tasawuf kepada Syekh Abu Abdillah Muhammad bin Harazim (w. 633 H) di negara Maroko. Dari guru pertamanya inilah, Abu Hasan asy-Syadzili mendapatkan pengesahan sebagai pengikut ajaran tasawuf.

5. Abdul Aziz Ad Dabbagh
Abu Faris Mawlay Abd al-Aziz bin Mas’ud al-Dabbagh al-Idrisi al-Hasani atau dikenal Sidi Abdul Aziz ad-Dabbagh. Seorang ulama tasawuf dari kota Fes, Maroko yang lahir pada 1679 (1090 H). Keluarganya berasal dari kota Salé di barat laut Maroko, tiba di Fes pada awal 1500-an.
Ajarannya dicatat dalam sebuah kitab panjang yang dikhususkan kepadanya oleh muridnya Ahmad ibn al-Mubarak al-Lamati al-Sijilmasi (w. 1743/1156 H) yang disebut al-Dhahab al-Ibriz min kalam Sayyidi al-Ghawth Abd al-‘Aziz al-Dabbagh (Emas murni dari kata-kata Sayyidi Abd al-Aziz al-Dabbagh). Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Syekh Abdul Aziz adalah salah satu syekh pertama yang memperkenalkan konsep Tariqa Muhammadiya yang menekankan pada pencapaian visi Nabi Muhammad dan mengakui esensi Nabi. Syekh dan penggantinya, Sidi Abdul Wahab al-Tazi dan Syekh Ahmad bin Idris al-Fasi semuanya dikatakan pernah bertemu dengan Rasulullah.

6. Syekh Ahmad At Tijani
Syekh Ahmad At Tijani adalah pendiri Tarekat Tijaniyah. Ia dilahirkan pada tahun 1150 H (1737 M) di ‘Ain Madi, sebuah desa di Aljazair.
Syekh Tijani memiliki nasab sampai kepada Rasulullah yakni dari jalur Sayyidina Hasan. Pada usia 21 tahun, tepatnya di tahun 1171 H, Syekh Ahmad Al-Tijani pindah ke Kota Fez, Maroko, untuk memperdalam ilmu tasawuf.
Selama di kota ini, ia menekuni ilmu tasawuf melalui kitab Futuhat Al-Makiyyah di bawah bimbingan Al-Tayyib Ibn Muhammad Al-Yamhalidan Muhammad Ibn Al-Hasan Al-Wanjali. Al-Wanjali berkata kepada Syekh Tijani, ”Engkau akan mencapai maqam kewalian sebagaimana maqam Al-Syadzili.

7. Qadi Iyad
Nama lengkapnya Abū al-Faḍl ʿIyaḍ ibn Musa ibn Iyad ibn ʿAmr ibn Musa ibn Iyad ibn Muḥammad ibn ʿAbd Allah ibn Mūsā ibn Iyad al-Yaḥṣubi al-Sabta ibn Iyad al-Yaḥṣubi al-Sabtai bn ʿIyad. Dia lahir pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 476 H di kota bernama Sabtah (sekarang Ceuta) di Andalus (Spanyol).
Pada saat masih belia kira-kira baru usia 13 tahun, beliau berangkat dari kota Sabtah di Maghrib menuju Cordoba di Andalus untuk belajar ilmu agama pada tahun 509 H. Dia berguru kepada hampir 100 ulama dengan beragam disiplin keilmuan.
Iyad pernah diangkat menjadi hakim Ceuta pada tahun 1121 dan menjabat di posisi tersebut sampai tahun 1136. Ketenaran Iyad secara keseluruhan sebagai ahli hukum dan sebagai penulis fiqh (hukum Islam) didasarkan pada pekerjaan yang dia lakukan di kota ini.

Fez, Ibukota Pertama Maroko yang Bernuansa Spritual dan Peradaban Islam

Catatan Rihlah

Area Kuburan Kota Fes-Maroko
Jumat, 10 Nopember 2023 pesawat RyanAir dari Madrid Spanyol mendarat di Bandara Rabat- Sale Maroko. Dari Rabat kami langsung meluncur ke kota Fes. Tiba  di Fez tengah malam dinihari kami langsung bersitirahat. Esoknya setelah sarapan, di hari Sabtu 11 Nioember 2023 pukul 10.30 kami langsung menuju area Pemakaman  Fez untuk berziarah ke makam para ulama dan waliyullah, kemudian melanjutkan perjalanan ke Universitas Al-Qoruwiyyun yang merupakan universitas tertua di dunia serta hadir di sebuah halaqah spritual kaum sufi di Fez.

Ziarah di makam Ahmad Tijani
pendiri Thoriqoh Tijaniyah

Fez merupakan salah satu kota penting yang ada dalam sejarah peradaban Islam. Terletak di Maroko atau  dikenal dengan kawasan Al-Maghrib Al-Arabi, sekiranya 198 kilometer dari ibu kota Maroko yaitu Rabat, Fez dikenal sebagai kota pertemuan berbagai etnis baik itu Arab, Berber, Yahudi maupun Spanyol.

Sebagaimana dijelaskan Ibnu Khaldun dalam kitabnya Tarikh Ibnu Khaldun, kota yang terkenal indah dan eksotik ini dibangun pertama kali oleh Raja Idrisiyah I pada tahun 789 M, yang kemudian dilanjutkan oleh Raja Idrisiyah II hingga 810 M.

Salah satu sudut masjid
di Universitas Al-Qoruwiyun

Fez sendiri terdiri dari dua bagian, yaitu Fez-lama dan Fez-baru. Fez-lama disesaki dengan rumah-rumah atau bangunan berhimpitan sebagaimana kota-kota tua yang ada di Arab, sehingga dikenal dengan nama Fez el-Bali yang ditetapkan UNESCO sebagai salah satu situs warisan dunia.

Sementara, Fez-baru didirikan oleh Raja Idris II tahun 809, berlokasi di samping kota lama atau tepatnya di tepi kanan sungai Fez sebagai ibu kota negara. Kendati dipisahkan oleh sungai yang relatif kecil, kedua kota tersebut berkembang terpisah sebelum disatukan di masa Dinasti Murabithun pada abad ke 11. Pasalnya, di masa Murabithun, ibu kota dipindah dari Fez ke Marrakech, tetapi Fez tetap menjadi kota yang ramai dengan perdagangannya walaupun tidak menjadi ibu kota.

Kota Fez-lama dipenuhi dengan banyaknya yang berhimpitan, seperti kota-kota kuno di wilayah Arab. Dengan dikelilingi tembok atau benteng dengan tinggi sekitar 5 meter, membuat kota ini begitu indah. Sejak 1000 tahun yang lalu, bangunan di Fez-lama tidak berubah dan tetap sebagaimana kita ketahui saat ini.

Pada masa Dinasti Muwahidun (1130-1269), Fez menjadi kota terbesar di dunia tepatnya tahun 1170-1180. Dalam sejarahnya, Fez silih berganti di bawah berbagai pemerintahan, di antaranya mulai Dinasti Idrisiyah, sampai Dinasti Marinid, Dinasti Saadi 1554-1649, dan sebagainya. Sejak tahun 1649, Fez menjadi pusat negeri Maroko dan perdagangan kaum Berber.

Fez kembali menjadi ibu kota pemerintahan, ketika Banu Marin atau Dinasti Marinid mengalahkan Dinasti Muwahidun pada tahun 1276 M, yang merupakan puncak kejayaan Fez el-Bali. Di mana pada masa ini, banyak dibangun benteng-benteng yang ada di kota Fez. Fez kemudian menjadi wilayah independen dibawah  pimpinan Raja Yazid 1790-1792 dan Abu Rabi Sulayman 1792-1795. Pada tahun 1819-1821 M, Fez menjadi bagian kekuasaan kelompok pemberontak Ibrahim ibn Yazid dan kaum pemberontak pimpinan Muhammad ibn Thayyib pada 1830 M.

Pada abad pertengahan selain menjadi kota terbesar di dunia, Fez sempat menjadi tempat perlindungan kaum Muslim dan Yahudi yang terusir dari Andalusia. Dalam perkembangannya, Fez semakin maju dan bernuansa Arab setelah kehadiran imigran dari Cordoba dan Kairouan. Mereka banyak membangun masjid serta Universitas seperti Qarawiyin yang didirikan oleh seorang muslimah sekaligus juga saudagar, yang menghibahkan hartanya untuk membangun universitas tersebut.

Sebagai salah satu kota tua dalam peradaban Islam, banyak bangunan-bangunan bersejarah di dalamnya selain mempunyai nilai-nilai sejarah juga mempunyai nilai-nilai budaya, spiritual dan pendidikan. Diantaranya Masjid Al-Qarawiyin, yang menjadi cikal bakal Universitas Al-Qarawiyin yang merupakan salah satu universitas tertua di dunia yang didirikan oleh sosok muslimah yang  bernama Fatimah Al-Fihri.

Kemudian ada juga Madrasah Bu Inaniya, yang merupakan salah satu pusat budaya dan peradaban Islam yang ada di Fez. Ia dibangun pada tahun 1351-1356 M oleh Raja Berber Abu Inan Faris. Selain menjadi madrasah, Bu Inaniya juga berfungsi menjadi masjid sehingga dalam bangunannya terdapat menara.

Peninggalan penting peradaban Islam di Fez lainnya adalah Mausoleum Idris II, yang merupakan kompleks makam yang terdapat di dalam sebuah masjid. Tempat ini menjadi tempat kedua yang banyak dikunjungi oleh orang Fez setelah Masjid Al-Qarawiyin.

Gate adalah sepenggal sisa benteng kuno di Fez yang masih terawat sampai saat ini. Masjid Nejjerine juga salah satu yang ada di Fez, yang merupakan warisan sejarah peradaban Islam.

Ya, Fez di masa lalu adalah kota peradaban Islam dan ilmu. Di sana terdapat banyak makam, seperti makam pendiri Thoriqoh Tijaniyah Syekh Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Al-Mukhtar at-Tijani, makam Syekh Abu Abdullah Muhammad bin Muhammad bin Daud As-Shonhaji pengarang kitab Jurumiyah dan makam-makam lainnya. Ini barangkali penjelasan mengapa kota Fez mempunyai nilai spiritual yang begitu tinggi.

Kota Fez, khususnya Fez-lama, adalah wilayah yang bebas dari kendaraan bermotor, dengan udara segar serta suasana yang indah namun ramai. Selain itu di sana juga terdapat salah satu keunikan, yaitu ketrampilan masyarakat Fez dalam mengolah kulit sapi dan domba.

Di era modern, salah satu ulama terkenal yang lahir dari Fez adalah Alal Al-Fasi, ahli Ushul Fikih dan Maqasid Syari’ah dengan karyanya yang terkenal Maqasid Syari’ah Islamiyah wa Makarimuha. Selain itu juga ada Fetima Mernissi, tokoh feminisme Islam yang tidak asing dalam kajian pemikiran Islam kontemporer dan gender.

Dalam perkembangannya, Fez sering menjadi pusat pemerintahan dan ibu kota dinasti-dinasti atau para penguasa yang pernah berkuasa di Maroko, sehingga pada masa pendudukan Perancis atas Maroko, ibu kota Maroko dipindah ke Rabat sampai saat ini.