Selasa, 11 September 2012

Haji, Al-Qur’an dan Al-Azhar


Kalangan orientalis dari negara Barat  ada yang berkata, “Selama ibadah haji, al-Qur’an dan Universitas Al-Azhar masih ada, maka kita sulit menghancurkan persatuan umat Islam.”

Pendapat ini, tentu saja keluar dari hasil penelitian yang dalam tentang sebab-sebab umat Islam masih bisa bersatu. Meskipun di berbagai negeri Islam sudah mulai terjadi banyak perpecahan dan pertikaian, namun mereka sulit mencerai-beraikan persatuan umat Islam hingga ke akarnya, karena masih ada tiga unsur itu. Mengapa yang mereka sebut adalah haji, al-Qur’an dan Al-Azhar sebagai pemersatu umat Islam?

Sebab, dalam ibadah haji terjadi pertemuan akbar sesama umat Islam dari seluruh dunia. Di sana mereka mengeri bahwa saudaranya sesama umat Islam bukan hanya berasal dari Tanah Airnya saja. Akan tetapi datang dari berbagai negara. Di sana pula terjadi interaksi positif, mulai dari saling kenal (ta’aruf), memahami budaya dan konidisi umat di negara masing-masing (tafahum), hingga kepada komitmen akan saling membantu dan menolong (ta’awun).

Dalam ibadah haji, persamaan antar umat Islam lebih besar dan banyak dari sekedar perbedaannya. Persamaan antar umat Islam lebih prinsip dan mendasar, sedangkan perbedaan budaya lebih bersifat cabang (furu’iyah). Di sana mereka sama-sama bersimpuh menghadap ke arah Ka’bah yang satu, menyembah Allah yang satu, berkumpul di padang Arafah yang satu, bermabit di Muzdalifah yang satu, dan mengharap ridho Allah yang satu. Kesemuanya ini adalah potensi besar bagi persatuan umat Islam dunia.

Dalam ibadah haji pula, selama mereka tinggal di Makkah dan Madinah, telah etrjadi interaksi positif di antara mereka. Mereka mendapat informasi tentang kondisi saudaranya sesama muslin dari negara lain, sehingga akan melahirkan sikap solidaritas di antara umat Islam. Oleh karena itu, ibadah haji juga sering disebut sebagai Muktamar Umat Islam Sedunia. Itulah sebabnya kaum orintalis dari kalangan Yahudi dan Nasrani selalu berupaya untuk memberi kesan negatif terhadap pelaksanaan ibadah haji, melalui berita-berita miring tentang  banyaknya musibah dan angka kematian yang diakibatkan ibadah haji, dengan tujuan agar umat Islam tidak mempunyai minat melaksanakan ibadah haji. Akan tetapi Allah swt membalikkan makar mereka. Karena, justru semakin tahun, animo masyarakat muslim dunia untuk melaksanakan ibadah haji semakin tinggi, bahkan mereka harus menunggu antrian koata.

Faktor pemersatu kedua adalah kitab al-Qur’an. Sebab, al-Quran di seluruh dunia ditulis dengan satu bahasa, yaitu bahasa Arab. Sehingga hal ini membangkitkan umat Islam untuk belajar bahasa Arab. Hal ini, tentu saja, akan mendorong umat Islam untuk belajar agama dengan bahsa aslinya. Dengan begitu, maka ajaran Islam masih tetap dapat dipertahankan keasliannya, meskipun upaya Barat untuk memalingkan umat Islam dari teks dan makna aslinya telah dilakukan. Upaya itu terlihat teresebarnya al-Quran palsu, nabi  palsu dan penafsiran gaya kaum liberalisme. Namun hal itu belum dapat mendobrak benteng keilmuan ulama yang sudah baku sesuai yang dipahami para sahabat dan ulama-ulama yang shalih dan lurus.

Al-Quran juga banyak berisi ajaran fundamental; seperti persatuan, keadilan, kemanusiaan, moralitas serta menolak segala kepalsuan dan kezaliman. Bahkan Al-Quran telah banyak membuka dengan telanjang sikap-sikap orang Yahudi  dan Nasrani yang memalsukan kitabnya, yang tergelincir dalam konsep ketuhanannya, serta  membongkar prilaku buruk mereka terhadap  para Nabi dan Rasul.

Oleh sebab itu, Bangsa Israel pernah mengajukan syarat terciptanya perdamaian timur tengah dengan penghapusan kisah Bani Israil yang terdapat dalam al-Quran. Tentu saja , syarat ini ditolak oleh delegasi Muslim  dan ulama terkemuka Syaikh Mutawalli Sya’rawi. Karena teks al-Quran bersifat qothiyyatus Tsubut (ketetapannya sudah pasti) dan Qothiyyatul Dilalah (makna yang diakndungnya sudah pasti) yang tidak bisa diubah

Allah swt telah menjamin  terpeliharanya al-Qur’an melalui firmanNya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya “ (QS. Al-Hijr: 9)

Unsur ketiga yang dikhawatirkan bangsa Barat terhadap persatuan umat Islam adalah Universitas Al-Azhar Cairo. Universitas ini dalam sejarah telah membuktikan melahirkan ulama-ulama dunia. Banyak pelajar dan mahasiswa dari berbagai negara menimba ilmu di universitas ini. Kemudian ilmu mereka diamalkan di negara masing-masing. Meskipun para alumni Al-Azhar sementara berjuang secara individual di daerah dan di negara masing-masing, namun potensi bersatunya mereka secara internasional dalam sebuah langkah perjuangan sudah membuat kekhawatiran Barat. Karena banyak aktifis Islam lahir dari kampus yang telah di bangun sejak masa dinasti Fatimiyah ini.

Keberhasilan itu nampak pada dukungan ulama dan mahasiswa Al-Azhar kepada pencalonan Muhammad Mursi sebagai calon presiden pasca tumbangnya rezim  Husni Mubarok. Muhammad Nursi merupakan calon presiden yang dapat mewakili kaum Islamis dan simbol perlawanan menghadapi kroni diktator Husni Mubarok.

Gelombang kesadaran dan ghiroh perjuangan agama Islam melalui para alumni Al-Azhar yang tersebar di berbagai negara inilah yang dikhawatirkan oleh Barat. Oleh sebab itu, negara-negara Barat melalui isu terorisme yang dikembangkannya, melakukan intervensi kepada negara Mesir dan negara-negara Islam untuk merubah kurikulum pelajaran agama Islam. Tidak terkecuali imbasnya turun ke negeri kita, melalui pesantren dan madrasah. Bahkan kini, salah satu badan negara yakni BPTN (Badan Penanggulangan Terorisme Nasional) mengusulkan perlunya  sertifikasi ulama yang banyak ditentang oleh mayoritas rakyat Indonesia. Wallahu a’lam.

 

Tidak ada komentar: