Rabu, 09 Desember 2020

AKU DAN DAN ALMARHUM UST. DR. MUINUDINILLAH BASHRI

Aku mengenal beliau, saat aku, beliau dan DR. Mawardi menjadi pemakalah dalam acara seminar Silaturrahim Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Saudi Arabia. Aku ditunjuk sebagai pemakalah utusan Mahasiswa dari Makkah (Umm al-Quro University), Ust. Muinuddin (almarhum) utusan dari Riyadh (Jamiah al-Imam) dan Ust. Mawardi utusan dari Madinah (Islamic Unibersity).

Aku mengenal almarhum semasa hidupnya sebagai sosok yang sederhana, supel, mudah menolong orang, namun juga istiqomah dan tegas dalam prinsip Islam.
Setiap beliau pergi umroh ke Makkah aku dan kawan-kawan di Mekkah tak melewatkan untuk bertemu/sowan dan silaturrahim ke hotelnya, atau ke tempat beliau menginap.

Kalau sudah membantu orang, beliau kesampingkan keperluan pribadinya. Beliau fokus agar masalah orang yg dibantunya dapat segera selesai.

Ada musibah besar datang kepada beliau. Disertasi doktoralnya yang sudah rampung, hilang terhapus di komputernya. Tak ada backup. Namun dengan sabar beliau mengulang kembali menulisnya dan merampungkannya.

Terakhir aku bertemu beliau di musiim haji tahun 2019 sebelum Corona. Di hari-hari Mina kami dan beberapa asatidz pembimbing haji bersilatirrahim di gedung Restoran Turki (al-Madzaq al-Turky) yg bersebarangan dengan hotel tempat aku menginap Funduq Muna dan bersebarangan dengan Super Market Bin Dawood Syisyah dekat Mina dan Jamarot.

Kini Beliau sudah kembali ke rahmatullah. Memang kita tak bisa bertemu fisik lagi, tapi ruh orang sholeh akan saling bertemu..insya Allah.

Selamat jalan Guru dan sahabatku..
Engkau telah mendapatkan apa yang dijanjikan Allah kepadamu sebagai mujahid..
Engkau adalah Sabiqun bil Khoir..
Engkau sedang istirahat dengan tenang setelah berjibaku berjihad selama hiduo di dunia.

اللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه واجعل الجنة مأواه

(Jamhuri, 9 Desember 2021)

Senin, 07 Desember 2020

KALENDER ITU TELAH MEMBERI "HIDAYAH" AKU MASUK PESANTREN.


(Lanjutan Kisah : "Emakku Ajari Aku Kitab ini" /Turutan)

Aku tamat ngaji TURUTAN pd Emakku saat duduk di kls 4 SD. Aku mulai naik ke level ngaji "Quran Besar". Mulai dari al-Fatihah hingga alif lam mim (saat itu belum tahu namanya surat al baqarah). Emakku bukan seorang ustazah. Jadi gak detail ngajari surat apanya?. Bahkan dulu sewaktu ngaji TURUTAN gak kenal surat al-ihlas, tahunya surat Qulhu. Yg penting aku ikutin apa yg Emakku tuntun.

Menjelang naik kls 5, ada seorang ustadz ngontrak rumah yg terletak di dpn rumahku. Emakku menyarankan spy ngaji kepadanya. Tp bkn utk belajar Quran, tp belajar agar aku bisa mendoakan atau mengirim tahlil kpd orang tua. "Belajar sama ust Jayadi ya? Biar Emak dan Bapak kalo mati bisa dikirimin tahlil dan Yasin." Begitu pesan Emakku. Tp, dalam perjalanannya, aku diajari quran juga secara privat oleh ustadz itu. Terus demikian, hingga menjelang aku lulus SD. 

Di tengah ngaji dg ustadz itulah aku mengenal istilah "pesantren". Maklum kawasan Angke Sawah lio x tdk ada anak yg dipesantrenkan. Aku.mengenal pesantren, krn setiap aku ngaji,  aku melihat kalender yg ada di dinding sandaran ustadz ku itu. Diam-diam jika sang ustadz dikamar atau toilet, aku berdiri utk lihat2 gambar kalender. Ternyata itu kalender Pondok Pesantren Daarul Rahman, Jakarta. Ada gambar pimpinannya KH.Syukron Makmun.

Akhirnya aku pun memberanikan bertanya2 ttg pesantren itu. Ustadz itu malah mengantarkan ku ke rumah keponakannya yg kebetulan mondok di sana dan kebetulan sdg liburan. Ponakannya sdg di kls 3 tsnawiyah. (sayangnya, dia berhenti sebelum naik kls 4).

Aku pun tamat SD, aku sdh bertekad masuk pesantren. Karena di kalender semua kegiatan ada. Itu menarikku. Namun Kepala madrasahku  menyesalkan aku jika tdk ikut tes SMPN. Akhirnya aku tetap didaftarkan di 3 SMPN favorit kotaku. Aku manut. Dan lulus ujian di salah satu SMPN favorit. Namun aku tidak ambil. Aku tetap bertekad ke pesantren.

Ah, Entah apa jadinya aku? Jika saat itu tidak ada "hidayah" pesantren melalui satu eksemplar kalender? Karena masa kecilku tak ada yg mengenalkan pesantren. 

Maklum internet dahulu belum ada. Dan pesantren pun nasibnya masih dinomor sekiankan oleh masyarakat

Hidayah Allah bisa datang lewat apa saja.. tangkap dan syukuri...

(M. Jamhuri  7/12/2021)

Sabtu, 05 Desember 2020

EMAK-KU YANG MENGAJARIKU BUKU INI

Saya bangga punya Emak yang terus mengajariku tiap malam buku ini. Dulu kami menyebutnya buku "TURUTAN". Entah mengapa dinamai seperti itu. Padahal tulisan di covernya "Juz Amma, 'Ala at-Thoriqoh al Baghdadiyah", yg setelah besar saya baru tahu artinya adalah "Juz Amma Metode Baghdad".

Saat kecil, saya melihat teman-teman mengaji di rumah pengajian seorang ustazah. Hampir semua anak2 tetangga sebaya saya mengaji di sana. Banyak muridnya, karena selain ngaji juga diajari lagu dan tari, sehingga menarik buat anak-anak. Saya sempat mermohon pada Emak saya agar didaftarkan di pengajian ustazah tersebut. Tapi Emak saya berkata "Sudah, disini saja belajar sama Emak, di sana kita harus bayaran". Emak saya tukang jahit di pasar, menerima tambalan baju atau celana orang di pasar. Saya hanya cuma bisa mengeluarkan air mata permohonan saya ditolak.
Saya ngaji di hadapan Emak, Emak mengajariku sambil melakukan pekerjaan jahitannya. Kadang pasang kancing, atau memutus jahitan2 pakaian yg akan diperbersar sesuai keinginan pelanggannya.
Habis ngaji, saya pergi ke pengajian ustazah. Tp hanya bisa berdiri melihat dari luar jendela berkawat krn saya bukan murid resmi. Sy lihat di sana diajari kitab Babul.Minan yaitu kitab bertuliskan Arab melayu tentang rukun Islam. Esoknya saya minta Emak sy mengajariku kitab yg sama. Sehingga, setelah ngaji TURUTAN lalu dlanjut dg BABUL MINAN.
Alhamdulillah dg bekal diajari kitab bertulis arab melayu itu, saya bisa berkomunikasi kepada Emak saya melalui surat yg saya tulis dengan bahasa Arab Melayu, saat saya kuliah.di Makkah Arab Saudi. Karena Emak saya tidak bisa membaca tulisan latin dari kecil hingga wafatnya. Tapi kalau membaca buku yg bertuliskan Arab melayu, beliau bisa membacanya. Seperti kitab "Perukunan Melayu" berisi amalan dan doa2 harian.
Ketika tamat ngaji TURUTAN, saya meminta Emak saya agar mengdakan selamatan dengan nasi kuning. Karena itulah yg saya lihat di pengajian ustazah tempat teman2 saya mengaji. Emak pun mengabulkan.. Saya angkut sendiri nasi kuning yg diletakkan baskom besar ke musholla untuk didoakan.
Kini, setiap kali aku membaca Al-Quran, aku selalu ingat Emak ku. Dalam hati kecil ku memdoakan " Ya Allah, semoga setiap huruf dari Quran yg kubaca, pahalanya terkirim buat almarhumah Emak-ku. Aamiin"