Jumat, 31 Maret 2023

Kita Bisa Mulia Atau Hina Karena Al-Quran

 

Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra berkata : 

ان الله يرفع بهذا الكتاب قوما و يضع به اخرين

Sesungguhnya Allah mengangkat (derajat) suatu bangsa dengan kitab ini (al-Quran) dan merendahkan bangsa lainnya juga dengan kitab ini (al-Quran).

Itulah kenyataan. Bangsa Arab yang semula tidak diperhitungkan dan tidak dilirik sedikit pun oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang sangat diperhitungkan dalam kancah politik, ekonomi, sosial dan militer. Saat al-Quran diturunkan secara berangsur, cuma ada dua negara super power yang diperhitungkan seluruh bangsa-bangsa dunia. Yakni Romawi dan Persia. Namun dalam perjalanan sejarahnya, dua bangsa besar itu dapat ditaklukkan oleh bangsa Arab dan Kaum Muslimin, yang sebelumnya tidak pernah diperhitungkan oleh bangsa manapun. Apa rahasianya? Karena umat Islam komitmen membaca, mempelajari dan mengamalkan al-Quran secara konsisten.

Kenyataannya, sesuatu yang disandarkan kepada al-Quran, maka sesuatu itu menjadi mulia, bahkan menjadi termulia. Sebagai contoh, Nabi Muhammad saw menjadi Ayroful Anbiya wal mursalin (Nabi dan Rasul termulia) karena beliau diturunkan padanya kitab al-Quran. Malam Lailatul Qodar menjadi malam termulia dan lebih baik dari seribu bulan, karena di malam itu diturunkan al-Quran. Bulan Ramadhan menjadi bulan yang suci dan termulia karena di bulan itulah diturunkannya al-Quran. Jibril menjadi malaikat termulia di antara para malaikat lainnya, karena beliau ditugasi Allah untuk menyampaikan wahyu (al-Quran) kepada Nabi Muhammad saw. Dan Dua kota tersuci yang ada di atas muka bumi, yakni Makkah dan Madinah, menjadi kota mulia lagi suci karena di dua kota itulah Al-Quran diturunkan, sehingga kita mengenal istilah surah Makkiyah dan surah Madaniyah (surat al-Quran yang diturunkan di Makkah/sebelum hijrah dan di Madinah/setelah hijrah).

Saya punya beberapa teman di Sukabumi, mereka semangat untuk membuat Pesantren Tahfizh al-Quran. Mereka merintis mulai dari Rumah Quran dengan menggunakan sebagian space rumahnya untuk para penghafal al-Quran, hingga santrinya bertambah, akhirnya mereka menyewa rumah makan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai rumah makan. Awalnya mereka hanya akan menyewa selama setahun saja karena keterbetasan dana. Namun karena mereka khawatir tahun depan akan ada banyak santri baru sementara jika kontrak sewa habis akan kesulitan mencari tempat lain, akhirnya mereka menyewanya untuk selama dua tahun, sebagai antisipasi di atas. Subhannallah, karena mereka bersungguh-sungguh untuk mensyiarkan dan memasyarakatkan al-Quran, empat bulan sejak menyewa rumah makan tersebut, mereka sudah ditawari orang dengan wakaf sebidang tanah lebih dari 1 hektar lengkap dengan rumahnya yang sudah tidak digunakan pemiliknya. Ini adalah contoh kemberkahan dan kemuliaan memperjuangkan al-Quran. 

Namun di sisi lain, banyak kisah, orang-orang yang konsen kepada al-Quran dengan tujuan keuntungan duniawi semata, atau sekedar menghafal tanpa pengamalan dan pemahaman yang benar sehingga berdampak buruk terjadi pada pelakunya. Kaum Khawarij adalah kelompok sempalan Islam yang anggotanya banyak yang hafal al-Quran. Namun karena pemahaman yang salah terhadap Islam serta berburuk sangka kepada para sahabat, mereka dimasukkan sebagai kelompok sesat oleh mayoritas ulama Islam dan para sahabat. Tidak sedikit juga para penghafal al-Quran yang tidak mengamalkan al-Quran akan berdampak buruk baginya. Kisah seorang yang hafalan al-Qurannya tiba-tiba hilang hanya karena tergoda oleh kecantikan wanita kafir hingga ia menjadi murtad, dan hafalan al-Qurannya hilang. Begitu juga tidak sedikit para penghafal al-Quran yang akhlak dan sikapnya tidak sesuai dengan ajaran al-Quran.

Tidak heran jika ungkapan Umar bin Khattab di atas menjadi kenyataan, "Sesungguhnya Allah mengangkat (derajat) suatu bangsa dengan kitab ini (al-Quran) dan merendahkan bangsa lainnya juga dengan kitab ini (al-Quran)". Dengan kata lain, kita bisa mulia atau hina karena al-Quran . Oleh sebab itu ada doa yang berbunyi, "Allahumma ij'al al-Qur'ana hujjatan lana Laa hujjatan alaina". Ya Allah, jadikanlah al-Quran sebagai penolong bagi kami, bukan sebagai penjurumus atas kami.

Terlebih jika umat sudah jauh dari mempelajari al-Quran. Tidak peduli dengan al-Quran, bahkan membacanya pun tidak, maka dikhawatirkan akan direndahkan Allah sebagaimana bangsa-bangsa lain yang telah direndahkan Allah swt. 

Di bulan Ramadhan yang diturunkan di dalamnya al-Quran seperti saat ini, marilah kita kembali akrab dengan al-Quran dan mendudukkan fungsinya sesuai dengan arahan dan firman Allah swt, yakni sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas serta pembeda (furqan) antara yang haq dan batil dengan pemahaman yang lurus dan sebenarnya. Sebagaimana firman Allah swt:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنْ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil) (QS. Al-Baqarah: 185)

M. Jamhuri, 8 Ramadahan 1444 H/31 Maret 2023 M.


Kamis, 30 Maret 2023

Puasa: Beda Orang Dulu dan Sekarang

Ada ungkapan yang berbunyi, "Orang sukses pandai mencari sebab agar dapat sukses, sedangkan Orang Gagal pandai mencari alasan kenapa dia gagal." Dua karakter yang saling berbeda satu sama lainnya. kondisi yang sama mirip dengan kondisi umat Islam dulu dan kini. Umat Islam dulu selalu semangat ingin mengerjakan ibadah sebanyak dan sebaik mungkin. Umat Islam kini selalu mencari ibadah yang instant dan ekspres. Kalau perlu instan dan jaminannnya surga.

Lihat saja, hanya karena alasan berkemah, lalu mudah saja membuat keputusan shalat fardhu dijamak dan diqshar, padahal jarak antara rumah dengan lokasi kemah tidak mencapai masafatul Qoshr (jarak diperbolehkannya mengqashar shalat) atau marhalatain (dua marhalahatau sekitar 82 km. Misal Jarak rumah di Jakarta, sedangkan lokasi kemah dii gunung Bunder -Bogor yang hanya berjarak 40-50 km, lalu shalatnya dijamak dan diqashar, padahal jarak safar (perjalanan) belum mememuhi syarat. Kecuali jika mengikuti pendapat yang sangat lemah dengan alasan Mutlaq al-Safar (hanya karena perjanan) tanpa menghiraukan jarak, atau meskipun jarak perjalanan sangat dekat semisal antara Jakarta- Tangerang.

Umat Islam kini lebih memilih shalat yang ekspres dan cepat meskipun bacaannya terkadang tidak tartil atau tidak sesuai dengan ilmu tajwid.

Perjalanan Jakarta - Semarang dengan menggunakan pesawat terbang, kadang tetap mengambil rukhsoh tidak puasa. Padahal perjalanan Jakarta- Semarang hanya ditempuh dalam waktu kurang dari dua jam. Masyaqqoh (kesulitan) perjalanan nyaris tidak ditemukan dalam perjalanan JAkarta-Semarang dengan menggunaan pesawat terbang tersebut. Berbeda jika ditempuh dengan kuda atau kendaraan mobil, jarak tempuhnya lebih jauh dan lebih lama serta melelahkan. Tapi karena patokannya jarak, dia tetap mengambil keringanan dengan tidak berpuasa. Apa salah? memang tidak sih. Tapi bukankah ketika al-Quran menawarkan keringanan bagi orang yang sakit dan musafir, tetap ditawarkan bahwa "berpuasa itu masih tetap lebih baik bagi kamu, jika kamu mengetahui?"

وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَ 

Berbeda dengan umat Islam di generasi awal. Meskipun sudah diberi rukhsoh (keringanan), akan tetapi tetap ingin melaksanakan ibadah puasa. Itulah yang diungkapkan oleh Syeikh al-Maroghi ketika mengamati ayat puasa (QS. Al-Baqarah ayat 183-185). Mengapa dalam ayat-ayat tersebut Allah sampai menyampaikan tiga kali keringanan untuk dijelaskan agar umat Islam tidak keterlaluan dalam melaksanakan ibadah puasa jika memang dalam kondisi sulit seperti sakit atau dalam bepergian.

Sebagai contoh dalam ayat 184 surat al-Baqarah, Allah swt berfirman: 

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

"Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain"

Sampai di sini umat Islam masih saja ingin berpuasa, meskipun mereka dalam bepergian, bahkan dalam kondisi berperang. Sehingga Allah melanjutkan di ayat berikutnya dengan redaksi yang hampir sama:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمْ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain (QS. Al-Baqarah; 185)

Lalu agar umat Islam tidak ragu untuk meninggalkan puasa karena ada masyaqqoh (kesulitan), Allah kembali menegaskan prinsip ajaran Islam yang tidak ingin  mencelakakan atau membuat sulit umatnya, dengan firmannya:

 يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمْ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمْ الْعُسْرَ

 Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu (QS. Al-Baqarah: 185)

Al-Maraghi menugkapkan bahwa turunnya penjelasan ini untuk menguatkan pernyataan sebelumnya, bahwa jika ada kesulitas karena sakit atau perjalanan, maka umat Islam diperbolehkan tidak berpuasa dan dapat diganti dengan hari lainnya. Ini karena umat Islam sangat semangat melaksanakan segala amal ibadah yang diperintahkan.

Jadi artinya, generasi dahulu selalu semangat melaksanakan ingin ibadah sehingga Allah perlu menjelaskan adanya keringanan berkali-kali. Sementara generasi sekarang mudah mencari alasan untuk mendapat rukhsoh (keringanan), sekalipun kesulitan itu tidak didapatkan.

Tapi disinilah letaknya perbedaan pendapat ulama. Ada yang mengatkan mengambil rukhsoh adalah lebih afdhol dari pada tidak mengambil rukhsoh. Sementara yang lain berpendapat bahwa pahala amal itu sebanding dengan kesulitan yang dialaminya saat melaksanakan ibadah. Anda pilih yang mana?

 

PUASA DAN MA’RIFATULLAH

Udin, sebut saja begitu, adalah anak berusia 12 tahunan, sudah 5 tahun ini berpuasa Ramadhan. Dia mulai berpuasa sejak usia 7 tahun. Siang itu dia merasakan dahaga yang sangat dalam perjalanan pulang sekolah. Di perjalanan pulang datang waktu zhuhur. Dia pun mampir di sebuah Masjid yang dilewatinya. Saat akan berwudhu, terbayang betapa segarnya air yang keluar dari kran masjid. Ia pun berwudhu. Ada keinginan saat berkumur dalam wudhu untuk memasukkan air wudhu beberapa teguk air ke rongga mulutnya. Toh tidak ada yang tahu jika menegak bebebrapa tuguk air? Toh orang lain mungkin akan menyangka bahwa dirinya sedang berkumur dalam wudhu. Tapi Udin menahannya, dia hanya berkumur dan membuang air itu kembali dari mulutnya. Dia tidak meminumnya. Sebab dia sadar jika meminum air walau seteguk, maka batallah puasanya. Alhamdulillah, ia bisa bertahan menahan dahaga hingga datang waktu maghrib. Dan saat berbuka puasa di waktu maghrib, ia pun merasakan kepuasan baik secara lahir maupn batin.

Mengapa Udin tidak berani meneguk air saat berwudhu? Padahal jika ia lakukan, tidak ada orang yang tahu?, bahkan orang yang berwudhu disampingnya pun tidak akan peduli jika Udin meminum air wudhu saat berkumur wudhu? Karena Udin telah menghadirkan Allah dalam dirinya. Karena Udin merasa dia sedang Bersama Allah. Karena Udin merasa tidak lepas dari pengawasan Allah.

Suatu hari Amirul Mukminin Umar bin Khattab berkeliling menjumpai seorang budak yang sedang menggembala kambing majikannya. Jumlah kambing yang digembalanya banyak hingga tak terhitung. Umar bin Khattab mencoba menguji budak tersebut. “Ada berapa ekor kambing yang kau gembala.?” Tanya Umar. “Semua yang di tanah lapang ini, itulah jumlah kambing tuan saya, Tuan.” Jawab si budak. “Mau kah satu ekor saja aku beli kambing ini? Toh tuanmu tidak tahu berapa jumlah kambingnya ini?” Tanya Umar. Sang Budak menjawab, “Ini kambing milik Tuan saya, saya tidak berhak menjualnya kecuali dengan izinnya.” Umar merayu, “Satu ekor saja, tuan mu tidak akan mengetahui jika satu ekor hilang atau dijual.” Sang budak menjawab, “Benar tuan,  tuan saya tidak akan mengetahuinya, tetapi Tuhan Tuan saya ( Allah swt) mengetahui apa yang akan saya lakukan”. Umar pun kagum dan memerdekakan budak yang jujur ini.

Lain budak lain lagi kisah kejujuran seorang anak gadis penjual susu. Malam itu ibunya memerintahkan pada putrinya untuk mencampur susu-susunya dengan air agar mendapat keuntungan lebih saat dijualnya besok, atau setidaknya bisa menurunkan harga sehingga dapat bersaing dengan penjual lainnya. Akan tetapi sang gadis tidak mau melakukannya “Itu dilarang oleh Amirul Mukminin ibu,” Ujarnya. Sang ibu berkata, “Toh malam-malam seperti ini Amirul Mukminin pun tidak akan mengetahui rencana kita. Munkin dia sedang tidur”. Sang gadis menjawab, “Bu, akan tetapi Tuhan Amirul Mukminin melihat kita.” Saat itu Umar bin Khattab kebetulan sedang keliling malam yang menjadi kebiasaannya, beliau  mendengar dialog mereka. Esoknya Umar Kembali ke rumah sang gadis dan Ibu itu, bukan akan menghukum sang ibu, tetapi ingin meminang sang gadis yang jujur itu untuk dinikahkan dengan salah seorang puteranya.

Dan masih banyak lagi kisah tentang kejujuran dan rasa kebersamaan dengan Allah yang melahirkan rasa ma’rifatullah (mengenal Allah).

Ma’rifatullah bukan sekedar Latihan zikir kepada Allah dengan lafah-lafazh tertentu saja. Akan tetapi zikir kepada Allah adalah selalu mengingat Allah dalam setiap keadaan. Dia sudah mengenal Allah bahwa Allah terasa bersama dimana pun berada. Perasaan mengingat Allah dengan hati dan rasa inilah yang menghasilkan sikap-sikap positif dalam tindak tanduk, sehingga pribadinya  menjadi  “wakil” Allah dalam menampilkan keindahan Tuhan.

Inilah yang dikategorikan para ulama sebagai puasanya “Khowasul Khowas” lebih Khusus dari yang khusus. Puasa bukan sekedar aktifitas menahan dari rasa lapar dan dahaga. Atau sekedar mengubah jadwal makan dan minum. Akan tetapi puasa adalah aktifitas yang dapat menghadirkan rasa kebersamaan dengan Allah swt. Sehingga tidak saja meninggalkan hal yang membatalkan puasa. Akan tetapi juga meninggalkan hal yang membatalkan pahala puasa. Rasa ini akan terus berlanjut hingga pasca Ramadahan sekalipun. Sehingga pasca puasa dia benar-benar menjadi pribadi muttaqin (bertaqwa). Dan itulah inti dari tujuan puasa “La’llakum Tattaquun”

M. Jamhuri, 7 Ramadhan 1444 H/ 30 Maret 2023 M

Kamis, 23 Maret 2023

Aku dan Almarhum. Ust. H. Amrozi M. Rais

Almarhum Ust. H. Amrozi M. Rais
Oleh : Muhammad Jamhuri

Saat itu waktu menunjukkan  pukul 18.30, Usai shalat maghrib berjamaah, Kami mengambil ponselku untuk membaca al-Quran digital melalui ponsel. Namun Kami buka dahulu seleweran WA yang masuk begitu banyak, terutama pada sebuah grup whats App, ternyata di salah satu WAG tertulis sebuah share berita, "...Inna Lillahi wa inna ilaihi raajiun..Telah berpulang guru kita ust. Amrozi jam 18.00 di RS Primaya. Sekarang sdg persiapan pulang ke rumah...". Saya diam termenung sambil berdoa dalam hati "Allahummaghfirlahu warhamhu wa'fu 'anhu....dst".

Seorang Mujahid Pembela Rakyat Palestina dari Indonesia Ust. Amrozi M. Rais, Lc telah dipanggil oleh Kekasihnya di malam pertama bulan Ramadhan Tahun ini (2023). Kami bergumam, "Kawan,..engkau telah diundang untuk taraweh dan berRamadhan di surga bersama para syuhada dan sholihin". 

Dialah ust. H. Amrozi M, Rais Lahir  pada tanggal 17 Juli 1970 dan wafat 22 Maret 2023 (usia 52 tahun). Selama hidupnya Beliau sangat gigih dalan memberitakan dan membela nasib bangsa Palestina. Beliau tidak mengenal lelah berkeliling Nusantara memberitakan pentingnya membela Palestina. Melalui LSM yang diasuhnya bernama SPM (Sahabat Palestina Memanggil) beliau berkeliling dari masjid ke mesjid, dari sekolah ke sekolah, pesantren ke pesantren, kampus ke kampus untuk memperkenalkan kepada generasi muda sejarah Al-Quds dan Masjid al-Aqshanya serta keutamaannya di dalam ajaran agama Islam yang banyak dilupakan kaum generasi muda (bahkan tua). Tidak aneh, jika berbagai pihak mengundang beliau sebagai nara sumber dalam berbagai seminar di dalam negeri maupun di luar negeri tentang Al-Quds dari dahulu hingga yang terupdate. 

Al-Marhum menjadi salah satu nara sumber Seminar
Luasnya pengetahuan tentang kePalestinaan bukan hanya sekedar dari membaca, namun beliau pernah langsung berkunjung dan berdialog dengan warga Palestina, bahkan pernah mengunjungi kawasan Gaza. Beliau pernah terkesan dengan anak-anak Palestina. Kata beliau, meskipun anak-anak Palestina dalam kondisi miskin, namun mereka tidak mengemis atau meminta-minta jika ada warga asing yang berkunjung ke sana. Namun mereka menawarkan teh hangat lalu mereka barulah mau menerima uang orang yang meminum tehnya sebagai jual-beli. "Jadi mereka sudah dididik tidak bermental pengemis apalagi pencuri". Kenangnya..

Nama "Amrozi" memang sempat tidak mengenakkan walau jadi terkenal, akibat peristiwa Bom Bali. Namun Amrozi M. Rais yang satu ini berbeda dengan pelaku bom. Amrozi ini Orangnya tenang dan humoris namun tegas. Satu hal yang kami kagum kepada almarhum adalah hafal sebagain besar anak-anak dari murid yang beliau bina, termasuk menanyakan kabar semua anak-anak kami jika membahas qadhoya dan rowai (probelmatika dan kabar gembira) dalam sebuah halaqah pengajian.  Hal lain yang baik dari beliau adalah mencatat segala masalah dan peristiwa para muridnya, keluarga dan binanaannya selama sepekan dalam buku agenda catatatannya yang selalu dibawanya. Sehingga jika ada pertemuan pekan berikutnya, beliau selalu menanyakan masalah-masalah yang disampaikan pada pekan sebelumnya. Lalu bertanya, Bagaimana malasah ini dan masalah itu?..lalu mencatatnya lagi.

Almarhum Amrozi M. Rais wafat pada hari Rabu malam Kamis tanggal 22 Maret 2023 pukul 18.00 wib di Rumah Sakit Primaya Tangerang setelah selama kurang lebih selama delapan bulan menderita kangker darah. Kemudian disemakayamkan selama satu malam dikediamannya di Daerah Batu Jaya-Batu Ceper. Kemdian esok harinya Kamis 23 Maret 2023 (1 Ramadhan 1444 H) dimakamkam di Perkuburan Keraba- Kober (sekitar 1,5 km dari kediamannnya). Almarhum meninggalkan seorang isteri, lima anak serta seorang cucu, juga segudang amal da'awai, jihadi, tarbawi dan khoiroot....

Hadir dalam pemakamaman antara lain beberapa warga Palestina yang tingga di beberapa negara Asia, Ketua DPW PKS Banteng Bpk. Gembong Sumedi, ulama Banten KH. Sudarman, Bonny Mufidjar (anggota DPRD I Banten). H. Syamsuri (Anggota DPRD II Kota Tangerang), para kader PKS dan lapisan masyarakat.

Semoga al-Marhum dikumpulkan bersama para Syahada al-Aqsha karena almarhum  telah banyak membantu rakyat dan anak-anak Palestina yang orangtuanya banyak  wafat sebagai Syuhada,  Sebagaimana hadist NAbi Muhammad saw "Anda akan bersama orang yang Anda Cintai".

Semoga keluarga yang dtinggalkan diberti pahala katabahan atas kepergiannya, dan kita yang hidup dapat melanjutkan isnpirasi perjuangannya.. Aamin.

Bogor, 23 Maret 2023

Rabu, 08 Maret 2023

Karena Rajin Bersuci, Wafatnya pun di Tanah Suci

 

Jenazah di Kota Suci Makkah
Oleh : 

Muhammad Jamhuri

Saat itu musim haji tahun 2008. Semua jamaah haji sudah bersiap-siap akan wukuf di Padang Arafah. Ada seorang ibu usia baya yang ikut suaminya pergi haji. Suaminya adalah seorang pengusaha dari Makasar. Berangkatlah para jamaah haji ke Arafah, termasuk pasangan suami istri tadi. Saya pun ikut ke Arafah. Usai wukuf di Arafah, para jamaah diberangkatkan ke Muzdalifah. Setelah ambil syarat mabit dan mengambil kerikil di sana, para jamaah dibawa kembali ke syuqqoh/flat/hotel tempat menginap selama hari-hari armina (arafah-muzdalifah-mina) sebelum melaksanakan thowaf ifadhoh. Karena sebelum thowaf disyaratkan dalam keadaan suci (berwudhu), sementa jika berwudhu di Masjidil Haram akan terjadi antrian, maka para jamaah di arahkan menuju hotel untuk berwudhu di sana sebelum berangkat ke Masjidil Haram.

Di hotel, para jamaah pun diarahkan untuk berwudhu.. Termasuk ibu itu pun mengambil wudhu (bersuci). Ketika menunggu di ruang loby. Ibu ini merasakan pusing, lalu memohon ditemani suaminya. Beberapa saat kemudian beliau minta didengarkan bacaan al-Quran, kemudian beliau sempat berkata kepada suaminya, “Pak, semoga jamaah yang berangkat ini menjadi haji mabrur ya?”  “Amin” jawab suami singkat. Lalu ibu itu berkata, “Pak, saya izin berangkat dulu ya?” Lalu dia mengucapkan dua kalimat syahadat, dan tutup usia.

Esoknya, ibu itu dibawa ke Masjidil Haram untuk dishalatkan setelah shalat zhuhur. Sebelum dishalatkan, jenazah di letakkan di Hijir Ismail di samping bangunan Ka’bah bersama suaminya yang ikut mengantarkan. Kemudian jenazah itu dishalatkan dengan jumlah makmum jutaan jumlahnya. Bayangkan...ibu itu wafat di Tanah Suci, wafat setelah bersuci, wafat di tengah melaksanakan ibadah haji yang suci, dan dishalatkan oleh juataan jamaah haji yang sedang melaksanakan ibadah nan suci, serta dikebumikan di Tanah Suci.

Saya penasaran akan kehormatan ‘husnul khotimah’ yang Allah berikan kepada almarhumah ibu seperti ini. Esoknya saya menemui suaminya dan bertanya kepadanya, “Pak, apa amalan istri bapak sehingga beliau mendapat kemuliaan dari Allah di akhir hayatnya?, apakah isteri bapak seorang ustazah?” Suaminya menjawab, “Tidak pak, isteri saya hanya seorang ibu rumah tangga...usianya kini sekitar 52 tahun. Sejak saya berkeluarga dengan beliau, beliau tidak pernah sakit, apalagi berobat di rumah sakit. Tidak pernah. Saat menjelang wafat pun tidak ada tanda-tanda dia sakit.”

“Lalu apa amalan isteri bapak sehingga beliau mendapat kemuliaan husnul khotimah?.” Tanya saya. Bapak itu menjawab, “Ada dua amalan yang saya kagum terhadap isteri saya.”

Saya bertanya, “Apa dua amalan itu pak?” Bapak itu menjawab, “Isteri saya hatinya suci pak, saya kan pengusaha yang minimal sepekan sekali pergi keluar kota untuk menjalankan bisnis saya. Akan tetapi setiap saya dating pulang ke rumah –meskipun malam hari- dia selalu menjadi orang yang pertama membukakan pintu rumah, dia juga yang menyiapkan minum dan air hangat untuk saya, dan dia tidak pernah bertanya ‘dari mana?’ atau ‘kenapa datang malam’?.dia tidak bertanya curiga. Itu pak yang membuat saya kagum pada almarhumah”. Tambah suaminya.

“Lalu amalan yang kedua apa pak? Tanya saya. “Nah, isteri saya setiap kali akan bepergian pak –jangankan bepergian jauh, dia mau pergi ke pasar saja, pasti isteri saya itu berwudhu dahulu pak.” Jawab bapak itu.

Sampai titik inilah, saya tertegun, hati saya bergetar, bulu kuduk berdiri, sekaligus merasa malu kepada perempuan almarhumah ini. Padahal dia hanya seorang ibu rumah tangga, bukan seorang ustazah, namun dia melaksanakan ayat yang sangat sederhana, ayat yang dahsyat efek dan pengaruhnya. Dan disinilah saya seakan-akan baru membaca ayat yang sudah pernah saya hafal saat remaja belajar di Pesantren dahulu. Ayat itu adalah:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (QS: al-Baqarah: 222)

Pantas jika Allah swt telah mencintai dan merindukannya, hingga Allah swt mengundang kehadiran dan pertemuannya di Tanah Suci dan dalam keadaan bersuci.

Senin, 06 Maret 2023

Arwah Ibu Ini Disambut Para Isteri Nabi saw. Apa Rahasianya?

Di belakang tong sampah kuning ini
terdapat makam ibu yang arwahnya
disambut para isteri Nabi saw (Baqi') 
Seorang ibu berasal dari Indonesia yang sedang melaksanakan ibadah Umroh wafat di Madinah, dan arwahnya disambut oleh para isteri Nabi Muhammad saw. Begini ceritanya...

Setelah menabung lama dan terkumpul dana, seorang wanita, sebut saja bernama  Fitri (nama samaran), akhirnya dapat juga berangkat melaksanakan ibadah umroh di Tanah Suci Makkah. Dia berangkat sendiri tanpa anggota keluarga bersama rombongan jamaah umroh lainnya melalui salah satu travel umroh. Sayangnya, perusahaan travel umroh ini tidak menyertakan TL (Tour Leader) atau pembimbing dari Tanah Air. Travel umroh ini hanya memerintahkan perwakilannya di Makkah untuk menjemput dan membimbing ibadah umroh mereka selama di Tanah Suci Makkah dan Madinah. Dan TL yang menjemput mereka hanyalah seorang muqim yang tercatat sebagai TKI dengan job supir.

Selama di Makkah, perjalanan umroh pun berjalan lancar dan tiada kendala. Demikian pula pada saat awal kedatangan di Madinah, proses ibadah seperti sholat di Raudhah dan berziarah ke tempat-tempat bersejarah di Madinah berjalan dengan lancar.

Akan tetapi hari-hari kemudian, Fitri jatuh sakit. Ia pun dibawa ke rumah sakit. Namun hingga saat hari kepulangan para jamaah lainnya ke Tanah Air, Fitri masih juga belum sembuh, bahkan penyakitnya bertambah parah. Di Arab Saudi, jika pasien sudah masuk rumah sakit, maka tidak akan dikeluarkan  hingga dia sembuh. Singkat cerita sang ibu ini wafat di rumah sakit di Madinah.

Akan tetapi sang TL (Tour Leader) tadi tidak berani untuk mengurus jenazah di rumah sakit tempat Fitri disemayamkan di sana. Fitri disemayamkan di kulkas peti jenazah rumah sakit hingga sepekan lamanya. Pihak rumah sakitpun tidak ingin melakukan tindakan hingga ada pihak yang bertanggung jawab atas jenazah ini. Sedangkan TL yang membimbing jamaah haji tidak berani berurusan dengan rumah sakit, sebab peraturan iqomah disana mengharuskan seseorang sebagai pekerja harus sesuai dengan jenis pekerjaannya sesuai surat keterangan pada iqomah. Karena bila tidak sesuai, maka dianggap melanggar izin tinggal di Saudi Arabia, yang resikonya dapat dideportasi ke negeri asalnya.

Sang jenazah terbujur kaku di rumah sakit selama sepuluh hari lamanya.

Suatu hari TL ini bertemu dengan kawan saya yang berprofesi sebagai TL Resmi. Dia pun minta tolong padanya agar bersedia membantu mengurus jamaahnya yang sudah terbujur kaku lama di rumah sakit. Kawan saya pun bersedia. Dia menelpon keluarga almarhumah di Tanah Air, namun keluarga tidak dapat berangkat ke Tanah Suci karena keterbatasan ekonomi. Keluarganya mempercayakan pengurusannya kepeda kawan saya yang TL Resmi itu. Singkat cerita kawan saya yang TL Resmi itu mengurus jenazah tersebut, mulai dari proses pemandian oleh petugas rumah sakit, menshalatkannya di Masjid Nabawi, hingga menguburkannya di Perkuburan Baqi di Madinah.

Usai proses Tajhiz Mayit selesai, ia pun kembali ke apartemen tempat tinggalnya. Saat ia tidur di sana, ia bermimpi didatangi oleh jenazah Fitri yang siang tadi diurus pemakamannya. Dalam mimpi tersebut, ibu Fitri berkata kepada kawan saya, "Pak ustadz, saya mengucapkan terima kasih kepada pak ustadz atas bantuannya mengurus jenazah saya tadi. Alhamdulillah, saya disambut isteri-isteri Nabi Muhammad saw.....". Tiba-tiba kawan saya itu bangun dari tidurnya. Dia langsunng menelpon keluarga almarhumah yang di Indonesia dan mengabarkan berita gembira mimpinya kepada putri almarhumah. Kemudian kawan saya itu bertanya padanya, "Mbak, apa sih amalan almarhumah sehingga arwahnya disambut para isteri Nabi saw. Karena saya tahu, karena di Baqi itu ada makam-makam para isteri Nabi saw?". Putri almarhumah berdiam sebentar, lalu menjawab, "Oh anu. ibu saya dalam  sepuluh terakhir ini suka menyisihkan uang jajan untuk diberikan kepada anak-anak yatim setiap harinya."

Saya yang mendengar kisah itu bergumam, "Pantas, almarhumah mendapat kemuliaan itu, karena nabi Muhammad saw sendiri seorang yatim dan beliau juga diberi gelar 'Ábul Yatama' (Bapak anak-anak Yatim)

*Kisah TL Resmi Ust Zainuddin kepada Saya di Madinah Th 2014