Oleh: Muhammad Jamhuri
Pada tanggal 1 – 5 Nopember 2021 yang lalu, para pengasuh pesantren yang merupakan alumni Pondok Pesantren Daarul Rahman dan tergabung dalam Forum Kerjasama Antar Pesantren Alumni Daarul Rahman (FORMADA) mengadakan perjalanan Tour Napak Tilas bersama Syaikhuna KH. Syukron Makmun ke Jawa dan Madura. Tour perjalanan diisi dengan berziarah ke makam para wali dan ulama, kunjungan ke Pondok Pesantren Sidogiri sebagai pesantren almamater Syiaikhuna, serta berkunjung ke rumah kelahiran beliau di Sampang, Madura.
Hampir semua peserta yang tediri dari para pengasuh pesantren itu merasa
terkesan dengan kegiatan Tour Napak Tilas yang untuk pertama kalinya diadakan
tersebut. Banyak kisah kesan-baik yang disampaikan oleh para peserta, baik
secara langsung maupun melalui akun medsos masing-masing.
Dalam kesempatan ini, saya mencoba menulis catatan perjalanan tersebut dari
sisi metode dakwah yang bagi saya – sangat berkesan – dalam tour tersebut.
Dakwah Syaikhuna KH.Syukron Makmun, ternyata bukan hanya terbatas pada ceramah
dan pidato saja, namun dalam sikap, tindak tanduk, pergaulan, obrolan, semuanya
tidak terlepas dari konten dakwah.
Berikut catatan dakwah Tour Napak Tilas bersama Syaikhuna KH. Syukron
Makmun:
Dakwah Dengan Edukasi Ziarah
Umumnya, saat berziarah, Tour Leader (Pemimpin Perjalanan) jarang
meng-edukasi jamaahnya atau pesertanya dalam hal tatacara berziarah. Namun Syaikhuna
KH. Syukron Makmun selain memimpin zikir dan doa ziarah, beliau juga
mengedukasi para penziarah dengan baik, agar pelaksanaan ziarah tidak
menyimpang dari ajaran Islam, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang awam.
Karena beliau juga mengakui masih ada umat Islam yang salah dalam tata cara
berziarah. “Ziarah itu diperintahkan Nabi saw, maka jika ada kesalahan dari
sebagian umat dalam berziarah, bukan ziarahnya yang harus dilarang, tapi berilah
pemahaman yang benar tentang cara berziarah”. Ujarnya. Seakan Syaikhuna KH.
Syukron Makmun ingin meluruskan sikap pihak yang melarang tradisi ziarah di
satu sisi dan pihak yang mengamalkan ziarah namun sudah keluar dari tuntunan
syariat Islam di sisi lain.
Di antara edukasi ziarah yang beliau sampaikan adalah:
- Ziarah itu dahulunya pernah dilarang oleh Nabi saw, namun kemudian malah diperintahkan beliau. Nabi saw bersabda, “Dahulu aku pernah melarang kalian berziarah kubur, namun kini silakan kalian berzaiarahlah” (Al-hadist)
- Saat
ziarah niatkanlah dalam rangka melaksanakan perintah Nabi Muhammad saw seperti
tersebut dalam hadist di atas
- Berziarah
itu mendo’akan ahli kubur, bukan meminta-minta kepada ahli kubur
- Saat
akan beziarah, pasanglah niat ikhlas karena Allah dan karena mencintai para
wali dan orang shalih yang dicintai Allah swt. Mencintai hamba Allah yang dicintaiNya
dengan menziarahi dan mendoakannya adalah mendatangkan cinta Allah kepada kita
sebagai penziarah.
- Bertawassul
dengan rasa mencintai hamba yang pernah dicintai Allah dari kalangan ulama dan
wali Allah adalah mubah dan bahkan diperintah.
- Bertawassul dengan amal shalih yang kita lakukan dalam memohon hajat juga diperbolehkan. Sebagai contoh, setelah mendoakan orang sholih yang berada dalam makam lalu berdoa, “Ya Allah, dengan amal sholeh yang kami lakukan berupa berziarah ke makam wali dan hamba yang Engkau cintai ini, maka kabulkanlah permohonan ku ini dan itu....”. Amalan bertawassul dengan amal ini sesuai dengan hadist kisah tiga orang yang terjebak dalam gua tertutup, lalu masing-masing bertawassul dengan amal sholih masing-masing sehingga batu yang menutup gua pun terbuka.
Dakwah Dengan Kisah Sejarah
Syaikhuna KH. Syukron Makmun bukan sekedar memimpin doa dalam setiap
ziarahnya, namun beliau juga mampu menceritakan sejarah setiap waliyullah yang
beliau ziarahinya. Baik saat berziarah ke Makam Sunan Gunung Jati di Cirebon maupun
Sunan Ampel di Surabaya. Bahkan beliau dengan lancarnya menyebut silsilah
keturunan para wali tersebut, yang saya saja tidak mampu menghafalnya. Beliau
bercerita dan dan menggambarkannya bagaikan sedang melihat film. Termasuk sejarah
perjuangan dakwah para Wali Allah di Tanah Pasunda (Jawa Barat) yang dilakukan
Sunan Gunung Jati yang bernama asli Syarif Hidayatullah maupun perjuangan dakwah
Sunan Ampel di pulau Jawa yang melahirkan sistem pendidikan tertua di Indonesia
yang bernama PESANTREN.
Berdakwah dengan kisah-kisah sejarah ini dapat mengajak pendengarnya
mengerti sejarah perjuangan para waliyullah di Nusantara sehingga dapat melahirkan
kecintaan kepada tanah air dan tokoh-tokohnya.
Mayoritas para ulama dan pimpinan pesantren mengenal sejarah Islam yang terjadi
di Timur Tengah, bahkan hingga ke Turki.
Namun minim sekali mengenal sejarah perjuangan ulama di Tanah Air. Dengan
menceritakan sejarah para wali Allah dan ulama yang berjuang dan berdakwah di
Tanah Air ini akan membangkitkan semangat mempelajari sejarah mereka kembali.
Sehingga tali perjuangan para ulama akan tetap diwariskan oleh ulama generasi
zaman sekarang.
Dakwah Dengan Kisah Pribadi
Dakwah dengan cara ini terjadi saat Syaikhuna KH. Syukron Makmun memimpin
ziarah ke makam orang tua beliau di daerah Sampang-Madura. Baik sebelum membaca
zikir-zikir ziarah di sini maupun setelah ziarah, beliau banyak menceritakan
kisah hidup beliau di masa kecil dan kaitannya dengan kedua orang tua beliau saat
itu.
Beliau bercerita bahwa sejak kecil beliau selalu membantu orang tuanya.
Setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah beliau membantu ibunya berbelanja
kebutuhan dapur di pasar. Saat itu beliaulah yang belanja ke pasar, sedangkan
ibu tetap di rumah. “Saya selalu ingin menyenangkan kedua orang tua” katanya
menceritakan motto hidupnya. “Makanya saya sering menasehati para santri setiap
menjelang liburan agar mereka saat libur di rumah harus berusaha menyenangkan
kedua orang tua.” Tambah beliau.
Sedangkan dengan ayah, beliau selalu mengikuti kebiasaan ayah. Antara lain
selalu melaksanakan shalat lima waktu berjamaah, hingga dengan wirid-wiridnya.
Beliau bercerita bahwa ayahnya setiap usai sholat subuh di masjid tidak
langsung pulang ke rumah. Tetapi berzikir hingga datang waktu syuruq, kemudian
sholat syuruq, baru kemudian pulang menuju rumah. “Wirid yang sering dibaca selepas
subuh hingga menjelang waktu syuruq adalah ‘Ya Arhamar Rohimin Irhamna’” ujar
KH. Syukron Makmun.
Beliau juga bercerita bahwa sejak remaja bahkan masih berada di pesantren
beliau sudah berdakwah ke mana-mana, terutama di daerah Jawa Timur dan Madura.
Metode dakwah dengan bercerita biografi beliau seperti ini tentu saja
memberi pelajaran dan kesan yang mendalam pada pendengarnya. Pantaslah beliau
kini menjadi tokoh yang kharismatik dan disegani, karena sejak kecil telah
terbiasa dengan amalan dan kegiatan yang mendatangkan keberkahan dalam hidupnya.
Bahkan keberkahan itu turun kepada para santri dan alumni pesantrennya.
Dakwah Dengan Kunjungan
Bercerita saja tanpa melihat tempat kejadian peristiwa (TKP) tentu saja
terasa kurang pengaruhnya. Namun jika cerita itu dilakukan di lokasi kejadian,
maka akan lebih terasa dalam menghayati sebuah cerita. Hal ini dirasakan saat
Syaikhna KH.Syukron Makmun mengajak kami ke pesantren Sidogiri tempat beliau
menimba ilmu di masa remajanya. Pesantren tertua di Tanah Air itu, kini sudah
memiliki santri yang jumlahnya ribuan. Pertanda bahwa pesantren itu tidak lapuk
dimakan zaman. “Pimpinan pesantren ini sekarang sudah keturunan yang ketiga,
waktu saya nyantri di sini, beliau dahulu masih anak kecil, dan itu sudah 64 tahun
lalu” ujar KH. Syukron Makmun.
Meski semua bangunan sudah banyak direnovasi dan bertingkat, namun ada satu
bangunan yang dibiarkan dan masih utuh asli seperti pada masa 64 tahun lalu,
yaitu asrama yang didiami Syaikhuna KH. Syuron Makmun. Di sana beliau
memunjukkan tempat tidur beliau, dan bercerita sambil meneteskan air mata
mengenang masa-masa menununtut ilmu di pesantren tersebut. Tidak sedikit kami
pun ikut meneteskan air mata saat beliau bercerita di depan kamar yang menjadi
tempat tidur beliau masa itu.
Dengan melihat luas kamar yang hanya berukuran sekitar 3x4 m dengan isi
santri sekitar 15 orang saja, kami merasa tersentuh. Kami berpikir jika hal ini
diterapkan di pesantren kami, mungkin banyak orang tua yang komplain dengan
fasilitas yang sangat sederhana itu.
Namun meskipun sangat sederhana, pesantren ini telah melahirkan banyak
ulama, antara lain KH. Idrus Ramli dan KH. Syukron Makmun itu sendiri. Di
samping itu pesantren ini pun merajai mini market dengan merk BASMALAH di wliayah
Jawa Timur dan Madura. Di Madura sendiri kami nyaris tidak melihat mini market
lain, selain mini market “Basmalah” milik pesantren Sidogiri ini.
Metode berdakwah dengan kunjungan ke lokasi sejarah adalah efektif untuk
memberikan pengaruh kepada mad’u (objek dakwah). Tidak heran jika para jamaah
haji atau umroh yang berkunjung ke tempat-tempat bersejarah di dua kota suci
Makkah dan Madinah mendapat hidayah sepulangnya dari Tanah Suci.
Dakwah Dengan Sanad
Tidak dapat dipungkiri, bahwa saat Syaikhuna KH. Syukron Makmun membawa
kami para rombongan berziarah ke makam para pendiri pesantren Sidogiri, itu
berarti telah menyambungkan kami (para rombongan) dengan mata rantai (sanad) para guru
beliau. Terutama guru-guru yang pernah mengajar beliau di Pesantren Sidogiri
ini. Sehingga sanad pendidikan yang diterima oleh para santri dari Syaikhuna
semakin jelas dan matang.
Selain itu, beliau juga secara langsung memberikan ijazah Hizb Nashor
kepada seluruh pesera Ziarah dan Napak Tilas saat itu, sesuatu yang jarang
beliau lakukan di pengajian atau ceramah umum.
Beliau pun bercerita, bahwa beliau telah mendapat ijazah dari Syeikh Sayyid
Muhammad Alwi Al-Maliki, ulama ahlussunnah wal jamaah yang tinggal di kota suci
Makkah. Bahkan beliau dipakaikan sorban langsung oleh Sayyid Muhammad saat
berada di Makkah dan telah diijazahkan semua buku-buku dan wirid karya beliau
Demikianlah catatan dakwah Napak Tilas Syaikhuna KH. Syukron Makmun yang
dapat saya ulas. Semoga tulisan ini bermanfaat dan semoga kami para santri dan
jamaah beliau selalu diberikan limpahan keberkahan dari doa-doa para guru kami.
Semoga juga beliau dan para guru kami selalu dilimpahkan keberkahan dan
kebahagian, baik di dunia maupun di akhirat.