Selasa, 18 Maret 2008

Mencintai dan Dicintai Rasulullah saw

Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang
(QS. Ali Imran: 31)

Tidak terasa kita sudah memasuki bulan Rabiul Awwal atau bulan Maulud. Datangnya bulan ini mengingatkan kita pada kelahiran Rasulullah saw. Banyak kisah diceritakan tentang kelahiran Rasulullah saw dan perjalanan hidupnya, namun terkadang kisah-kisah itu lewat begitu saja tanpa perenungan dan pelajaran. Padahal Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS. Al-Ahzab: 21)
Rasulullah saw adalah sosok pemimpin yang mencintai umatnya. Hingga saat menjelang wafat, beliau masih mengingat umat dengan ucapannya, “ummati, ummati, ummati” (umatku, umatku, umatku). Timbul Pertanyaan; apakah kita bagian umat yang dicintainya? Sehingga akan mendapat syafa’at darinya dengan izin Allah?
Ada beberapa kiat agar kita mencintai dan dicintai Rasulullah saw, antara lain:
Pertama, banyak menyebut dan mengingat namanya. Orang yang mencintai seseorang pasti dia sering mengingat dan menyebut namanya, seperti orang yang mabuk kepayang mencintai orang yang dicintainya, pasti ia akan sering menyebut dan mengingat namanya.
Nah, agar kita mencintai dan dicintai Rasulullah saw, maka kita harus banyak menyebut namanya dengan bacaan sholawat kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda, “Barangsiapa bersholwat kepadaku sekali maka Allah bersholawat padanya sepuluh kali”.
Ketika Allah akan memerintahkan kita untk bersholawat kepada Nabi saw, Allah dan Malaikatnya memberi contoh terlebih dahulu, baru kemudian memerintahkan kita membaca sholawat. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (QS.Al-Ahzab: 56). Ayat ini menunjukkan pentingnya bersholawat kepada Nabi saw.
Kedua, agar kita mencintai dan dicintai Rasulullah saw, maka kita harus mengikuti dan menghidupkan sunnah Rasulullah saw, baik berupa ibadah beliau maupun dalam muamalahnya. Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa menghidupkan sunnahku maka berarti ia telah mencintaiku, dan barangsiapa mencintaiku maka ia akan bersamaku di surga.”
Begitu banyak sunnah Rasulullah saw yang dapat kita ikuti dan hidupkan. Dalam hal ibadah seperti sholat tahajjud, dhuha, puasa senin kamis, ayyamul bidh, bersedekah dan lain sebagainya.
Sunnah dalam hal muamalah di antaranya, jujur dalam berbisnis, berbuat baik pada tetangga, makan tidak berdiri, makan dan minum dengan tangan kanan serta dimulai dengan menyebut bismillah atau do’a dan lain sebagainya.
Ketiga, resep berikutnya agar dicintai dan mencintai Rasulullah saw adalah dengan sering membaca dan mempelajari sejarah atau sirohnya. Pepatah mengatakan, “Tak kenal maka tak sayang”. Bagaimana mungkin kita sebagai umat Islam akan sayang dan mencintai Rasulullah kalau kita tidak mengenal beliau? Bagaimana cara mengenal beliau? tentu dengan membaca sejarahnya. Sebaliknya, kita bahkan lebih mengenal sosok seleberiti atau tokoh politik tertentu dari pada mengenal Nabi kita sendiri, padahal beliau adalah sosok tauladan umat.
Bagaimana mungkin anak-anak kita mencintai Rasulullah saw jika mereka tidak pernah diceritakan tentang sikap heroik Rasulullah saw? Jangankan cinta, kenal saja tidak. Bahkan saat ini anak-anak kita lebih mengenal tokoh-tokoh pahlawan kartunnya dibanding mengenal sikap kepahlawanan Rasulullah saw dan sahabatnya serta keluruhan budi pekerti mereka. Jika kita ingin menjadikan masyarakat ber-Akhlakul Karimah, maka mau tidak mau masyarakat harus mengenal Rasulullah saw, karena beliau adalah sumber Akhlakul Karimah. Firman Allah SWT yang artinya, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (QS. Al-Qolam: 4)
Keempat, agar kita mencintai dan dicintai Rasulullah saw, maka kita harus membela ajaran dan agamanya. Pepatah pribahasa mengatakan. “Cinta membutuh pengorbanan, pengorbanan membutuhkan ketulusan.”
Bagaimana mungkin kita akan mencintai dan dicintai Rasulullah saw, jika kita membiarkan agama ini dinodai oleh orang tertentu? Dihina dan dikotori?. Tanda cinta adalah melakukan pembelaan terhadap yang dicintainya, apalagi jika ia dihina dan disakiti.
Pembelaan terhadap ajaran Rasulullah saw disesuaikan dengan kemampuan kita. Bila kita punya power dan kekuasaan, jadikanlah kekuasaan itu untuk membela dan melestarikan ajaran dan agama Rasulullah saw, baik melalui aturan dan perundang-undangan maupun bentuk lainnya. Jika kita memiliki harta, maka pergunakanlah harta untuk membela dan melestarikan ajaran Nabi saw, demikian juga jika yang dimiliki adalah ilmu, waktu, tenaga dan lain sebagainya.
Firman Allah SWT yang artinya, “Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah: 24)# jmh

Rabu, 12 Maret 2008

Istiqomah Dalam Setiap Kondisi

"Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik"
(QS.Yusuf; 60)

Ayat di atas menceritakan hasil akhir dari cerita perjalanan Nabi Yusuf as. Beliau mendapat pahala atas ketakwaan dan kesabaran. Beliau telah menjaga keistiqomahan dalam setiap kondisi, baik dalam kondisi sulit maupun senang, kondisi miskin maupun kondisi kaya, kondisi terhina dan kondisi terhormat. Beliau tetap bertakwa kepada Allah SWT.
Kisah nabi Yusuf as memang sangat unik, hingga para cerpenis dan penulis cerita kagum dengan kisah Yusuf as yang dipaparkan oleh al-Qur’an. Tiap episodenya asyik untuk disimak. Beberapa keunikan kisah antara lain dimulainya dengan cerita mimpi melihat sebelas bintang dan bulan, dan kisah diakhiri dengan tafsir mimpi itu saat sebelas saudaranya tunduk pada Yusuf as yang telah menjadi pejabat Mesir. Keunikan lainnya adalah tentang baju Yusuf as yang dijadikan alat penyembuh kebutaan ayahnya, tapi justru baju itu pula menjadi bukti akan perbuatan makar yang dilakukan saudara-saudara Nabi Yusuf terhadap beliau.
Keunikan kisah nabi Yusuf juga tercermin dari gelombang kondisi yang dialami nabi Yusuf as. Laksana roda yang berputar, nabi Yusuf as mengalami berbagai kondisi; kadang di atas kadang di bawah.
Itulah keunikan kisah yang diakui para penulis cerita sebagai cerita atau kisah terbaik. Sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya: “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui” (QS.Yusuf: 3)
Pelajaran penting yang bisa kita ambil dari kisah nabi Yusuf adalah bahwa kondisi sulit justru akan mengantarkan seseorang kepada kondisi senang. Sebaliknya, di balik kondisi senang justru mengantarkan kepada kondisi sulit.
Curahan kasih sayang dan cinta ayah Yusuf as kepada Yusuf melebihi cintanya kepada saudara-saudara lainnya adalah sebuah kondisi menyenangkan. Tapi justru di balik kesenangan itu, timbul kecemburuan dari saudara-saudara Yusuf as, sehingga saudara-saduara Yusuf as mengajak ke hutan dan melemparnya ke sebuah sumur.
Kondisi di dalam sumur sendirian selama tiga hari adalah kondisi sulit dan tidak menyenangkan. Tapi, justru kondisi itu mengantarkan Yusuf as kepada kondisi menyenangkan. Melalui orang yang mengambilnya, Yusuf dijual di mesir dan dibeli raja Mesir, sehingga beliau tinggal di istana yang lebih lengkap fasilitas hidupnya.
Hidup di dalam istana adalah kondisi menyenangkan. Namun justru kondisi itu pula yang mengantarkan Yusuf as dipenjarakan oleh raja akibat fitnah sang ratu terhadap Yusuf as.
Kemudian, kondisi di dalam penjara adalah kondisi sulit dan tidak menyenangkan, tapi justru keberadaannya di penjara mengantarkan beliau menjadi pejabat Negara. Melalui informasi teman sepenjaranya yang sudah bebas bahwa Yusuf as adalah orang baik dan dapat menafsirkan mimpi, raja membutuhkan nasehat tafsiran mimpinya sehingga musim paceklik selama tujuh tahun dapat diatasi atas masukan strategi ekonomi yang disampaikan nabi Yusuf as.
Apa yang dapat kita ambil pelajaran dari kisah nabi Yusuf as di atas? Kita kadang cepat berprasangka buruk kepada Allah SWT saat kita mendapat kondisi yang sulit, padahal bisa jadi kondisi itulah yang akan mengantarkan kita kepada kondisi yang lebih menyenangkan dari sebelumnya. Sebaliknya, kita kadang lupa diri saat mendapat karunia dan kondisi yang menyenangkan, padahal bisa jadi kondisi itulah yang akan mengantarkan kita kepada kondisi tersulit dari sebelumnya. Sebaimana yang diingat Allah dalam ayat yang artinya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 216)
Karena itu dalam kondisi apapun, kita tidak boleh melupakan Allah SWT. Kita harus tetap istiqomah dalam kondisi apapun; baik kondisi sulit maupun kondisi senang.
Nabi Yusuf as telah memberi contoh kepada kita. Sekalipun beliau dalam puncak kesenangan tapi tetap tidak melupakan Allah SWT. Saat beliau diajak berbuat mesum oleh sang ratu nan cantik, beliau menolaknya karena takut Allah. Bahkan beliau memilih di penjara dari pada hidup dalam lingkungan yang akan mengantarkan pada kemaksiatan. Demikian juga saat beliau berada di puncak kepemimpinan di Mesir, beliau tidak menaruh dendam kepada saudara-saudaranya yang jatuh miskin karena paceklik dan meminta-minta makanan kepada Yusuf as yang saat itu menjabat jabatan tertinggi di kerajaan. Padahal mereka dahulunya pernah mencampakkan Yusuf as ke dalam sumur. Bahkan Yusuf as memboyong mereka dan keluarganya untuk tinggal bersama di istananya menikmati kenikmatan yang diberikan Allah SWT.
Dalam kondisi sulit pun beliau tetap sabar dan terus berbuat baik kepada orang. Saat menjadi budak raja, beliau patuh dan menurut sesuai dengan ketentuan hukum perbudakan yang siap diperintah Tuannya sekalipun beliau anak seorang Nabi.
Untuk itulah Allah SWT telah menjanjikan baginya pahala karena telah lulus dalam berbagai ujian, baik ujian sulit maupun ujian senang. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: "Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik" (QS.Yusuf; 60). #
M.Jamhuri