Jumat, 22 Mei 2020

KHUTBAH IDUL FITRI EDISI STAY HOME TAHUN 2020

KHUTBAH IDUL FITRI EDISI STAY HOME  TAHUN 2020

(di Tengah Wabah Virus Corona)

 

Oleh : KH. Muhammad Jamhuri, Lc MA

(Pengasuh Pesantren Terpadu Ekonomi Islam Multazam – Rumpin Bogor)

 

السَّلاَمُ عَلَيكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

ألله أكْبَرُ, ألله أكْبَرُ, ألله أكْبَرُ, ألله أكْبَرُ, ألله أكْبَرُ, ألله أكْبَرُ, ألله أكْبَرُ, ألله أكْبَرُ, ألله أكبر, ألله أكبر, ألله أكبركبيرا ولله الحمد

اَلْحَمْدُ لِلّهِ اّلذِيْ جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْدًا لِّلمُسْلِمِيْنَ  وَالمُسْلِمَاتِ وَالْصَّائِمِيْنَ والصَّائِمَاتِ, والصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلىَ سَيّدِ نَا مُحَمَّدٍ سَيّدِ السَّادَاتِ, وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الْمِيْعَاد. أَشْهَدُ اَنْ لَّااِلَهَ اِلّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ  وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, اللَّهُمَّ صَلِّ علَى سَيّدِ نَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينْ وَسلِّمْ تَسْلِبماً كَثِيْرًا.

أَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ اللهِ, اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَأنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: (قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى . وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى)

 

 Umi (Bunda),  dan anak-anak abi (Ayah) sekalian..yang Abi (ayah) cintai .....

 

Meskipun hari-hari ini adalah hari-hari yang memprihatinkan, umat Islam seluruh dunia, sejak malam mengumandangkan takbir, membesarkan dan mengagungkan nama Allah, “Allahu-Akbar, Allahu-Akbar”. Sambil merenung maknanya, betapa Allah-lah Tuhan satu-satunya yang Maha Besar. Karena, hari-hari ini Allah telah membuktikan, bahwa hanya dengan makhluk kecil yang tak terlihat mata, jutaan manusia menjadi tak berdaya, jutaaan manusia di dunia terkapar virus Corona, dan negeri-negeri super power dengan segala kecanggihan teknologinya pun tak sanggup menahan serangan makhluk yang sangat kecil. Allahu-Akbar, Allahu-Akbar, sungguh, Allah Maha Besar, dan manusia adalah kecil di hadapanNya

 

Allahu Akbar..Allahu Akbar...Walillahilhamd

Umi (Bunda),  dan anak-anak abi (Ayah) sekalian..yang Abi (ayah) cintai .....

Di tengah merebaknya wabah virus Corona yang membuat kita tidak leluasa keluar rumah dan beraktifitas bebas, lalu Allah memberi kita karunia berupa datangnya bulan Ramadhan, sebenarnya merupakan rahmat dan kasih sayang Allah kepada kita. Sebab, dengan kita berada di rumah, kita bisa lebih konsntrasi beribadah, seperti tilawah quran, shalat taraweh di rumah, shalat dhuha, tahajjud serta terjadi kedekatan dan keakraban di antara kita sebagai anggota keluarga.

Syeikh Said Hawa dalam kitabnya “Al-Islam” menyebut, bahwa bulan Ramadhan yang mengikuti perhitungan kalender qomariyah (beradasarkan perputaran bulan) yang jatuhnya di musim-musim berbeda dalam tiap tahunnya, seperti musim panas, dingin, gugur dan semi, memberikan pelajaran kepada umat Islam, bahwa umat Islam harus siap menghadapi segala kondisi, sehingga ia akan dapat beradaptasi di kondisi apapun, bahkan dalam keadaan berlapar-lapar sekalipun. Oleh karena itu, jika saat ini kita berpuasa dan berlebaran di kondisi wabah Corona, adalah juga suatu pembelajaran, agar kiita sebagai muslim siap menghadapi kondisi apapun. Bagi orang yang sabar dan taat menjalankan perintah Nabi saw dan para ulama untuk menghindari wabah atau tidak menularkan wabah, maka baginya pahala karena mengikuti pesan Nabi saw dan para alim ulama sebagai pewaris Nabi. Rasulullah saw bersabda:

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

Artinya: "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari).

Umi (Bunda),  dan anak-anak abi (Ayah) sekalian..yang Abi (ayah) cintai .....

Ramadhan dan mewabahnya virus Corona telah memberi hikmah kepada kita, bahwa kita harus merubah cara pola hidup kita. Dalam bulan Ramadhan, kebiasaan kita dapat berubah ke arah yang lebih baik. Antara lain

1.  Shalat lima waktu yang biasanya tidak berjamaah, di bulan Ramadhan ada peningkatan frekwensi sholat berjamaahnya.

2.   Jadwal bangun tidur kita di bulan Ramadhan lebih tampil dari pada di luar Ramadhan. Karena kita didorong untuk melaksanakan santap sahur. Sehingga bagi yang sadar, kesempatan bangun tidur ini selain digunakan bersahur, juga digunakan untuk shalat tahajjud

3.    Kondisi rohani lebih siap menerima hidayah dibanding di luar Ramadhan. ini terlihat dengan antusiasnya masyarakat mendengarkan ceramah-ceramah agama.

4.   Kondisi suasana islami lebih marak di bulan Ramadhan. Hampir semua stasiun televisi menayangkan acara-acara dakwah dan islami.

5.   Secara sosial, masyarakatpun berlomba-lomba dalam memberikan kepeduliannya. Hal ini terlihat dari intensitas  mereka berzakat dan bersedekah.

Sedangkan di saat suasana Corona, kita juga dapat merubah kebiasan dan perilaku kita. Antara lain:

1.   Kebiasaan hidup sehat. Seperti bercuci tangan dan menjaga kebersihan. Kita juga dianjurkan berolah raga, berjemur pagi serta memakan makanan bergizi agar imun kita kuat untuk menangkal serangan virus corona

2.    Kebiasaan berpergian dan nongkrong-nongkrong di cafe dikurangi. Hal ini karena kita dianjurkan untuk Stay Home (tinggal di rumah) selama masa mewabahnya Corona. Sehingga keakraban dengan keluarga kita di rumah semakin bertambah.

3.    Kebiasaan "menyendiri" (baca: itikaf) di rumah dan menjauhi keramaian dapat kita lakukan selama masa Corona. Sesuatu yang sulit kita lakukan di masa normal.

4.   Kepala rumah tangga berusaha terbiasa menjadi imam dalam shalat-shalatnya bersama keluarga, baik shalat wajib maupun shalat sunah taraweh. Sesuatu yang jarang dilakukan di masa normal.

5.  Di beberapa negara Eropa, memperdengarkan suara adzan dilarang, kini diperbolehkan leluasa, bahka diminta diperdengarkan oleh pihak pemerintah maupun masyakatnya yang note bone non muslim.

 

Allahu Akbar..Allahu Akbar...Walillahilhamd

Umi (Bunda),  dan anak-anak abi (Ayah) sekalian..yang Abi (ayah) cintai .....

Dari kenyataan di atas, maka sebenarnya kita dapat berubah ke arah yang lebih baik. Janganlah kita menunggu datangnya wabah,  untuk sering betah di rumah, hidup bersih, saling peduli membantu serta behati-hati dalam pergaulan. Kita juga jangan menunggu datangnya bulan Ramadhan untuk rajin membaca al-Quran, shalat malam, shalat berjamaah, mendengarkan tausiyah. Kita bisa melakukan kebaikan-kebaikan itu tanpa menunggu Corona dan Ramadhan.

            Ramadhan dan Corona hendaknya menjadi moment perubahan sikap kita kepada pola hidup dan cara pandang yang baik tentang Tuhan, alam dan manusia. Yakinlah, jika pun musim Corona berangsur hilang, kita tidak dapat hidup seperti sebelum Corona datang. Hidup yang akan datang, Kita akan selalu tetap berhati-hati dalam hidup, yakni dengan menjaga kebersihan, mengkonsumsi makanan yang sehat dan higienis, makan dan berolah raga secara teratur, dan yang tak kalah pentinya lagi adalah mendekatkan diri kepada Allah dan bergantung kepadaNya. Karena segala peristiwa yang telah, sedang dan akan terjadi, tidak terlepas dari takdir dan irodah Allah swt. Maka Allah-lah sebaik-baik tempat bersandar.

 

Allahu Akbar..Allahu Akbar...Walillahilhamd

Umi (Bunda),  dan anak-anak abi (Ayah) sekalian..yang Abi (ayah) cintai .....

Akhirnya, marilah sama-sama kita berdoa, semoga amal ibadah kita, berupa puasa, shalawat taraweh, tilawah al-Quran, shodaqoh dan zakat serta semua amal kebaikan kita, selama bulan Ramadhan diterima Allah swt. Semoga setelah melewati Ramadhan ini Allah segera mengangkat dan menghilang wabah virus Corana dari daerah dan negeri kita serta negeri-negeri muslim lainnya.

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا صَبُورًا   وَاجْعَلْناَ شَكُوْرًا

Allohummaja’alna shoburon waj’alna syakuron

 “Ya Allah, jadikanlah kami hamba yang selalu bersyukur dan selalu sabar”

( اللَّهُمَّ اغْفِرْ للمُسْلِمِيْن وَالْمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْن وَالمُؤمِنَاتِ الأحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأمْوَاتِ, اِنَّكَ سَمِيْعٌ قرِيْبٌ مُّجِيْبُ الدَّعَوَاتِ, يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ, اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صَلاتَنَا وصِيَامَنَا وقِيَامَنَا وَ رُكوُعَنَا وسُجُودَنَا وتَخَشُّعَنَا وتَضَرُّعَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَنَا  يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ, , رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ الكَرِيْمِ ونَفَعَنِيْ وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآياتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمْ وَتقبَّلَ مِنِّيْ وَمِنكُمْ تِلاَوَتِهِ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعًلِيْمُ, أَقُوْلُ فَوْلِي هَذَا وَأسْتَغفِرُ اللهَ لِي وَلكُمْ وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِينَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ  فَاسْتَغْفِرُوهُ, اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم.ِ

)و السَّلاَمُ عَلَيكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ(

 

Catatan:

  1. Bagi yang terbiasa khutbah id nya menggunakan 1 khutbah, cukup sampai di sini.
  2. Sedangkan bagi yang terbiasa menggunakan 2 khutbah, maka khatib duduk, lalu berdiri dan melanjutkan khutbah kedua-nya. Dan Lafazh bertulisakan merah di atas tidak perlu dibaca karena akan dibaca di khutbah kedua yang telah tersedia di khutbah kedua

 

KHUTBAH  KEDUA

 

 

ألله أكْبَرُ, ألله أكْبَرُ, ألله أكْبَرُ, ألله أكْبَرُ, ألله أكْبَرُ, ألله أكْبَرُ ألله أكْبَرُ, ألله أكْبَرُ كبيرا و اَلْحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّأَصِيْلاً, وأَشْهَدُ اَنْ لَّااِلَهَ اِلّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ  اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفرَ, لَهُ  وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ  سَيِّدِ الْخَلاَئِقِ وَاْلبَشَرِ, اللَّهُمَّ صَلِّ علَى سَيّدِ نَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينْ وَسلِّمْ تَسْلِبماً كَثِيْرًا.

 

أَمَّا بَعْدُ, فَيَا عِبَادَ اللهِ, اتَّقُوا اللهَ  ولازموا الصلاة على خير خلقه عليه الصلاة والسلام, فقد أمركم الله بذلك ارشادا وتعليما فقال:

 إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ علَى سَيّدِ نَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينْ وَعَلَى بَقِيَّةَ الصَحَابَةِ وَ التَّابِعِيْنَ وَعَلَى تَابِعِي التَابِعِيْن وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَعَلَيْنَا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن, اللَّهُمَّ اغْفِرْ للمُسْلِمِيْن وَالْمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْن وَالمُؤمِنَاتِ الأحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأمْوَاتِ, اِنَّكَ سَمِيْعٌ قرِيْبٌ مُّجِيْبُ الدَّعَوَاتِ, يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ, اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صَلاتَنَا وصِيَامَنَا وقِيَامَنَا وَ رُكوُعَنَا وسُجُودَنَا وتَخَشُّعَنَا وتَضَرُّعَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَنَا  يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ, , رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عباد الله, إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْم يَذْكُرْكمُ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلذِكْرُ اللهِ أكْبَرُ.

 

وَالسَّلاَمُ عَلَيكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

 

 

Kamis, 21 Mei 2020

Mengaktfkan Kembali Pesantren Di Tengah Upaya Pencegahan Wabah Corona


 Oleh: Muhammad Jamhuri
Mukaddimah
Pesantren sebagai institusi pendidikan tertua di Indonesia hingga kini masih eksis. Keberadaannya kini mendapat pengakuan melalui terbitnya Undang-undang No. 18 Tahun 2020 Tentang Pesantren. Dengan demikian pesantren disamakan dengan sistem pendidikan lain di Tanah Air.
Salah satu kegaiatan di pesantren
Sejak mulai merebaknya wabah Corona di bulan Maret, pemerintah daerah dan pusat telah menerbitkan beberapa peraturan terkait pencegahan virus Corona di tengah-tengah masyarakat. Salah satunya kebijakan social distancing atau fisicaly distancing, yang mengharuskan masyarakat tidak melakukan kerumunan atau perkumpulan, baik di kantor, tempat kerja, pendidikan, sekolah,  bahkan di tempat ibadah. Kondisi ini menyebabkan beberapa tempat tersebut berada dalam pengawasan petugas.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan terkena dampak peraturan tersebut. Sehingga para pimpinan pesantren pun meliburkan santri-santrinya. Kebijakan pesantren-pesantren dalam meliburkan santri nya pun berbeda-beda. Ada pesantren yang sejak peraturan diterbitkan, santri langsung dipulangkan. Namun ada pula pesantren yang meliburkan santrinya beberapa waktu setelah itu. Bahkan ada pula yang tidak meliburkannya sama sekali.

Setelah hampir dua bulan pesantren-pesantren itu meliburkan santrinya, mulai terjadi kegamangan di masyarakat pesantren, baik pimpinan pesantren, santri, maupun orang tua santri. Sampai kapankah para santri dapat kembali ke pesantren? Hal ini terjadi karena sudah beberapa kali dilakukan perpanjangan masa liburan atau Stay Home. Masalahnya, sampai saat ini tidak ada yang dapat memprediksi kapan hilangnya virus Corona? Kapan kondisi boleh normal kembali?.

Komunitas Pesantren Berbeda Dengan Masyarakat Umum Lainnya.
Salah satu sebab perbedaan masa liburan para santri antar beberapa pesantren akibat Corona, adalah para pimpinan pesantren, santri dan orang tua meyakini bahwa justru lingkungan pesantren lebih aman dibanding lingkungan lainnya, termasuk lingkungan rumah. Hal itu disebabkan karena para santri sudah terkarantina secara otomatis di lingkungan pesantren. Sedangkan jika santri di rumah, mereka masih mungkin berpergian keluar serta berinteraksi dengan orang yang rentan tertular. Sementara protocol pencegahan pun belum tentu dilaksanakan di lingkungan rumah. Sedangkan pesantren sebagai lembaga, tentunya akan melakukan protocol pencegahan dengan melengkapi fasilitas pencegahan virus Corona.

Selain itu, ada suatu keyakinan di kalangan orang tua santri bahwa lebih aman tinggal di pesantren dikarenakan anak-anak santri di pesantren dibekali dengan wirid dan doa-doa. Termasuk doa pencegahan dari wabah penyakit.

Sistem pendidikan di pesantren pun berbeda dengan sekolah lain. Di pesantren mereka belajar dan hidup 24 jam dalam lingkungan terbatas. Mereka tidak berinteraksi dengan dunia luar kecuali saat liburan semester atau menjelang hari raya. Jika para santri semua dalam kondisi sehat, maka mereka sudah berada di lingkungan karantina orang-orang sehat dan tidak akan terkapar oleh virus Corona yang penyebabnya adalah penularan dari orang lain.

Berbeda dengan sistem pembelejaran sekolah biasa dengan sistem non boarding. Para siswa setiap harinya pulang pergi dari rumah ke sekolah dan sebaliknya. Sehingga dalam interaksi itu sangat potensial terkapar virus Corona. Baik saat berada di lingkungan sekolahnya, di rumahnya, maupun di luar dengan lingkungan lainya.

Kecendrungan Kebijakan Pemerintah (Pusat)
Institusi pendidikan, termasuk pesantren harus mengupdate perkembangan berita tentang virus Corona dan segala hal yang berhubungan dengannya. Baik berupa peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah, maupun beberapa peristiwa di daerah dan negara lain sebagai bahan perbandingan.

Saat ini, PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) adalah acuan yang dipakai pemerintah dan masyarakat di masa wabah Corona. Sehingga beberapa daerah membatasi masuknya warga lain ke daerah yang diberlakukannya PSBB, demikian juga sebaliknya. Di tingkat RT dan RW pun dibatasi gerak masyarakat dalam keluar masuk suatu wilayah. Bahkan shalat Jumat dan dan acara-acara yang mengundang kerumunan masa pun dilarang, seperti tabligh/ceramah, pernikahan dan rapat terbuka. Kini semuanya dilakukan via internet.

Namun dengan masa yang panjang dan tidak jelas batas waktu pembatasan ini membuat masyarakat jenuh dan bosan. Belum lagi mereka merasakan dampaknya secara ekonomi, sementara bantuan yang harusnya dipenuhi pemerintah maih menyimpan banyak masalah. Belum lagi beberapa kalangan ingin kembali melaksanakan ibadah ke masjid seperti layaknya keadaan normal, terlebih memasuki bulan Ramadhan, lalu ditambah akan tibanya hari raya Idul Fitri.
Kekecawaan mereka tembah memuncak, saat beberapa kalangan mengadakan konser terbuka hal mana terjadi berkumpulnya manusia, sehingga kebiajakan PSBB tentang social distancing, fisicly distancing terabaikan. Lebih kecewa lagi, justru sebagian pelaku dan pelaksananya adalah oknum pemerintah.

Sebelum Konser yang memancing protes masyarakat ini terjadi, pemerintah telah mewacanakan isu “Relaksasi”. Alasannya, karena kondisi ekonomi negara yang terus menurun serta macetnya sentra-sentra ekonomi. Karenanya diperlukan suasana dikembalikan sehingga perputaran ekonomi berjalan kembali. Ide ini pun mendapat banyak dikritik, terutama dari para ahli kesehatan sebagai garda terdepan dalam peperangan melawah pandemi virus Corona ini.

Terakhir, bergulir wacana “Herd Immunity” di tengah anggapan bahwa Lokcdown dan PSBB tidak berhasil diterapkan di Indonesia. Herd Immunity, adalah suatu situasi dimana manusia akan teruji imunitas masing-masing dan jika dalam populasi tertentu dapat menghentikan penyebaran penyakit. Jika ini diterapkan maka akan banyak kelonggaran-kelonggaran. WHO sendiri tidak merekomendasikan Herd Immunity ini. Namun beberapa negara seperti Swedia telah menerapkannya. Hasilnya, sebagaian tubuh populasi manusia menjadi terbiasa menghadapi virus sehingga immune-nya mampu mengatasinya. Akan tetapi para ahli medis mempredeksi cara ini akan lebih banyak korban virus Corona, terutama mereka yang memiliki daya immun yang kurang. Akibatnya rumah sakit akan dibanjiri korban virus.

Melihat kondisi ekonomi dan sosial, serta beberapa wacana perlonggaran sosial yang berasal pejabat pemerintah akhir-akhir ini, termasuk acara konser belakangann ini, agaknya cepat atau lambat, cara Herd Immunity ini akan diterapkan oleh pemerintah meskipun tidak secara langsung. Seperti isu-isu lainnya, pemerintah biasanya tetap akan melangsungkan apa yang menjadi keinginannya, seperti kenaikan harga BBM, BPJS, Pemindahan Ibu Kota dan lainnya, yang meskipun mendapat banyak kritik, tapi tetap jalan. Terlebih akibat Lokcdown dan PSBB yang dianggap menggoyang roda ekonomi.

Beberapa langah pelonggraan jika kebijakan Herd Immunity diambil ini antara lain:
  • Pelan-pelan toko, mall, transportasi akan dibuka, walau dengan protocol kebersihan/kesehatan yang tinggi
  • Pelan-pelan sekolah mulai dibuka
  • Pelan-pelan kantor dan aktifitas massal mulai diperbolehkan aktif kembali
Herd Immunity jika diterapkan akan memiliki sisi positif dan negatif. Sisi negatifnya  antara lain: (1) Akan kehilangan penduduk hampir separuh jumlah jiwa (2) Kematian massal (3) Rumah Sakit akan super kewalahan. Sedangkan Sisi positifnya: (1) Pendemi akan cepat berakhir, (2) Akan terbentuk manusia baru yang lebih kebal, beradaptasi dengan penyakit baru (3) Perekenomian tak terhambat perkembangannya

Membuka Kembali Aktifitas Pesantren
Dengan kemungkinan perkembangan kondisi yang ada, terutama pemerintah mulai melakukan pelonggran, Pesantren dapat melakukan membuka kembali aktfitas pesantrennya. Baik di wilayah merah (tingkat penyebaran sangat tinggi), kuning (tingkat penyebaran sedang), maupun hijau (tingkat penyebaran kurang). Pesantren yang berada di wilayah hijau tentunya dapat lebih mudah dan memungkinkan dibuka kembali di banding pesantren yang berada di wilayah kuning dan merah. Akan tetapi, membaca trend kebijakan yang akan diambil pemerintah pusat, maka kebijakan itu akan “melunakkan” peraturan yang diterapkan pemerintah daerah. Oleh sebab itu, pesantren perlu melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Meminta pendapat dan masukan dari para orang tua santri tentang langkah pembukaan kembali aktifitas pesantren di kondisi yang ada. Ini dapat kita minta melalui google doc atau smart phone.
  2. Pesantren selalu berkordinasi dengan perangkat dan pejabat daerah, mulai dari RT, RW, Keluarahan hingga kecamatan serta muspika. Hal itu untuk membangun kesepahaman bersama antara pihak pesantren dan pemerintah setempat. Pihak pesantren hendaknya menyiapkan segala argumentasi yang layak, atau jika diperlukan pesantren melakukan studi kelayakan terlebih dahulu. Terkait dengan pesantren dengan kondisi riil daerah, kondisi masyarakat, santri, wali santri, santri dan institusi pesantren lainnya dan melakukan komparasi dengan lembaga lain atau pusat keramaian lain yang dilonggarkan . Pesantren juga perlu meyakinkan bahwa jika dibuka kembali akan menerapkan protocol kesehatan yang standard dan ketat, meski pun pesantren masih berada di wilayah hijau.
  3. Sebelum kembalinya para santri ke pesantren, mereka diminta untuk mengecek kesehatannya terlebih dahulu 2 hari sebelum kembali ke pesantren, serta 2 pekan sebelum ke pesantren untuk tetap berada di rumah dalam keadaan sehat.
  4. Jika pesantren dibuka kembali maka Pesantren harus membuka lembaran baru dan memulai kebiasaan baru. Antara lain pola hidup dan lingkungan sehat. Ini membutuhkan semacam pembiasaan baru, selain fasilitas baru yang terkait dengan protocoler pencegahan virus. (termometer, hand sanitizer, wastapel untuk cuci tangan, sabun, alat semprot disinfectan dan lain-lain). Adapun pembiasaan baru, dapat dilakukan dengan cara terus menerus diberikan pengarahan dan penyadaran serta penerapan peraturan dan hukuman kepada para santri atau warga pesantren.
  5. Kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan  daya imun santri perlu dijadwalkan dan dilakukan secara disiplin seperti berjemur mulai jam 10.00, berolah raga setiap hari serta hanya mengkonsumsi makanan bergizi yang disediakan pesantren, baik makanan dari dapur umum maupun koperasi. Tentunya ini akan merubah jadwal jam mata pelajaran dan lainnya.
  6. Peraturan Kunjungan harus diperbaharui. Ini untuk mengurangi penularan virus yang mungkn terbawa oleh orang yang berkunjung. Jika biasanya kunjungan diperbolehkan tiap pekan atau tiap bulan, kini diubah dengan tidak diadakannya kunjungan. Lalu santri dapat bertemu dengan orang tua/tamunya hanya saat dijemput sakit yang perlu perawatan di rumah dan libur semester atau libur menjelang hari raya. Sedangkan kebutuhan uang saku dan bayaran spp dapat melalui transfer.
  7. Frekwensi piket kebersihan harus ditingkatkan, untuk memastikan kebersihan kamar, kamar mandi, masjid, lapangan, saluran air dan semua lingkungan pesantren.



Wallahu a’lam

Sabtu, 09 Mei 2020

Saya dan As-Sayid Muhammad bin Al-Alawi Al-Maliki Al-Hasani - rahimahullah.

(Mengenang Haul dan Wafatnya Beliau)

Saat Berkunjung ke Pesantren Daarul Rahman - Jakarta
Saya mengenal beliau saat beliau berkunjung ke Pesantren Daarul Rahman-Jakarta. Saat itu saya masih duduk di tingkat Tsnawiyah. Masih unyu-unyu tentunya.

Saya pun belum banyak bisa mencerna isi pidato beliau dengan bahasa Arab, karena saat itu belum banyak vocabularies yg saya hafal.

Namun kesan yg tak pernah terlupa adalah saat beliau memberi ijazah aammah kepada guru dan santri yang hadir di masjid Pesantren pada saat itu, yaitu berupa sholawat al-Fatih. Beliau menganjurkan agar dibaca setiap usai shalat fardhu sebanyak 10 kali.

Beberapa tahun kemudian menjelang saya lulus Aliyah, Kyai saya (KH. Syukron Makmun) menawarkan saya untuk belajar di pesantren As-Sayid Muhammad bin Alwi Al-Maliki di Kota Makkah. Cuma KH. Syukron Makmun, Kyai saya, sempat berkata kepada saya, “Kalau kamu kuliah/nyantren di sana, maka lulusnya terserah keputusan As-Sayid. Kalau kata As-Sayid 10 tahun, maka 10 tahun kamu baru boleh pulang, kalau 15 tahun,?ya setelah 15 tahun baru boleh pulang.”
Saya pun ceritakan hal ini kepada keluarga. Respon mereka pun diam (entah setuju atau tidak). Saya pun nunggu dipanggil kyai lagi..Namun setelah itu tidak berlanjut.

4 tahun kemudian saya malah diterima kuliah di Universitas Ummul Quro, Makkah. Disini sudah bisa diprediksi berapa tahun bisa lulus dan pulang. Karena modelnya kampus resmi atas biaya Pemerintah Arab Saudi. Namun berkahnya, saya bisa ngaji ke majlis dan rumah As-Sayid Muhammad bin Al-Alawi al-Maliki Al-Hasani yang beberapa tahun lalu saya kenal saat beliau berkunjung ke Pesantren Daarul Rahman tempat saya nyantri itu. Walaupun saya tidak ngaji rutin karena terikat dengan kampus tempat saya kuliah. Rumah dan majlis beliau berlokasi di distrik al-Rusaifah, sedangkan saya tinggal di asrama al-Aziziyah.

Kalau ngaji di rumah beliau di bulan Ramadhan, apalagi mendekati idul fitri, kami yang ngaji dapat oleh-oleh 100-300 real per orang dari tangan beliau yang memberi langsung. Fenomena ini sampai menginspirasi saya. Suatu saat kalau saya diberi rezeki lebih, akan saya ikuti jejaknya. Yaitu, yang datang belajar kepada Syaikh bukan diminta bayaran, tapi malah kami yang beri uang kepada murid seperti yang dilakukan Syeikh aa-Sayyid Muhammad itu (doa-kan ya? Suatu saat cita-cita ini tercapai......). Selidik punya selidik (tanya sana -sini) As-Sayid punya properti di Makkah yg disewakan kepada jamaah haji dan umroh, dan hasilnya diinfaq-kan untuk santri dan murid yg datang mengaji kepadanya. Masya Allah...

Ngaji di rumah as-Sayyid di bulan Ramadhan memang lebih syahdu, selain diberi persenan, sering juga majlis beliau dihadiri tokoh ulama-ulama dunia. Saya pernah ikut pengajian beliau yang saat itu dihadiri pula oleh Syeikh Ali Al-Shobuni. Penulis Tafsir “Rowa’i al-Bayan” dan “Shofwatut Tafasir”
Sedangkan salah satu ulama dari Indonesia yang dihormati dan dipersilahkan memberikan ta’limnya adalah KH. Syukron Makmun. “Saya kalau hadir di rumah beliau itu mau ngaji, saya duduk paling belakang, agar tidak keliahatan Sayid. Tapi ternyata beliau tau saya datang, saya “dipaksa” untuk memberikan sambutan atau ilmu. Padahal saya minder pidato bahasa Arab di tengah-tengah ulama-ulama arab” Kesan KH.Syukron Makmun dalam suatu obrolan bersama para alumni.

Berita wafatnya beliau, saya tidak bisa menshalatkan dan mengantarnya ke kuburan Ma’la yang ada di Kota Makkah. Saat itu Jumat 15 Ramadhan 1425 H beliau wafat. Dan saya -saat itu- sedang bertugas di Madinah membimbing jamaah umroh paket Ramadhan.

Walau hampir lupa kapan wafatnya beliau, Alhamdulillah, belakangan, saat-saat panjang menunggu bakda subuh ke syuruq di bulan Ramadhan ini, saya isi zikir dengan sholawat al-Fatih hingga 100x tiap bakda subuh ini, lalu saya terbayang wajah beliau yg pernah mengijazahkannya puluhan tahun lalu dan sayapun mendoakan beliau sambil membayangkan wajahnya, padahal sudah lama saya tidak mengamalkan sholawat itu. Sungguh..seakan beliau hadir “mengunjungi” saya di hari menjelang hari haul-nya ke-15. Hingga saya tersadar saat membaca share beberapa chat bahwa hari ini 15 Ramadhan adalah tanggal wafat beliau.

غفر الله له ورحمه رحمة واسعة..ونفعنا الله
بعلومه في الدارين..امين

Muhammad Jamhuri Asbar
Rumpin, 15 Ramadhan 1441 H

Rabu, 06 Mei 2020

Makkah Lockdown, Tapi Ramadhan ini Dia Sudah 12 kali Melaksanakan Umroh?



Sentilan-sentilun Ramadhan
Oleh :  Muhammad Jamhuri

“Alhamdulillah…. pak ustadz, berkat baca tulisan pak ustadz, akhirnya saya bisa juga melaksanakan ibadah haji dan umroh sebanyak 12 kali….…” ucap seorang jamaah yang bertamu di sela-sela obrolan panjang untuk konsultasi sebuah urusan.

“Apa…?..Kita kan gak jadi berangkat umrohnya, pak?....Makkah masih Lockdown, apalagi berhaji. ‘Kan belum datang musim haji. Minimal haji itu dimulai dari bulan Syawal.” Kata ustadz keheranan.

“Ah….masa ustadz lupa sih..? Tanya jamaah.

“Saya gak lupa… Tadinya kita mau berangkan umroh reuni kan? Bareng dengan jamaah-jamaah lain yang dulu kita pernah pergi hajian bersama?” Tanggal berangkatnya juga saya hafal. Tapi kan kita gak jadi berangkat. Gara-gara Corona. Makkah ditutup untuk ibadah umroh?.Ustadz menjelaskan.

“Ah, ustadz ini bagaimana siiih…?. Kata ustadz kita bisa melaksanakan ibadah haji dan umroh meskipun tidak berangkat ke  Makkah?” Ungkap jamaah menambah heran ustadz.

“Sebentar..sebentar…! Saya gak pernah mengatakan bahwa ibadah haji dan umroh boleh dilakukan di selain Makkah. Bahkan waktu manasik dulu, saya jelaskan, ibadah haji dan umroh di Madinah saja tidak ada dan tidak boleh. Masyair al-Haram atawa tempat pelaksanaan haji itu adanya di Makkah…Adapun di Madinah hanya ziarah ke Makam Rasulullah saw dan para sahabat serta sholat di Masjid Nabawi, bukan ibadah haji….. . Nah,.. kecuali aliran Ahmadiyah yang memperbolehkan ibadah di Lahore, Pakistan. Hmmm apakah bapak sudah jadi pengikut Ahmadiyah nih?” Tanya ustadz.

“Ustadz ini bagaimana sih? Mana mungkin saya ikut aliran sesat ustadz..? Sanggah jamaah.

“Begini ustadz…..” lanjut jamaah. “Ustadz kan pernah tulis status di Facebook, bahwa di musim Corona ini, kita bisa melaksanakan ibadah haji dan umroh, saat Stay Home. Yaitu, dengan sholat subuh di rumah, lalu habis sholat subuh, berdiam di tempat sholatnya sambil berzikir, hingga waktu syuruq, kemudian sholat berjamaah. Nah, kata ustadz, itu sama dengan melaksanakan ibadah haji dan umroh.” Jelas jamaah.

“Ohhhhh…iya..iya..  saya baru ingat.” Kata ustadz sambil kedua matanya melihat ke atas atap rumah mengingat-mengingat status yang pernah ditulisnya di Facebook.

“Waahhh, Alhamdulillah ya..? Bapak mengamalkannya ya..?. Betul, pak. Kata Nabi saw, “Barangsiapa yang sholat subuh, kemudian dia duduk berdiam di tempat sholatnya, sambil berzikir hingga waktu syuruq (terbit matahari agak tinggi) lalu shalat dua rakaat, maka dia mendapat pahala haji dan umroh, sempurna-sempurna-sempurna.” Ucap ustadz melanjutkan.

“Nah..itu dia pak ustadz….tapi, maaf, pak ustdaz, boleh Tanya?, : hadist-nya shahih gak tuh pak ustadz?” Tanya jamaah.

“Hadistnya tidak sampai ke derajat shahih, namun sudah derajat “hasan”. Tingkatannya di bawah shahih. Para ulama memperbolehkan mengamalkan hadist hasan. Hadist ini terdapat pada kitab Sunan Tirmidzzi dalam Kitab al-Sholat. Juga di kitab Tuhfah al-Ahwadzi Syarah Sunan at-Trimidzi No. 583. Al-Mubarkafuri menyebut, “Hadist ini dihasankan oleh Imam Tirmidzi.  Syaikh al-Bani pun menyebut hadist ini dalam kitab Shahih al-Jami al-Shaghir No. 6222 dari hadist Anas bin Malik.” Jelas ustadz.

“Alhamdulillah…..pak ustadz.” Ucap jamaah lega. “Tapi kira-kira, kita tetap jadi gak, umroh reuniannya..?” Tanya jamaah.

“Insya Allah, semoga saja wabah Corona ini cepat berlalu…” Harap ustadz.

“Oh ya pak ustadz, ada family teman kita yang akan ikut reuni umroh kita, tapi beliau pekan lalu keburu wafat dipanggil Allah swt. Apakah perlu di-badal-kan umrohnya gak ustadz….? Tanya jamaah lagi.

“Oh ya, umroh itu hukumnya sunnah, bukan wajib. Jika ahli warisnya mampu mengumrohkan almarhumah, maka itu lebih baik. Jika tidak pun, tidak apa-apa.  Nah, kalau keluarganya jadi pergi umroh saat musim Corona berlalu dan Makkah dibuka lagi, maka bisa sekalian mem-badalkan umroh almarhumah yang telah meninggal itu. Di sana kan kita bisa dua-tiga kali umroh? Nah di salah satunya kita dapat meng-umrohkan beliau….”. Jelas ustadz.

“Kalau badal umrohnya borongan boleh gak pak ustadz..?. Tanya jamaah.

“Maksud badal borongan itu bagaimana pak? Ustadz penasaran.

“Kita melaksanakan umroh untuk membadalkan semua keluarga kita yang telah wafat? Kakek, nenek, paman, bibi, orang tua, mertua?” Tanya jamaah.

“Haa..haa..badal umroh atau haji bukan seperti kendurian atau Tahlilan pak, yang sekali duduk dan sekali fatihah bisa kita hadiahkan kepada semua almarhum keluarga kita…. Jadi, satu amalan umroh atau haji hanya berlaku untuk satu orang almarhum atau almarhumah doang…” Jelas ustadz.

“Ohhhh..gitu ya..? Yaudah pak Ustadz, saya pamit. Alhamdulillah, konsultasi urusan kami tadi sudah selesai dijawab ustadz. Saya pamit ya pak Ustdaz. Oh ya, doian juga pak ustadz ya, sisa Ramadhan ini saya bisa istiqomah duduk berzikir abis subuh hingga waktu syuruq. Biar dapat pahala haji dan umroh nya JUMBO”. Ucap jamaah mengakhiri pembicaraannya sambil pamit berjalan menuju mobilnya.

(Rumpin, 6 Mei 2020)