Selasa, 05 Juni 2012

Menjadi Umat Yang Moderat


“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu” (QS. Al-Baqarah: 143)



Ada dua sikap yang semuanya merupakan sikap ekstrim, yaitu sikap mutasyaddid (keras) dan mutahawin (rmeremehkan). Sikap pertama cenderung saklek, kaku, stagnan dan tekstual. Sementara sikap kedua lebih longgar, memudahkan namun terkadang kurang kontrol sehingga segala sesuatu dianggap serba boleh.

Tentu saja, kedua sikap ini merupakan sikap ekstrim yang dilarang dalam agama. Terlebih dalam memperjuangkan sesuatu yang dianggap luhur dalam Islam. Dalam surat Huud ayat  112, Allah swt berfirman: “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.

Konon, ayat ini yang menyebabkan rambut Nabi saw beruban, sebagaimana sabda beliau: “Surat Huud telah menyebabkan aku beruban.” Mengapa demikian? Karena seseorang sulit berlaku istiqomah dalam kebenaran, sementara di sisi lain dia harus berbaur dan berinteraksi dengan semua orang dan harus tetap menjaga keorsinilan sebuah sikap.

Banyak orang yang  kuat menjaga keimanan saat diuji oleh kemiskinan. Namun, gugur dan rapuh imannya saat diuji oleh kenikmatan. Banyak orang yang tetap menganggap apa yang diyakininya benar, namun pada hakekatnya apa yang diayakininya tidak dapat memberikan solusi bagi permasalahan kekinian. Banyak orang yang istiqomah bergaul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah, namun saat mulai bergaul dengan orang-orang durhaka keimanannya menjadi luntur.

Di sinilah penyesuaian diri yang sulit dirasakan oelh Rasulullah saw, agar beliau tetap istiqomah dengan apa yang diperintahkan Allah, namun juga dapat memberikan solusi bagi segala permasalahan yang berkembang, serta tetap dapat menjaga stabilitas keimanan, meskipun berbaur dengan orang-orang yang beraneka ragam watak dan tingkat keimanannya. Saking sulitnya beliau memikirkan, hingga surat ini membuat rambut beliau mulai beruban.

Hari-hari ini, kita menyaksikan sebagian dari umat Islam yang begitu keras terhadap suatu sikap, namun sikap mereka justru tidak membuat orang simpati, bahkan sikapnya memperburuk citra agamanya sendiri, dan membuat suasana umat Islam menjadi terpecah.

Di sisi lain, banyak umat Islam yang begitu longgar dengan adat dan istiadat yang melanggar syariat Islam, hingga mereka bersikap lebih loyal kepada umat lain daripada loyal dan berpihak kepada saudaranya sendiri dari umat Islam.

Untuk itulah, Allah swt memberikan contoh model umat yang moderat dan menengah di antara dua sikap ektsrim itu. Model itu pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya, sebagaimana firman Allah swt::

 “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu” (QS. Al-Baqarah: 143)

Ulama tafsir menjelaskan ayat itu, bahwa Umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat .

Demikian juga surat Huud ayat 112 di atas telah menjelaskan kepada kita tentang sikap yang harus kita ambil, di antaranya:

1. Sikap istiqomah dan komitmen dengan ajaran yang Allah perintahkan kepada kita. Di sini kita tidak boleh menggadaikan ajaran yang telah Allah perintahkan kepada kita untuk tujuan-tujuan duniawi. Katakanlah bahwa yang benar itu adalah benar, dan yang salah itu adalah salah.

2. Tetaplah bersama barisan orang-orang yang gemar membersihkan jiwanya dari dosa, orang yang selalu bertaubat dan komitmen dalam menjalankan ajaran Allah swt. Karena di tengah lapangan dakwah yang semakin luas dan mencakup seluruh manusia dengan berbagai tarikan-tarikan yang menggodanya, tanpa lingkungan pergaulan yang kondusif, maka lama kelamaan iman kita akan terbawa oleh sikap dan tabiat mereka. Kebersamaan dengan lingkungan yang soleh adalah mesti, meskipun harus berbaur dengan semua orang dalam rangka menebarkan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Sebab, selangkah saja kita mulai menjauh dari lingkungan dan kondisi orang-orang sholeh, maka akan terbawa arus lingkungan orang-orang durjana.

3. Tidak bersikap berlebihan (ekstrim). Di sini, meskipunn tetap istiqomah dan teguh memegang prinsip ajaran Islam, kita pun harus bergaul luas dan luwes. Karana Islam itu bersifat rahmatan lil’alamin. Oleh karena itu, jangan menganggap dirinya yang paling benar, sehingga menyepelakan pihak lain. Demikian juga tidak boleh larut dengan kondisi diluar yang batil hanya karena alasan harus berbaur dengan pihak lain.

4. Ayat berikutnmya memberi pesan kepada kita, untuk tidak tunduk dan bergantung kepada umat lain (non muslim) serta orang-orang yang berbuat zalim. Firman Allah swt:  Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan “ (QS. Huud: 113). Sebagian ulama menafsirkan, bahwa cenderung kepada orang yang zalim maksudnya menggauli mereka serta meridhai perbuatannya. Akan tetapi jika bergaul dengan mereka tanpa meridhai perbuatannya dengan maksud agar mereka kembali kepada kebenaran atau memelihara diri, maka dibolehkan.”.  Wallahu a’lam.#

Muhammad Jamhuri