Jumat, 28 September 2012

10 Cara Menyiapkan Anak Shaleh Sejak Dini


Islam sangat konsent dalam mempersiapkan generasi yang paripurna dan soleh yang diidam-idamkan oleh setiap orang tua. Perhatian itu bukan hanya pada saat anak sudah menginjak dewasa, bahkan sejak dini Islam telah memperhatikan bagaimana mempersiapkan anak menjadi shaleh.

Beberapa perintah dan arahan Islam tentang penyiapan anak shaleh antara lain:

Pertama, perintah mencari jodoh atau pasangan yang shaleh dan kuat agamanya. Sebab, orang tua shaleh akan melahirkan anak yang shaleh jika mereka terus perhatian dalam mendidik anaknya. Rasulullah saw bersabda, “Pilih-pilihlah buat menitipkan nuthfah (benih) kalian, nikahilah orang-orang yang sekufu (sepadan) dan nikahkanlah sesama mereka” (HR: Baihaqi dan Ibnu Majah). Hadist ini menjelaskan kepada kita untuk memilih jodoh secara selektif sebagai tempat benih (nutfah) kita, jika benih unggul dan tanah tempat benih pun unggul, maka akan tumbuh tumbuhan yang bagus dan unggul pula.

Kedua, membaca doa saat bergaul antara suami dan isteri. Karena pernikahan bukan sekedar melampiaskan syahwat saja, akan tetapi mempunyai tujuan yang sangat luhur, yang diantaranya adalah melanjutkan kehidupan dengan keturunan yang baik (shaleh). Proses adanya keturunan adaah dimulai dari hubungan suami isteri, dan Islam telah mengajarkan agar saat proses pertama itu didahului dengan doa dan permohonan kepada Allah swt agar anak yang dikaruniakan jauh dari intervensi syetan. Doa  yang diajarkan oleh Rasulullah saw saat bergaul suami-isteri adalah “Ya Allah, jauhilah kami dari Syaitan, dan jauhilah syaitan dari anak yang Engkau karuniakan kepada kami”

Ketiga, Dzikir untuk keselamatan bayi. Dzikir memiiki pengaruh kepada janin dalam kandungan. Bahkan menurut penemuan modern, alunan musik  yang diperdengarkan kepada janin dapat menambah kecerdasan calon bayi. Jika musik saja dapat mencerdaskan calon bayi, bagamaina jika alunan suara al-Quran yang dibaca sang ibu? Tentu akan lebih dahsyat lagi pengaruhnya kepada calon bayi dalam kandungan. Ibnu taimiyah menyebut bahwa saat Fatimah putri Rasulullah saw telah dekat masa kelahirannya, Rasulullah saw memerintahkan kepada Ummu Salamah dan Zainmab agar keduanya menemui Fatimah untuk membacakan didekatnya ayat kursi, surat al-An’am ayat 54, dan surat Yunus ayat 3).

Keempat:  Beradzan di telinga kanan bayi saat kelahirannya. Ha ini dimaksudkan agar kalimat pertama yang didengar manusia di dunia ini adalah kaimat thoyyibah dan kalimat tauhid (mengesakan Allah swt). Dalam  sebuah hadits, Abu Rafi’ berkata: Aku melihat Rasulullah saw menyerukan adzan di telinga Hasan bin Ali saat dilahirkan oleh Fatimah (HR: tirmidzi). Selain itu Rasulullah saw pun menegaskan bahwa bayi yang diadzankan saat dilahirkan akan terlindung dari jin bernama Ummu Shibyan yang bertugas menggoda anak-anak kecil.

Kelima, Memberi kabar gembira kepada kerabat saat anak dilahirkan sehingga mereka ikut mendoakan bayi. Hal ini sangat penting, karena boleh jadi dari sekian banyak orang yang diberitahu kabar tentang kelahirann anak kita lalu mereka mendoakan kita dan bayi kita, kemudian Allah mengabulkan doa mereka uintuk kita. Apalagi dengan alat komunikasi yang beraneka ragam sekarang ini, kita lebih mudah memberitahu kepada kerabat dan teman-teman kita.

Hasan Bashori menceritakan bahwa ada seseorang datang kepadanya, dan di hadapannya ada seorang yang baru mendapatkan berita kelahiran anaknya. Lalu orang yang baru datang itu berkata, “Selamat ! Semoga dia menjadi penunggang kuda yang hebat!.” Hasan lalu berkata, “Apakah kamu tahu bahwa dia akan menjadi penunggang kuda?”. Lelaki itu bertanya, Lalu apa yang harus kami ucapkan?”.  Hasan menjawab, katakanlah “Semoga Allah meberkatimu dengan kelahiran anakmu, semoga engkau bersyukur kepada Tuhan yang menganugerahkannya, semoga engkau mendapat anak yang sholeh, semoga anakmu tumbuh menjadi dewasa. (tuhfah Maudud, karya Ibnu Qoyyim )

Keenam, mentahnik bayi dan mendoakannya. Tahnik adalah mengunyah-ngunyah kurma lalu  dimasukkan ke bagian atas mulut bayi. Hal ini merupakan sunnah Nabi saw.  Diriwayatkan dari Aisyah ra bahwa  Rasulullah saw sering menerima bayi yang didatangkan kepada beliau, lalu beliau mendoakan keberkatan untuknya dan juga mentahniknya (HR; Muslim)

Asma binti Abu Bakar ra menceritakan bahwa Rasulullah saw mentahnik bayinya dengan buah kurma kemudian mendokan bagi keberkatan bayinya.

Salah satu manfaat tahnik –menurut ulama– adalah; menjadikan otot-otot mulut bayi kuat sehingga saat menyusu akan mudah mendapat asupan cukup. Selain itu, dengan memasukkan sesuatu yang manis seperti kurma, diharapkan saat besar nanti, anak akan berkata manis. Kemudian manfaat lain adalah mendapat doa saat tahnik, oleh karena itu para ulama menganjurkan dalam bertahnik dianjurkan dilakukan oleh seorang yang alim dan sholeh serta wara’, sehingga keberkahan akan turun kepada sang bayi.

Ketujuh, Melaksanakan aqiqah, yakni menyembelih kambing pada hari ketujuh sebagai rasa syukur kepada Allah swt sekaligus pertanda bahwa kehadiran bayi memberi manfaat kepada lingkungan sekitar. Dari samurah bin Jundub ra, Rasulullah sw bersabda: Setiap bayi digadaikan oleh aqiqahnya yang disembelih untuknya pada hari ketujuhnya, lalu dicukur dan diberi nama.”. Filosofi dari aqiqah ini adalah berharap bahwa kehadirannya di muka bumi memberi manfaat kepada orang lain, bukan memberi kemudaratan. Sehingga diharapkan menjadi manusia yang selalu diharapkan orang, bukan yang dibenci orang.

Jika kita tidak sanggup menyembelih kambing pada hari ketujuh kelahiran bayi, maka boleh ditunda pada hari ke 14 atau hari kelipatan 7nya hingga kita mampu, bahkan diperbolehkan kapan saja waktunya sesuai dengan waktu kemampuan kita.

Kedelapan. Memberi nama yang baik bagi sang bayi. Rasulullah saw bersabda, “Nama yang paling disukai oleh Allah adalah Abdullah’ dan Abdurrahman”, dan nama yang paling baik adalah Harist dan Hammam, sedang nama yang paling buruk adalah Harb (perang) dan Murroh (pahit)”

Memilih nama yang baik dan sesuai dengan arti yang baik akan mempengaruhi karakter anak kita. Sebaliknya nama yang burukpun akan berpenagruh pada karakter anak kita kelak. Dan di akhirat kelak, setiap kita akan dipanggil sesuai dengan namanya masing-masing.

Kesembilan, mencukur rambut dan membersihkan kotorannya. Rasulullah saw pernah berpesan kepada puterinya bernama Fatimah, “Wahai Fatimah, cukurlah rambutnya (Hasan) dan bersedakahlah dengan perak seberat rambutnya” (HR: Tirmidzi)

Manfaat mencukur rambut ini adalah membersihkan kepalanya dari kotoran. Sebab saat diahirkan, rambutnya masih bercampur dengan kotoran dan cairan yang terdapat dalam rahim. Selain itu, dengan bersedakah seharga perak seberat rambut yang dicukur juga memberikan manfaat kepada kaum miskin.

Kesepuluh, mengkhitan anak. Sunnah ini sudah ada sejak dahulu kala dan ditetapkan menjadi ajaran nabi Ibrahim as hingga kita sekarang. Rasulullah saw bersabda,  “Khitan adalah hal yang dianjurkan bagi laki-laki dan kehormatan bagi wanita”. (HR: Ahmad)

Selain itu khitan juga menunjukkan fitroh (kesucian). Rasulullah saw bersabda, “Fitrah (kesucian) itu ada lima perkara, yaitu berkhitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuu, dan mencabut bulu ketiak” (HR: Bukhori )

Salah satu manfaat khitan adalah menjaga kesehatan, karena seorang lelaki yang tidak dikhitan, maka saat buang air kecil dan ber-istinja, maka kotoran dan najis masih ada yang melekat sehingga hal itu dapat mempengaruhi sah-tidaknya shalat. Di samping itu kotoran yang masih melekat akan menyebabkan penyakit kelamin pada yang bersangkutan. Dan lebih berbahaya lagi, jika lelaki melakukan hiubungan dengan seorang wanita maka akan menimbulkan kanker rahim pada si wanita tersebut.

Tentu saja, kesepuluh langah di atas tidak serta merta menyulap anak kita menjadi shaleh secara instan. Anak perlu mendapat bimbingan terus menerus sesuai dengan usia dan kejiwaannya. Hanya saja, langkah-langkah dini akan menambah proses terbentuknya anak shaleh saat mereka memasuki usia yang lebih lagi. Tentu saja dengan perhatian dan pendidikan yang baik secara terus menerus. Ibarat sebuah benih tanaman, kita tidak cukup hanya menanam tanpa dirawat dengan baik, baik berupa memberi pupuk, menyiramnya secara berkala, dan memagarinya agar tidak terinjak oleh hewan-hewan.

Semoga Allah swt menganugerahkan pada kita anak yang shaleh. Amin. )I(

Jamhuri

 

Selasa, 18 September 2012

Beberapa Kekotoran Dalam Ibadah Haji


Orang yang akan berangkat melaksanakan ibadah haji mesti berharap agar hajinya menjadi haji yang mabrur. Rasulullah saw bersabda, “Haji mabrur tiada balasan yang pantas baginya melainkan surga”.

Oleh sebab itulah, sebelum berangkat, calon jamaah haji diimbau dan diperintahkan oleh Allah swt untuk menyiapkan bekal. “Dan berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa” (QS. Al-Baqarah: 197).

Ayat ini menunjukkan bahwa sebaiki-baik bekal adalah takwa. Takwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. Akan tetapi masih banyak orang yang akan berangkat ibadah haji melakukan kedurhakaan kepada Allah swt, melakiukan kekotoran yang dapat mengotori ibadah hajinya.

Kekotoran dalam melaksanakan ibadah haji terjadi pada tiga kondisi, yakni sebelum, sedang dan setelah melaksanakn ibadah haji.

Kekotoran yang dilakukan sebelum berangkat haji adalah:

Pertama, menggunakan biaya yang haram untuk melaksanakan ibadah haji. Baik berupa hasil korupsi, mencuri  atau menipu. Berangkat haji dengan hasil korupsi kiini menjadi fenomena umum. Mereka menyangka bahwa dengan ibadah haji yang mereka lakukan dan memohon maaf di padang Arafah, maka uang hasil korupsi yang didapatnya sudah dianggap halal dan sudah dimaafkan Allah swt. Padahal uang  hasil korupsi adalah terkait dengan hak manusia dan hak rakyat, yang harus dimintai pertanggungjawaban di hdapan Allah swt.

Penggunaan biaya haji dari harta yang  batil tidak akan menjadikan hajinya diterima oleh Allah swt, terlebih lagi mabrur. Sebab, Allah itu thoyib (baik) dan tidak akan menerima kecuali yang baik pula. Orang yang beribadah haji dengan harta haram ibarat membersihkan rumah dengan sapu yang yang terkena comberan. Bukanlah tempat itu menjadi bersih, malah menjadi lebih kotor..

Kedua, berangkat haji dengan cara sogokan/suap (risywah). Rasulullah saw bersabda, “Orang yang menyogok/menyuap dan orang yang disogok akan masuk neraka.” Di tengah antrian kuota yang begitu lama, tidak jarang calon jamaah haji menyuap pejabat kementerian agama atau petugas haji, agar jatah kuotanya dipercepat, tidak menunggu beberapa tahun lagi, sehingga mereka rela membayar jutaan rupiah agar dapat berangkat haji sebelum waktunya dengan melobi para pejabat tersebut. Tentu saja, perilaku ini bertentangan dengan tujuan ibadah haji tersebut. Bahkan hadits di atas telah menegaskan bahwa orang yang menyuap dan disuap akan masuk neraka.

Ketiga, menabung dan membayar ONH (Ongkos Naiik Haji) atau BPH (Biaya Perjalanan Haji) di Bank Konvensional yang menerapkan sistem riba. Sebab uang yang ditabung/disimpan di bank tersebut, maka mereka sebenarnya ikut bertransaksi dengan cara riba, atau paling tidak, ikut membantu menguatkan sistem riba. Allah swt berfirman, “Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran “ (QS. Al-Maidah: 2). Juga firman Allah swt: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya “ (QS. Al-Baqarah: 275).

Dahulu kala, sebelum berdirinya bank-bamk syariah, mungkin masih dapat disebut keadaan darurat sehingga calon jamaah haji tidak ada pilihan untuk menyetor atau menabung biaya haji. Namun kini, sifat darurat itu telah tiada dengan menjamurnya bank-bank syariah di negeri ini. Ibarat hukum tayammum menjadi batal jika air sudah ditemukan.

Haji adalah ibadah yang suci, maka proses pembayarannya hendaklah dimulai dengan yang suci dari segala dosa agar haji kita menjadi haji mabrur.

Keempat, memanipulasi nama calon jamaah haji. Sebagai contoh, seorang calon jamaah haji bernama A mendapat porsi kuota tahun ini berangkat haji, namun karena wafat atau tidak dapat membayar lunas pada waktunya, maka ada orang lain bernama B ingin menggantikan calon haji A agar bisa berangkat tahun ini juga. Sedangkan secara peraturan, si B harus mengikuti antrian koata. Maka lalu si B merubah semua identitasnya persis seperti nama si A, mulai dari KTP, Paspor, Buku kesehatan, visa dan lain sebagainya. Dalam upaya membuat identitas baru itu, selain memanipulasi nama dan data, dia juga tidak jarang harus membayar suap kepada beberapa pihak, seperti kelurahan, kecamatan, rumah sakit, imigrasi dan kementerian agama.

Perbuatan ini meskipun terlihat sepele, tapi ternyata lebih berbahaya dari bagian pertama  bahasan kita. Karena disana banyak pihak yang dibohongi dan banyak pihak yang ikut dibawa ke neraka karena perbuatan suap-nya.

Sekali lagi, ibadah haji adalah ibadah sakral dan suci, dan dia adalah ibadah hanya wajib sekali dalam seumur hidup. Oleh sebab itu, janganlah kotori ibadah haji kita dengan amal perbuatan yang akan menghilangkan kemabruran haji kita. Sungguh, orang yang menghalalkan berbagai cara dalam melaksanakan ibadah haji adalah termasuk orang yang tidak berakal, karena dia tidak membekali hajinya dengan takwa. Allah berfirman: “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal” (QS.Al-Baqarah: 197).**Muhammad Jamhuri

 

Selasa, 11 September 2012

Haji, Al-Qur’an dan Al-Azhar


Kalangan orientalis dari negara Barat  ada yang berkata, “Selama ibadah haji, al-Qur’an dan Universitas Al-Azhar masih ada, maka kita sulit menghancurkan persatuan umat Islam.”

Pendapat ini, tentu saja keluar dari hasil penelitian yang dalam tentang sebab-sebab umat Islam masih bisa bersatu. Meskipun di berbagai negeri Islam sudah mulai terjadi banyak perpecahan dan pertikaian, namun mereka sulit mencerai-beraikan persatuan umat Islam hingga ke akarnya, karena masih ada tiga unsur itu. Mengapa yang mereka sebut adalah haji, al-Qur’an dan Al-Azhar sebagai pemersatu umat Islam?

Sebab, dalam ibadah haji terjadi pertemuan akbar sesama umat Islam dari seluruh dunia. Di sana mereka mengeri bahwa saudaranya sesama umat Islam bukan hanya berasal dari Tanah Airnya saja. Akan tetapi datang dari berbagai negara. Di sana pula terjadi interaksi positif, mulai dari saling kenal (ta’aruf), memahami budaya dan konidisi umat di negara masing-masing (tafahum), hingga kepada komitmen akan saling membantu dan menolong (ta’awun).

Dalam ibadah haji, persamaan antar umat Islam lebih besar dan banyak dari sekedar perbedaannya. Persamaan antar umat Islam lebih prinsip dan mendasar, sedangkan perbedaan budaya lebih bersifat cabang (furu’iyah). Di sana mereka sama-sama bersimpuh menghadap ke arah Ka’bah yang satu, menyembah Allah yang satu, berkumpul di padang Arafah yang satu, bermabit di Muzdalifah yang satu, dan mengharap ridho Allah yang satu. Kesemuanya ini adalah potensi besar bagi persatuan umat Islam dunia.

Dalam ibadah haji pula, selama mereka tinggal di Makkah dan Madinah, telah etrjadi interaksi positif di antara mereka. Mereka mendapat informasi tentang kondisi saudaranya sesama muslin dari negara lain, sehingga akan melahirkan sikap solidaritas di antara umat Islam. Oleh karena itu, ibadah haji juga sering disebut sebagai Muktamar Umat Islam Sedunia. Itulah sebabnya kaum orintalis dari kalangan Yahudi dan Nasrani selalu berupaya untuk memberi kesan negatif terhadap pelaksanaan ibadah haji, melalui berita-berita miring tentang  banyaknya musibah dan angka kematian yang diakibatkan ibadah haji, dengan tujuan agar umat Islam tidak mempunyai minat melaksanakan ibadah haji. Akan tetapi Allah swt membalikkan makar mereka. Karena, justru semakin tahun, animo masyarakat muslim dunia untuk melaksanakan ibadah haji semakin tinggi, bahkan mereka harus menunggu antrian koata.

Faktor pemersatu kedua adalah kitab al-Qur’an. Sebab, al-Quran di seluruh dunia ditulis dengan satu bahasa, yaitu bahasa Arab. Sehingga hal ini membangkitkan umat Islam untuk belajar bahasa Arab. Hal ini, tentu saja, akan mendorong umat Islam untuk belajar agama dengan bahsa aslinya. Dengan begitu, maka ajaran Islam masih tetap dapat dipertahankan keasliannya, meskipun upaya Barat untuk memalingkan umat Islam dari teks dan makna aslinya telah dilakukan. Upaya itu terlihat teresebarnya al-Quran palsu, nabi  palsu dan penafsiran gaya kaum liberalisme. Namun hal itu belum dapat mendobrak benteng keilmuan ulama yang sudah baku sesuai yang dipahami para sahabat dan ulama-ulama yang shalih dan lurus.

Al-Quran juga banyak berisi ajaran fundamental; seperti persatuan, keadilan, kemanusiaan, moralitas serta menolak segala kepalsuan dan kezaliman. Bahkan Al-Quran telah banyak membuka dengan telanjang sikap-sikap orang Yahudi  dan Nasrani yang memalsukan kitabnya, yang tergelincir dalam konsep ketuhanannya, serta  membongkar prilaku buruk mereka terhadap  para Nabi dan Rasul.

Oleh sebab itu, Bangsa Israel pernah mengajukan syarat terciptanya perdamaian timur tengah dengan penghapusan kisah Bani Israil yang terdapat dalam al-Quran. Tentu saja , syarat ini ditolak oleh delegasi Muslim  dan ulama terkemuka Syaikh Mutawalli Sya’rawi. Karena teks al-Quran bersifat qothiyyatus Tsubut (ketetapannya sudah pasti) dan Qothiyyatul Dilalah (makna yang diakndungnya sudah pasti) yang tidak bisa diubah

Allah swt telah menjamin  terpeliharanya al-Qur’an melalui firmanNya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya “ (QS. Al-Hijr: 9)

Unsur ketiga yang dikhawatirkan bangsa Barat terhadap persatuan umat Islam adalah Universitas Al-Azhar Cairo. Universitas ini dalam sejarah telah membuktikan melahirkan ulama-ulama dunia. Banyak pelajar dan mahasiswa dari berbagai negara menimba ilmu di universitas ini. Kemudian ilmu mereka diamalkan di negara masing-masing. Meskipun para alumni Al-Azhar sementara berjuang secara individual di daerah dan di negara masing-masing, namun potensi bersatunya mereka secara internasional dalam sebuah langkah perjuangan sudah membuat kekhawatiran Barat. Karena banyak aktifis Islam lahir dari kampus yang telah di bangun sejak masa dinasti Fatimiyah ini.

Keberhasilan itu nampak pada dukungan ulama dan mahasiswa Al-Azhar kepada pencalonan Muhammad Mursi sebagai calon presiden pasca tumbangnya rezim  Husni Mubarok. Muhammad Nursi merupakan calon presiden yang dapat mewakili kaum Islamis dan simbol perlawanan menghadapi kroni diktator Husni Mubarok.

Gelombang kesadaran dan ghiroh perjuangan agama Islam melalui para alumni Al-Azhar yang tersebar di berbagai negara inilah yang dikhawatirkan oleh Barat. Oleh sebab itu, negara-negara Barat melalui isu terorisme yang dikembangkannya, melakukan intervensi kepada negara Mesir dan negara-negara Islam untuk merubah kurikulum pelajaran agama Islam. Tidak terkecuali imbasnya turun ke negeri kita, melalui pesantren dan madrasah. Bahkan kini, salah satu badan negara yakni BPTN (Badan Penanggulangan Terorisme Nasional) mengusulkan perlunya  sertifikasi ulama yang banyak ditentang oleh mayoritas rakyat Indonesia. Wallahu a’lam.

 

Senin, 10 September 2012

Godaan Syaitan Dalam Shalat


“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu “. (QS. L-Baqarah: 168)

Allah swt melalui firman-Nya di atas telah menegaskan, bahwa Syaitan adalah musuh kita yang nyata. Karena itu, janganlah kita mengikuti langkah-langkahnya serta godaannya.

Iblis dan syaitan tidak pernah memiliki cita-ciata, obsesi atau harapan melainkan berusaha memperbanyak temannya dari kalangan manusia di neraka. Tidak ada satupun syaitan yang bercita-cita ingin jadi pilot atau dokter umpamanya. Yang ada dalam benaknya adalah bagaimana mereka dapat menggelincirkan manusia dari jalan Allah.

Godaan dan rayuan syaitan agar manusia jauh dari Allah swt dilakukannya setiap jam, menit, bahkan detik. Baik saat kita di rumah, sekolah, tempat kerja, pasar, bahkan saat kita berada dalam mesjid sekalipun. Bahkan godaan itu akan datang saat kita akan melaksanakan shalat.

Godaan syaitan dalam shalat terbagi kepada tiga bagian; Sebelum shalat, saat shalat dan setelah shalat.

Godaan Sebelum Shalat

Godaan sebelum shalat beragam bentuknya, di antaranya:

Pertama, saat adzan. Di saat ini syaitan membisikkan kepada kita untuk terus beraktifitas dan bekerja serta tidak segera meninggalkan kesibukan kita. Sehingga kita tidak sempat menjawab adzan yang disunnahkan oleh Rasulullah saw. Seakan syaitan membisiikkan kita, “Sudahlah.. .lanjutkan saja  pekerjaanmu, kan tanggung jika tidak segera dituntaskan?... Yang penting kan kamu tetap bisa melaksanakan shalat..?”

Bisikan itu bukan hanya sampai di situ, saat iqomah datang pun syetan terus membisikan kita dengan halusnya, sehingga kita pun tidak melaksankan sunnah menjawab iqomah. Padahal, iqomah itu ada lah isyarat agar kita segera berbaris (bershaff) karena shalat akan segera dilaksanakan.

Kedua, saat shalat sunnah qobliyah dilaksanakan. Pada saat ini syetan berbisik, “Ah..tidak penting shalat sunnah itu...toh jika tidak dikerjakan juga hukumnya tidak apa-apa, tidak berdosa...” Akhirnya kita tidak segera berangkan ke mesjid dan tidak melaksanakan shalat sunnah. Padahal sholat sunnah qobliyah sangat dianjurkan oleh Rasulullah saw. Apalagi shalat sunnah qobliyah subuh yang derajatnya lebih baik dari dunia dan isinya.

Ketiga, saat iqomah. Pada saat ini syaitan menggoda kita dengan godaan yang sama, yakni agar kita tetap melakukan pekerjaan kita, baik berupa tugas maupun hanya sekedar istirahat. Pada saat ini juga syaitan sekan berbisik. “Ah...baru juga iqomah, toh masih ada waktu bergabung berjamaah...” atau berbisik, “Ah...baru juga imam takbir, kamu belum sangat tertinggal untuk shalat berjamaah kok. “

Jika kita mengikuti bisikan syaitan di atas maka kita sudah meninggalkan beberapa keutamaan amal sebelum shalat, yakni mendengarkan adzan dan menjawabnya, melaksanakan shalat sunnah qobliyah, berdoa antara adzan dan iqomah yang merupakan waktu yang diijabah, serta mendengar iqomah dan menjawabnya.

Godaan Saat Melaksanakan Shalat

Saat melaksanakan shalat, bukan berarti syaitan tinggal diam. Memang ada hadist Nabi saw yang menyatakan bahwa syaitan  terlari-lari saat adzan dikumandangkan, akan tetapi setelah adzan mereka kembali lagi untuk menggoda manusia yang sedang melaksanakan shalat.

Beberapa godaan syaitan saat kita melaksanakan shalat adalah:

Pertama, Syaitan menyibukkan pikiran kita dengan hal-hal di luar shalat., sehingga shalat kita menjadi tidak khusyuk. Akhirnya, terkadang kita lupa akan bacaan shalat kita, lupa gerakan shalat kita, bahkan lupa akan jumlah rakaat yang kita laksanakan. Jika dalam shalat kita sering berkata dalam diri kita, “Eh tadi aku sudah berapa rakaat ya? Tinggal sisa berapa rakaat lagi ya? Sekarang aku harus duduk tahiyat akhir  atau berdiri lagi” . Maka hal itu menunjukkan godaan syetan sudah masuk dalam shalat kita.

Kedua, tungak-tengok kepala. Padahal selama shalat, pandangan kita hanya dianjurkan terarah kepada tempat sujud kita. Namun terkdang syaitan menggoda kita dengan kilasan-kilasan pandangan, sehingga membuat kepala menengok ke kiri atau ke kanan. Hal ini tentu saja akan mengurangi kekhusu’an shalat kita. Rasulullah saw bersabda, “Jauhilah olehmu tungak-tengok  (saat shalat), karena tungak-tengok itu adalah berasal dari syaitan.”

Ketiga, shalat secara terburu-buru atau cepat-cepat. Hal ini dihembuskan oleh syaitan agar kita tidak khusuk dan berlama-lama menghadap Allah swt. Syaitan ingin agar kita jauh dari Allah swt dan tidak lama-lama menghadap Allah swt. Rasulullah saw bersabda, “Terburu-buru (cepat-cepat) itu datangnya dari syaitan”. Cara syetan membisikkan kita adalah seakan dia berkata, “Ah, sudahlah, yang penting kamu shalat..toh sudah gugur kewajibanmu, baca saja surat-surat pendek, baca saja dengan cepat, baca saja yang wajib-wajibnya, tidak usah yang sunnahnya, yang penting kan sah..?”

Akibat shalat yang cepat-cepat itu, kita lupa dengan shalat kita, dan kurang menghayati shalat kita. Inilah yang diingatkan Allah swt dalam firman-Nya, “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat  (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya “ (QS. Al-Ma’un: 4-5)

Godaan Setalah Shalat

Godaan syaitan setelah shalat datang berupa bsisikan agar kita tidak berdzikir setalah shalat, baik karena alasan sibuk atau lainnya. Padahal Rasulullah saw menganjurkan kepada kita untuk membaca wirid setelah shalat, seperti istighfar, laa ilaaha illallah wahdahu laa syarikalah, Allahumma AntasSalam, tasbih, tahmid, takbir masing-masing 33 kali , al-ikhlas, al-falaq, an-Nas, awal al-Baqarah, ayat kursi, akhir al-baqarah dan lain-lain.

Semoga Allah swt melindungi kita dari godaan syaitan yang terkutuk. Amin. Wallahu a’lam bis showab

Jamhuri

 

Jumat, 07 September 2012

Catatan Pasca Ramadhan

     Ramadhan nan agung telah meninggalkan kita dengan segala kenangannya. Banyak kesan hidup selama bersama dengan Ramadhan. Ada suka, ada pula duka kita lewati selama Ramadhan. Rasa suka, karena target ibadah telah kita capai. Namun rasa duka pun kita rasakan saat kesempatan mulia itu kini telah meninggalkan kita. Kita belum tahu apakah akan bertemu kembali dengan Ramadhan.

.Apapun yang kita rasakan selama Ramadhan dan datangnya Idul Fitri, yang pasti, ada beberapa catatan pasca Ramadhan yang harus kita perhatikan:

Pertama, mengapa Allah swt menggunakan kata “la’allakum tattaqun” pada ayat shiyam dengan menggunakan bentuk kata kerja fi’il mudhore” (present continuis tense)? Karena menurut ilmu Nahwu (gramatikal bahasa Arab), fi’il mudhore” mengandung makna lil hadhir wal mustaqbal (untuk masa kini dan masa depan), atau dalam ungkapan ilmu Balaghoh (sastra Arab) berfungsi lil istimror wat tajaddud (kontnyuitas dan selalu baru). Hal ini berarti saat Allah swt berfirman “la’allakum tattaqun” ,maka puasa itu memberi pengaruh agar ketaqwaan kita bukan hanya pada masa Ramadhan saja, akan tetapi tetap berlangsung hingga masa depan kita.

Oleh sebab itu, jika puasa Ramadhan kita dapat menjaga keistiqomahan taqwa kita dalam kehidupan sehari-hari di hari-hari yang akan datang, maka puasa kita benar dan sesuai yang dikehendaki oleh Allah swt. Akan tetapi jika puasa kita tidak ada pengaruhnya dalam menjaga stabilitas ketakwaan kita, maka puasa Ramdahan yang telah kita lakukan tidak benar karena tidak sesuai dengan hikmah yang Allah jelaskan pada ayat shiyam di atas.

Indikator puasa kita dapat menjaga stabilitas takwa bahkan dapat meningkatkan takwa kita, dapat kita lihat dari amalan kita saat sebelum Ramadhan dan pasca Ramadhan. Sebaga contoh, jika pada saat sebelum Ramadhan kita hanya shalat fardhu berjamaah  sepuluh waktu shalat dalam sepekan, maka pasca Ramadhan shalat fardhu secara berjamaah kita meningkat. Jika sebelum Ramadhan kita melaksanakan shalat dhuha hanya sekali sepekan, maka pasca Ramadhan shalat dhuha kita meningkat dari sebelumnya. Demikian pula halnya dengan tilawah, bersedekah, sqiyamullai dan amal kebaikan lainnya terjadi peningkatan pasca Ramadahan dibanding sebelum Ramadhan.

Catatan kedua, selama Ramadhan, ternyata kita mampu melakukan revolusi kebiasaan hidup kita sesuai syariah dan dapat menghidupkan amalan-amalan sunnah. Kebiasaan baik selama Ramadhan antara lain: rajin shalat fardhu berjamaaah, rajin menunggu waktu shalat, rajin bertilawah, rajin melaksankan qiyamullai, bahkan kita dapat kebiasaan bangun tidur dan aktifitas positif lainnya.

Revolusi dalam kebiasann hidup sehari-hari ini ternyata  berdampak positif bagi kehidupan pribadi dan masyarakat kita. Antara lain; kita merasa dekat dengan sang Khaliq, kita semakin merasa dekat dan akrab dengan keluarga, kita lebih merasa kebersamaan dengan tetangga dan masyarakat terutama saat shalat taraweh, bahkan secara ekonomi makro kebiasan berbagi melalui sedekah, zakat, pembagian hadiah dan THR dan memberi dampak pada geliat ekonomi dan kegairahan berekonomi. Kondisi ini mendorong para produsen meningkatkan produksinya dan mendapat keuntungan yang besar selama Ramdhan, padahal mayoritas produsen adalah dari kalangan non Muslim.

Hal ini menunjukkan bahwa saat masyarakat hidup sesuai dengan syariat dan banyak mengamalkan ajaran Islam, maka semakin memberikan rahmat bagi semua orang termasuk kalangan non Muslim. Fenomena ini  membuktikan kebenran firman Allah swt : “Tidaklah Kami utus engkau (Muhammad) melainkan menjadi rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al-Anbiya: 107)

Selain itu, fenomena di atas juga memberikan rasa optimis kepada kita, bahwa syariat Islam mudah dan sanggup dilaksanakan oleh seluruh kaum muslimin dan dapat diterima oleh kalangan non muslim. Keraguan akan dapat-tidaknya syariat Islam itu ditegakkan, hanyalah timbul dari iman yang masih lemah, serta lahir dari kalangan orang yang masih picik tentang ketangguhan ajaran Islam.

Catatan Ketiga, fenomena mudik adalah fenomena pemenuhan hajat fitrah. Fitrah dapat diartikan sebagai watak bawaan atau naluri yang telah Allah letakkan kepada manusia. “(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui “ (QS. Ar-Rum: 30)

Sedangkan mudik adalah berangkat ke kampung halaman tempat dimana orangtua kita melahirkan kita, atau tempat leluhur kakek kita berasal.

Biasanya orang yang pergi mudik merasakan kepuasan setelah bertemu orang tua atau berziarah kepadanya. Kepuasan itu tidak bisa dihargai apapun. Bahkan meskipun berita kecelakaan selama mudik selalu ada, tetapi tidak mengurangi keinginan orang untuk pergi mudik

Fenomena mudik ini mirip dengan fenomena pergi haji. Orang yang datang ke Tanah Suci ingin bertemu rumah Allah (baitullah) dan merasa kepuasaan batin yang tinggi saat berada disana. Meskipun kita sering mendengar banyak jamaah haji yang wafat di sana. Akan tetapi hal itu tidak mengurangi minat jamaah haji yang ingin berangkat ke Tanah Suci.

Allah swt adalah yang menciptakan kita, sedangkan orang Tua adalah yang melahirkan kita di dunia. Oleh sebab itu Allah swt menggandengkan kewajiban berbuat baik pada kedua orang setelah perintah beribadah kepada Allah swt: FirmanNya:”Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya “ (QS. Al-Isra: 23)

Jikalau mudik dan berhaji saja kita mempersiapkan bekal, adakah perisapan bekal saat kita “mudik “selamanya ke hadapan Allah?                            
   (Jamhuri)