Senin, 11 Agustus 2008

Proklamasi Bulan Ramadhan

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)” (QS.Al-Baqarah: 185)

Hari-hari ini, hampir seluruh bangsa Indonesia merayakan dan memperingati hari kemerdekaannya. Namun tidak sedikit bangsa Indonesia –terutama umat Islam– yang mengetahui bahwa hari kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus 1945 itu bertepatan dengan hari Jum’at tanggal 9 Ramadhan.
Hari Jum’at di mata umat Islam adalah penghulu hari-hari. Sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Sesungguhnya hari Jum’at adalah sayyidul Ayyam (penghulu hari-hari). Sedangkan bulan Ramadhan adalah bulan suci, bulan yang diturunkannya wahyu pertama kepada Nabi saw sebagaimana bunyi ayat yang tercantum di atas.
Dalam catatan sejarah, banyak peristiwa kemenangan terjadi pada bulan Ramadhan. Sebut saja perang Badr yang merupakan perang pertama dalam sejarah umat Islam. Perang yang terjadi pada tahun 2 Hijrah itu benar-benar merupakan “Perang Eksistensi”. Sebab jika umat Islam kalah pada saat itu, maka selesailah kelanjutan sejarahnya. Perang dengan jumlah pasukan muslimin yang lebih kecil sebanyak 313 pasukan melawan pasukan kaum musyrikin sebanyak 1000 pasukan, justru kemenangan diraih pihak kaum muslimin. Padahal dilihat dari segi jumlah pasukan, perlengkapan dan pengalaman yang dimiliki kaum muslimin jauh berbeda dengan yang dimiliki kaum musyrikin. Tentu saja kemenangan itu berkat bantuan Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “(ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut" (QS. Al-Anfal: 9).
Mustahil rasanya kaum muslimin mendapat kemenangan saat itu jika melihat minimnya pasukan dan perlengkapan serta pengalaman yang dimiliki kaum muslimin.
Demikian juga dengan umat Islam di Indonesia kala itu. Jika kita melihat minimnya persenjataan yang kita miliki dalam meraih kemerdekaan Indonesia dari penjajahan bangsa Belanda, agaknya mustahil kita akan meraih kemenangan dan kemerdekaan. Bayangkan saja, senjata bambu runcing melawan tank-tank yang besar? Namun karena kegigihan, semangat dan keikhlasan bangsa ini untuk merdeka, maka Allah SWT menanamkan rasa takut di hati kaum penjajah. Sama halnya Allah memberi rasa ketakutan di hati kaum Quraisy saat perang Badr. Allah SWT berfirman: “(ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, Maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang Telah beriman". kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, Maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” (QS. Al-Anfal: 12)
Tidak aneh jika Allah SWT memberi kemenagan dan kemerdekaan kepada bangsa ini. Sehingga tidak berlebihan jika dalam pembukaan UUD 1945 tertulis: “Dengan rahmat Allah SWT bangsa Indonesia telah sampai kepada pintu gerbang kemerdekaan”. Sebab, tanpa rahmat Allah SWT, rasanya mustahil bangsa Indonesia mencapai pintu kemerdekaan. Kalimat “rahmat Allah SWT” yang tertuang pada pembukaan UUD 1945 tersebut, sesuai dengan hadits Nabi saw yang berbunyi; “Bulan Ramadhan pase pertamanya adalah rahmat, pertengahannya adalah maghfirah (ampunan) dan akhiirnya adalah kebebasan dari api neraka”. (HR: Muslim). Bukankah proklamasi kemerdekaan Indonesia terjadi pada tanggal 9 Ramadhan yang merupakan pase pertama bulan Ramadhan yang penuh rahmat? Subhanallah !!. Inilah yang harus dipahami umat islam, sehingga umat Islam tidak bersikap sekuler dan nasionalis buta.
Sisi lain yang memberi semangat perjuangan bangsa, terutama umat Islam Indonesia kala itu adalah semangat mengusir penjajah kafir. Mereka –para penjajah– selain menguasai kekayaan Indonesia juga menyebarkan agama mereka. Sehingga tidak heran, para ulama dan kyai saat itu menanamkan kebencian kepada santri dan masyarakat terhadap kaum kafir yang menjajah umat Islam. Oleh karena itu tercatat dalam sejarah, dari Sabang hingga marauke, nama-nama pahlawan yang mayoritas adalah umat Islam dan kaum ulama. Sebut saja umpamanya Teuku Umar, Imam Bonjol, Sultan Hasanudiin, Syarif Hidayatullah, Pangeran Dipenogoro, Syeikh Yusuf al-Makassari dan lain sebagainya.
Perang umat Islam dengan kaum kafir yang kemudian dimenangkan umat Islam dan terjadi pada bulan Ramadhan juga adalah perang Sabil. Pasukan umat Islam yang dipimpin oleh Sholahuddin al-Ayyubi melawan kaum Salibis dapat dimenangkan oleh kaum muslimin, dan Masjidil Aqsha pun dapat jatuh kembali ke tangan umat islam.
Untuk itu, dalam memperingati hari kemederkaan RI dan mendekati masuknya bulan Ramadhan, hendaknya umat Islam mengintrospeksi mengapa kini umat islam terpuruk di bangsanya sendiri?, mengapa umat islam menjadi tamu di negerinya sendiri. Apakah memang telah terjadi pergeseran akidah dan semangat antara umat Islam dahulu dengan umat Islam kini? Jika dulu asset bangsa yang dirampas kita rebut kembali, kini sebaliknya, asset negara dijual ke pihak asing? Jika dulu setiap kita mempersembahkan apa saja untuk negara, kini justru merampas harta negara untuk kepentingan dirinya. Jika dulu berjuang demi agama dan umat, kini berjuang hanya untuk dunia. Apakah ini yang menyebabkan bangsa ini terpuruk?.
Dalam Ramasdhan yang akan kita masuki nanti-lah waktu yang tepat untuk membersihkan hati, meluruskan niat, dan memompa semangat spritual dan semangat juang. Oleh karena itu, dalam hidupnya Nabi saw tidak pernah meninggalkan momen Ramadhan sebagai charger (pengisi) kekuatan iman dengan cara beri’itikaf.
Proklamasi kemerdekaan terjadi pada bulan Ramadhan dan kemenangan-kemenangan pun banyak terjadi pada bulan Ramadhan. Marilah kita isi kemerdekaan in dengan semangat Ramadhan. Semangat membangun lahir dan batin. Semangat berjuang mencari ridho Alllah SWT. Semoga kita dapat meraih kembali kemerdekaan yang hakiki. Amin.##

Senin, 04 Agustus 2008

Makna Kemerdekaan

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya dia adalah Maha Penerima taubat. (QS. Al-Nashr: 1-3)

Ayat di atas turun berkenaan dengan kemenangan Nabi saw saat menaklukkan kota Makkah (Fathu Makkah), kota kelahiran Nabi saw dan kaum Muhajirin yang saat mengembangkan dakwah Islam di sana, mereka diintimidasi, disiksa bahkan dibunuh. Kondisi yang sulit itu menyebabkan Nabi saw dan para sahabat berhijrah menuju Madinah. Setelah sepuluh tahun eksis dan mendirikan negara Madinah, kota Makkah pun ditaklukkan oleh Rasulullah saw dan para sahabat.
Meskipun penduduk Makkah telah menyerah dan mengaku kalah kepada Nabi saw dan umat Islam, namun Nabi saw dan umat Islam tidak serta merta menyiksa mereka, tidak membalas dendam atas kekejaman yang pernah dilakukan orang Quraisy kepada umat Islam. Bahkan Nabi saw mengatakan kepada mereka, “Antum Thulaqo” kalian adalah bebas.
Kemenangan dan penaklukkan tidak membuat kaum elit tentara Islam seperti Nabi saw dan sahabat berlaku seenaknya. Bahkan mereka tidak merayakannya dengan “bersulang”, minum-minuman keras, atau dengan tarian-tarian wanita, seperti yang kita temukan dalam film-film hollywood, atau pasukan asing yang masuk ke negara Muslim. Malah sebaliknya, umat Islam yang mendapat kemenangan itu diperintah untuk tawadhu’ (rendah diri), istighfar, tasbih dan memuji Allah SWT. Itulah yang dipesankan oleh Allah salam surat al-Nashr ayat 1-3 seperti yang tercantum di atas.
Anehnya, saat ini, ummat Islam dan bangsa Indonesia sering kali mengadakan pesta ulang tahun hari kemerdekaan RI diisi dengan acara-acara yang melupakan dan menerlenakan diri. Acara kadang diisi dengan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan perayaan hari kemerdekaan, bahkan bertentangan dengan aturan Allah SWT yang telah memberi karunia kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Bukankah kemerdekaan yang kita raih adalah karena karunia dan rahmat Allah? Lihatlah dalam pembukaan UUD 1945, disana tercantum bahwa “Dengan rahmat Allah SWT bangsa Indonesia telah sampai kepada pintu gerbang kemerdekaan”. Lalu mengapa para pejabat, tokoh masyarakat dan rakyat mengadakan acara hari kemerdekaan dengan segala hal yang sia-sia? Bahkan melanggar norma-norma agama? Sungguh suatu perbuatan yang naif sekali !. Acara-acara yang menghiasai hari kemerdekaan seperti itu bukan saja “kurang ngajar” kepada Tuhan yang memberi nikmat kemerdekaan, tetapi juga “kurang ngajar” kepada para pahlawan yang telah gugur demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia. Kadang, acara-acara itu tidak ada barang sejenak pun mengingat perjuangan para pahlawan dan mendoakan mereka. Yang ada hanya huru-hara dan sebagian lagi unsur-unsur erotis dan kemaksiatan. Anehnya, tekadang acara-acara tersebut didukung oleh para pejabat, tokoh masyarakat atau mereka yang dihormati oleh masyarakatnya. Jika itu telah membudaya di tengah-tengah bangsa ini, bagaimana generasi masa depan akan menghargai para pahlawannya?.
Saatnya kita bermuhasabah (introspeksi) mengapa kemerdekaan yang sudah kita raih 63 tahun lalu, tapi hingga kini kesejahteraan belum dirasakan oleh bangsa ini? Allah SWT berfirman: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS. Al-A’raf: 96).
Lebih miris lagi, beberapa pejabat –seperti yang disiarkan oleh media massa– telah berkhianat pada bangsa ini. Mereka seenaknya memakan uang rakyat dan uang Negara demi kepuasan nafsu dirinya. Padahal kalau kita bercermin pada para pahlawan yang mendahulu kita, mereka selalu berfikir, “Apa yang dapat saya berikan untuk bangsa?” Namun para penanggungjawab Negara saat hanya berpikir “Apa yang dapat saya ambil dari Negara selagi menjabat?”. Akhirnya yang ada adalah jurus “aji mumpung”. Mumpung menjabat, mumpung punya kebijakan, akhirnya memanfaatkan posisinya untuk kepentingan dirinya sendiri.
Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya ketentuan Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya” (QS. Al-Israa: 16)
Ayat ini menjelaskan bahwa jika Allah SWT akan menghancurkan suatu negeri, maka Allah SWT menjadikan kaum pejabat elite Negara dan konglomerat tersebut berbuat kedurhakaan, sehingga Allah SWT menghancurkan negeri itu dengan berbagai krisis multi dimensi.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita isi hari kemerdekaan RI ini dengan memberi kepada bangsa ini pencerahan, pelurusan acara, dan mengantarkan mereka dekat dengan Tuhan Allah SWT yang telah memberi nikmat kemerdekaan.
Sudah saatnya juga setiap kita, mulai dari rakyat kecil hingga pejabat, untuk mengisi kemerdekaan ini dengan pembangunan yang konstruktif, tidak mencuri harta Negara dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Menanamkan prinsip “Apa yang dapat saya persembahkan untuk Negara” sudah harus terus menjadi darah daging dan tradisi setiap warga. Dan itu hanya dapat dilakukan saat kita dekat dengan agama yang menjadi sumber moral, serta saat kita mengenal kembali sejarah perjuangan para pahlawan yang telah berjuang memerdekakan negeri ini. Dengan begitu, acara hari Kemerdekaan RI bukan hanya sekedar acara ceremonial yang tiap tahun diadakan dan menghabisi dana. Akan tetapi seharusnya dari tahun ke tahun bangsa ini semakin cerdas, sadar akan kewajibannya serta rela berjuang untuk kemaslahatan dunia dan akhirat. Semoga. Amin.#