Senin, 25 Februari 2008

Tawazun Dalam Perjuangan

“.Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang Telah Taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim”
(QS. Hud: 112-113)

Suatu umat atau bangsa, jika berada dalam situasi tertekan dan tertindas secara terus menerus, maka akan mengalami tiga kondisi keadaaan; Pertama, mereka akan merasa letih dan lemah sehingga mereka berputus asa dan merasa perjuangan selama ini sia-sia, lalu mereka tidak mau lagi berjuang. Kedua, bisa jadi mereka mengambil langkah perjuangannya dengan tidak sabar sehingga melakukan tindakan kekerasan dan bersifat radikal dalam menghadapi kezaliman yang dihadapinya. Ketiga, bisa jadi mereka menyerah dan tunduk mengikuti kemauan musuh serta manut apa yang diinginkan musuh.
Ketiga kondisi ini akan dialami suatu kaum atau bangsa jika suatu umat atau bangsa itu tidak mempunyai rasa percaya kepada Tuhannya.
Oleh karena itu Allah SWT menurunkan ayat di atas agar umat Islam tidak mengambil langkah sembrono lalu pasrah menyerah, atau melakukan tindakan anarkis, atau manut begitu saja pada keinginan musuh.
Ayat di atas memerintahkan kepada kita untuk bersifat tawazun (berkeseimbangan) dalam mengambil tindakan.
Ada tiga tindakan yang harus ditempuh yang dipesankan oleh ayat itu saat kita menghadapi ketertekanan:
Pertama, Tetap istiqomah (fastaqim) “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar”. Kita dianjurkan untuk tetap istiqomah dalam menjalankan ajaran Islam dan dalam melanjutkan perjuangan (dakwah). Kita tidak boleh merasa letih dan lemah apalagi berputus asa. Sebab Allah tetap akan mencatat pahala perjuangan kita, meskipun hasil perjuangan itu belum terlihat saat ini.
Kemudian, dalam rangka menjaga keistiqomahan dalam menjalankan ajaran islam dan dalam memperjuangkannya, kita harus bersama barisan orang-orang yang pandai mendekatkan diri kepada Allah (orang-orang shaleh). Perhatikan ayatnya “wa man taaba ma’ak” (dan orang-orang yang telah taubat beserta kamu). Sebab, jika kita hidup sendiri, maka syetan dan godaannya akan selalu mengintai orang yang hidup menyendiri.
Kedua, Allah memerintahkan agar kita jangan mengambil tindakan anarkis destruktif. (Wa laa tathghou) “Dan janganlah kamu melampaui batas” . Sebab, perbuatan melampaui batas dengan melakukan tindakan anarkis dan radikal hanya akan memperburuk citra Islam dan umat Islam itu sendiri.
Ketiga, Allah memerintahkan kita, meskipun dalam kondisi sulit dan tertekan, untuk tidak tunduk dan manut kepada keinginan musuh dari kalangan orang kafir dan zalim. (Wa laa tarkanuu ilalladzina Zholamuu) “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim”. Sebab, sifat manut dan tunduk pada keinginan musuh hanya akan menghilangkan izzah (wibawa/kemuliaan).
Surat Hud ayat 112-113 ini turun di Makkah pada saat Rasulullah saw dan umat islam menghadapi intimidasi dan tekanan dari orang-orang Quraisy. Seakan Allah ingin memberi pesan kepada mereka agar tetap istiqomah dalam menjalankan ajaran Islam dan berdakwah, tidak melakukan tindakan anarkis, namun juga tidak tunduk begitu saja kepada kemauan dan tawaran orang-orang kafir. Dan kenyataannya, pesan itu ditangkap dan dilaksanakan oleh mereka.
Selain itu surat Hud secara keseluruhan juga berisi contoh-contoh para Nabi yang sabar dan istiqomah dalam menjalankan risalah dakwahnya. Seperti dalam surat itu diceritakan kisah nabi Nuh as yang bersabar dan istiqomah dalam menjalankan dakwahnya. Nabi Nuh as bedakwah tidak kurang memakan waktu 950 tahun, namun umat manusia hanya sedikit yang mengikuti ajaran beliau.
Selain itu, Nabi Nuh as juga diperintahkan oleh Allah SWT untuk membuat bahtera (perahu besar) yang memakan waktu –menurut sebagain ahli Tafsir– sekitar 300 tahun. Bukankah Allah mampu menimpakan musibah kepada kaumnya dengan tiba-tiba? Mengapa harus memerintahkan nabi Nuh as untuk membuat bahtera yang memakan waktu 300 tahun segala? Karena disana ada pesan agar kita bersabar dan tetap taat dengan perintah Allah SWT, meskipun hasil perjuangan hanya milik Allah SWT.
Selain itu, nabi Nuh juga ditegur oleh Allah SWT saat beliau akan membantu anaknya yang kafir "Hai Nuh, Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), Sesungguhnya (perbuatan)nya[ perbuatan yang tidak baik. sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan." (QS. Hud: 46)
Ayat ini juga sebagai bukti dan dalil bahwa kita tidak diperbolehkan cenderung kepada orang-orang kafir, sebagaimana Nuh as di larang mendoakan anaknya yang masih kafir.
Apa yang diingatkan oleh surat Hud ayat 112-113 sangat berguna buat kita yang hidup di tengah kondisi seperti sekarang ini. Saat ini umat Islam di belahan dunia ditekan dan diintimidasi sebagainya ditekannya umat islam di zaman Nabi saw pada saat di Makkah. Hanya ada tiga sikap yang dipesankan oleh Allah SWT dalam ayat ini: Pertama, tetap istiqomah dalam menjalankan ajaran islam dan berdakwah, dan jangan pernah berputus asa di kondisi apapun. Kedua, jangan mengambil tindakan yang melampaui batas dengan melakukan tindakan kekerasan, karena hal itu akan dimanfaatkan musuh untuk mencitra-negatifkan umat Islam. Ketiga, jangan pernah tunduk dan manut kepada kemauan orang-orang kafir dengan menggadaikan segala idealisme dan cita-cita kita. Sehingga izzah dan kemuliaan kita dapat diinjak-injak oleh mereka.
Wallahu Yahdi Ilaa Sawaaisabiil

Kamis, 14 Februari 2008

Penyumbat Saluran Rezeki

Allah SWT menciptakan semua makhluk telah sempurna dengan pembagian rezekinya. Tidak ada satu pun yang akan ditelantarkan-Nya, termasuk kita. Karena itu, rezeki kita yang sudah Allah jamin pemenuhannya. Yang dibutuhkan adalah mau atau tidak kita mencarinya. Yang lebih tinggi lagi benar atau tidak cara mendapatkannya. Rezeki di sini tentu bukan sekadar uang. Ilmu, kesehatan, ketenteraman jiwa, pasangan hidup, keturunan, nama baik, persaudaraan, ketaatan termasuk pula rezeki, bahkan lebih tinggi nilainya dibanding uang.
Walau demikian, ada banyak orang yang dipusingkan dengan masalah pembagian rezeki ini. “Kok rezeki saya seret banget, padahal sudah mati-matian mencarinya?” “Mengapa ya saya gagal terus dalam bisnis?” “Mengapa hati saya tidak pernah tenang?” Ada banyak penyebab, mungkin cara mencarinya yang kurang profesional, kurang serius mengusahakannya, atau ada kondisi yang menyebabkan Allah Azza wa Jalla “menahan” rezeki yang bersangkutan. Poin terakhir inilah yang akan kita bahas. Mengapa aliran rezeki kita tersumbat? Apa saja penyebabnya?
Allah adalah Dzat Pembagi Rezeki. Tidak ada setetes pun air yang masuk ke mulut kita kecuali atas izin-Nya. Karena itu, jika Allah SWT sampai menahan rezeki kita, pasti ada prosedur yang salah yang kita lakukan. Setidaknya ada lima hal yang menghalangi aliran rezeki.
Pertama, lepasnya ketawakalan dari hati. Dengan kata lain, kita berharap dan menggantungkan diri kepada selain Allah. Kita berusaha, namun usaha yang kita lakukan tidak dikaitkan dengan-Nya. Padahal Allah itu sesuai prasangka hamba-Nya. Ketika seorang hamba berprasangka buruk kepada Allah, maka keburukan-lah yang akan ia terima. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Demikian janji Allah dalam QS Ath Thalaaq [63] ayat 3. “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”
Kedua, dosa dan maksiat yang kita lakukan. Dosa adalah penghalang datangnya rezeki. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seseorang terjauh dari rezeki disebabkan oleh perbuatan dosanya.” (HR Ahmad). Bila dosa menyumbat aliran rezeki, maka tobat akan membukanya. Andai kita simak, doa minta hujan isinya adalah permintaan tobat, doa Nabi Yunus saat berada dalam perut ikan adalah permintaan tobat, demikian pula doa memohon anak dan Lailatul Qadar adalah tobat. Karena itu, bila rezeki terasa seret, perbanyaklah tobat, dengan hati, ucapan dan perbuatan kita. Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa memperbanyak istighfar, maka Allah akan memberikan kelapangan pada setiap kegelisahan, jalan keluar dari segala kesempitan, dan memberi rezeki yang tidak diduga-duga” (HR: Muslim).
Ketiga, maksiat saat mencari nafkah. Apakah pekerjaan kita dihalalkan agama? Jika memang halal, apakah benar dalam mencari dan menjalaninya? Tanyakan selalu hal ini. Kecurangan dalam mencari nafkah, entah itu korupsi (waktu, uang), memanipulasi timbangan, praktik mark up, dan lain sebagainya akan membuat rezeki kita tidak berkah. Mungkin uang kita dapat, namun berkah dari uang tersebut telah hilang. Apa ciri rezeki yang tidak berkah? Mudah menguap untuk hal sia-sia, tidak membawa ketenangan, sulit dipakai untuk taat kepada Allah serta membawa penyakit. Bila kita terlanjur melakukannya, segera bertobat dan kembalikan harta tersebut kepada yang berhak menerimanya.
Keempat, pekerjaan yang melalaikan kita dari mengingat Allah. Bertanyalah, apakah aktivitas kita selama ini membuat hubungan kita dengan Allah makin menjauh? Terlalu sibuk bekerja sehingga lupa shalat (atau minimal jadi telat), lupa membaca Alquran, lupa mendidik keluarga, adalah sinyal-sinyal pekerjaan kita tidak berkah. Jika sudah demikian, jangan heran bila rezeki kita akan tersumbat. Idealnya, semua pekerjaan harus membuat kita semakin dekat dengan Allah. sibuk boleh, namun jangan sampai hak-hak Allah kita abaikan. Saudaraku, bencana sesungguhnya bukanlah bencana alam yang menimpa orang lain. Bencana sesungguhnya adalah saat kita semakin jauh dari Allah.
Kelima, enggan bersedekah. Siapapun yang pelit, niscaya hidupnya akan sempit, rezekinya mampet. Sebaliknya, sedekah adalah penolak bala, penyubur kebaikan serta pelipat ganda rezeki. Sedekah bagaikan sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Artinya, Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat Firmsn Allah SWT yang artinya, “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya” (QS. Al-Tholaq: 7)
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui “(QS Al Baqarah [2]: 261).
Tidakkah kita tertarik dengan janji Allah ini? Maka pastikan, tiada hari tanpa sedekah, tiada hari tanpa kebaikan. Insya Allah, Allah SWT akan membukakan pintu-pintu rezeki-Nya untuk kita. Amin. ##

Kamis, 07 Februari 2008

Menjadi Mu’min Yang Kuat

Mu’min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mu’min yang lemah. Pada setiap mereka ada kebaikan. Jika terkena musibah maka janganlah berkata, “andaikata begini maka begini” , tapi katakanlah “Allah telah mentakdirkan dan melakukan apa yang dikehendakiNya” karena “andaikata’ itu akan membuka amal syaitan” (HR: Muslim & Ahmad)

Hadits di atas menjelaskan bahwa Allah lebih menyukai orang mu’min yang kuat daripada orang mu’min yang lemah. Arti kuat disini luas, kuat jasamani dan kuat rohani, kuat ilmu dan kuat ekonomi, kuat prinsip dan kuat sarana, serta kuat-kuat positif lainnya.
Rasulullah saw sendiri pernah membanting seorang sahabat yang bertubuh besar saat latihan gulat. Beliau juga pernah “membayar” kekalahan balap larinya dengan Aisyah. Sehingga scor balap lari antara beliau dan Aisyah menjadi draw.
Jika kita membaca sejarah Rasulullah saw, maka kita tidak pernah menemukan catatan sejarah yang menceritakan Rasulullah saw jatuh sakit kecuali saat-saat menjelang kematian. Saat itu beberapa hari menjelang dipanggil Allah, beliau tidak bisa mengimami sholat di masjid sehingga beliau memerintahkan Abu Bakar untuk menggantkan beliau sebagai imam. Artinya, selain saat kematiannya, fisik Rasulullah saw sehat selalu. Dengan kesehatan yang dimiliki tubuh, Rasulullah saw dapat optimal bekerja dan berdakwah sekaligus. Karena itulah, Allah lebih mencintai orang mu’min yang kuat dan sehat. Karena ia dapat melakukan tugas-tugas penting lebih banyak dibanding mu’min yang lemah dan sakit-sakitan.
Bagaimana kiat agar kita menjadi muslim yang kuat dan tangguh?
Pertama, selalu mengikhlaskan segala amal hanya karena Allah. Sebab, hanya dengan ikhlas, pekerjaan sebesar dan seberat apapun akan terasa ringan. Niat yang ikhlas akan memberi energi dalam tubuh. Lihat saja ibadah puasa. Niat telah memberikan energi sehingga seseorang kuat berpuasa. Jika niat ikhlas ini kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari maka akan memberi energi dahsyat bagi kekuatan tubuh.
Kedua, memperbanyak istighfar. Lho, kok istighfar bisa membuat tubuh kuat? Perhatikan firman Allah SWT yang artinya: “Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (QS. Hud; 52). Banyak ulama dan dokter merekomendasikan, bahwa untuk menjaga kesehatan, seorang muslim hendaknya memperbanyak bacaan istighfar.
Ketiga, Meninggalkan segala kemaksiatan. Karena kemaksiatan yang kita lakukan akan mempengaruhi pikiran kita. Seseorang yang telah melakukan perbuatan dosa, terlebih dosa besar, maka akan menjadi pikirannya. Pikiran tidak enak ini akan menggerogoti energi-energi positif dalam tubuh. Rasa gelisah (al-hamm) akan membuat tubuh menjadi lemah. Pernah beberapa orang berdebat tentang makhluk apa yang dahsyat? Ada yang berkata, makhluk terdahsyat adalah gunung karena dia kokoh. Namun ini dibantah. Makhluk yang terdahsyat adalah besi karena besi dapat meruntuhkan gunung. Namun besipun dibantah. Makhluk terdahsyat adalah api, karena api dapat melelehkan besi. Namun itu disanggah lagi dengan air. Karena air dapat mematikan api. Air pun dibantah dengan angin, karena angin dapat menguapkan dan membawa gumpalan air seperti awan di atas. Angin pun dibantah oleh manusia, karena manusia dapat berlindung dari tiupan angin. Namun, manusia pun dibantah oleh tidur, karena dengan tidur manusia tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi, tidurpun disanggah oleh al-Hamm (perasaan gelisah), karena seseorang tidak bisa tidur jika perasaan selalu gelisah. Jadi, makhluk yang terdahsyat di jagad ini adalah al-hamm (rasa gelisah). Oleh karena itu, Nabi saw mengajarkan kepada kita untuk membaca doa yang berisi berlindung dari sifat rasa gelisah dan bersedih (Allahumma inni a’udzu bika minal hammi wal hazan).
Keempat, melakukan pola hidup sehat; seperti bangun pagi, makan dan minum yang halal dan thayib serta tidak berlebih-lebihan. Tentang bangun pagi, Rasulullah saw bersabda, “Tidur pagi akan mewariskan kefakiran”.
Tentang makan dan minum yang halal dan thayib, Allah SWT berfirman yang artinya, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang terdapat di bumi” (QS. Al-baqarah: 168)
Tentang larangan berlebihan dalam makan dan minum, telah dijelaskan oleh Allah SWT dengan firmanNya yang artinya: “makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Apa perbedaan antara halal dan thayib (baik)? Perbedaaannya, bahwa setiap yang thayib pasti halal, namun tidak semua yang halal itu thayib. Sebagai contoh: daging kambing itu halal, namun tidak thayib (baik) jika dikonsumsi oleh orang yang memiliki penyakit hipertensi.
Sikap belebihan dalam makan juga akan menimbulkan berbagai penyakit, seperti kolesterol, penyumbatan pembuluh darah dan lain sebagainya
Kelima, rajin berolah raga. Rasulullah saw telah merekomendasikan kita untuk mengikuti berbagai macam olah raga, seperti berenang, memanah, pacuan kuda dan lain sebagainya. Selain jenis olahraga tersebut dapat menyehatkan tubuh, jenis olahraga yang disebutkan Nabi tersebut juga dapat melahirkan sikap pemberani. Karena itu beliau memerintahkan untuk mengajari jenis olah raga itu sejak usia kanak-kanak..
Persiapkanlah kekuatan, karena Allah berfirman, “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi” (QS. AlAnfal: 60). )#