Minggu, 31 Maret 2019

Ini Masalah Keberpihakan


Taujih Pemenangan

Dalam surat Al-Fatihah, Allah swt membagi kelompok umat-umat agama samawi kepada tiga kelompok, yaitu kelompok “An’amta Alaihim” (orang-orang yang engkau beri nikmat/kaum mukminin), kelompok “Al-Maghhdhubi Alaihim” (Orang-orang yang dimurkai Allah/kaum Yahudi), dan kelompok “Al-Dhollin” (Orang-orang yang sesat/kaum Nasrani). Dari tiga kelompok itu, Allah swt mengarahkan kita agar selalu berada di jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang diberi ni’mat (shirotol ldazina an’amta alaihim).

Dalam awal surat al-Baqarah, Allah swt memperluas pembagian kelompok manusia, yaitu bahwa manusia terbagi kepada tiga kelompok; pertama kelompok Muttaqien (orang-orang yang bertaqwa) pada ayat 1-5. Kedua, kelompok Kafirin (orang-orang kafir) pada ayat 5-7. Dan Ketiga kelompok Munafiqin (orang-orang Munafiq) pada ayat 8-20. 

Sebagaimana pada surat al-Fatihah yang bersisi anjuran agar berada dan berpihak di jalan orang-orang yang Allah beri nikmat. Demikian juga dalam surat Al-Baqarah terdapat pesan tersirat, agar kita berpihak kepada kelompok orang-orang yang bertaqwa yang tipe dan sifatnya disebut di awal surat al-Baqarah. Terlebih pada saat manusia kebingungan tentang sosok personal atau kelompok yang disebut kelompok muttaqien, Allah swt mendatangkan surat Ali Imron (keluarga Imron), untuk menegaskan bahwa salah satu contoh personal dan kelompok orang-orang bertaqwa adalah Imron dan keluarganya.

Jadi dari tiga kelompok penganut agama samawi dalam surat al-Fatihah, Allah swt telah berpesan agar kita selalu bersama dan berpihak dengan kelompok orang-orang yang diberi nikmat. Yaitu berada di jalan para nabi, orang-orang sidiq (jujur), para syuhada, dan orang-orang sholeh. Sebagaimana firman Allah swt:

وَمَنْ يُطِعْ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُوْلَئِكَ رَفِيقًا

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. Am-Nisaa: 29)

Dalam surat al-Baqarah pun Allah swt memberi pesan tersirat agar kita menjadi dan berpihak kepada orang-orang bertaqwa. Itulah sebabnya Allah menceritakan pigur orang bertaqwa melalui kisah Ali Imron (keluarga Imron) pada surat berikutnnya. Allah melarang kita menjadi kafir atau munafiq dan berpihak kepada mereka. Bahkan Allah menjelaskan lebih panjang sifat-sifat orang munafiq, agar lebih dikenal karena kemiripan mereka dengan orang-orang mukmin.

Saudara, idealnya kita menjadi orang yang beriman dan muttaqien yang akan diberi nikmat oleh Allah swt. Jika tidak sederajat dengan mereka, maka setidaknya kita bersama mereka atau berpihak kepada mereka. Dan tidak berpihak apalagi membantu kelompok kafirin, munafiqin dan kelompoknya seperti kaum sekuler, liberal, pegiat LGBT, penista agama, kaum Yahudi dan Nasrani. Terlebih dalam menentukan pemimpin bagi suatu bangsa dan umat. Karena Nabi saw menegaskan bahwa manusia tergantung pada agama temannya. Jika seorang teman saja bisa mempangaruhi agama orang lain, terlebih dengan seorang pemimpin yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat banyak yang dipimpinnya?.

Semangatlah terus bersama kaum mukminin yang istiqomah. Tetaplah berpihak kepada orang-orang yang dicintai Allah dan mengibarkan panji-panji kebenaran, meskipun hanya satu suara yang kita bisa sumbangkan untuk kemenangan ahlul haq.

Ingat kisah burung kecil dan cecak di zaman Nabi Ibrahim as. Saat beliau dibakar oleh raja Namruzd dengan api yang berkobar-kobar, burung kecil itu bolak baik membawa air dengan paruhnya yang kecil mungil sambil menyiramkan air tersebut ke kobaran api yang sedang membakar Nabi Ibrahim as. Seekor cecak yang melihat perilaku burung itu berkata,”Hai burung, apa gunanya setetes air yang kau bawa di paruhmu disiramkan kepada api besar yang berkobar itu? Percuma saja, air itu tak akan memadamkan api itu.” Sang burung kecil menjawab, “Aku lakukan setidaknya Allah akan menyaksikan, di pihak manakah aku berada? Di pihak Namrudz karena aku tidak berbuat apa-apa menolong Ibrohim as atau aku di  pihak Ibrahim karena aku telah berbuat untuknya semampu ku?”

Saudara, satu suara kita akan menentukan catatan Allah swt, dimanakah kita berpihak? Apalagi jika setiap kita bergerak untuk mengajak orang lain agar mereka berada di pihak kelompok orang-orang yang dicintai Alllah swt.

Wallahu a’lam

Rumpin, 31 Maret 2019

Muhammad Jamhuri

Sabtu, 30 Maret 2019

Politisi Yang Da’i dan Solusi Segala Krisis


Taujih Pemenangan

Sudah kita mafhum bersama, bahwa Islam adalah manhaj (pedoman) hidup. Politik adalah bagian kecil dari sistem kehidupan manusia. Karena itu, bidang politik adalah bagian kecil dari keluasan ajaran Islam yang kompehensif. Islam hadir untuk memberi solusi bagi segala krisis kehidupan manusia, baik individu, masyarakat, negara, bahkan dunia dan akhirat.

Para Nabi diutus oleh Allah swt bertujuan untuk mengatur kehidupan. Sebagian mereka bahkan diutus menghadapi kepala-kepala negara yang berbuat lalim. Untuk memberi peringatan agar kembali ke jalan Allah dan tidak merugikan manusia. Sebagian lagi ada yang dijadikan pemimpin negara. Meski demikian, misi mereka sama, yakni memberi peringatan dan kabar gembira. Dengan demikian, baik sebagai pemimpin dan raja, atau sebagai rakyat, fungsi mereka sama sebagai da’I yang mengajak kepada jalan Allah dan menjauhi sikap yang dapat merugikan manusia.

Politisi adalah orang yang terjun dalam bidang politik, baik langsung atau tidak langsung. Dan semua politisi bertujuan baik, yaitu ingin berperan memperbaiki negeri, dan memberi manfaat kepada manusia. Jika dilihat dari sisi tujuan ini, maka misi mereka sama, yakni mengajak kepada kebaikan dan memberi solusi dari segala kerugian.

Tapi, tahukah Anda, apa solusi utama yang ditawarkan oleh para Nabi saw dalam memperbaiki kondisi masyarakat dan negara dari segala macam krisis?. Solusi dari segala krisis adalah “ibadah”. Yakni tunduk dan mengabdikan diri pada Allah swt. Perhatikan ayat-ayat al-Quran di bawah ini:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنْ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
"
 Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut" (QS. An-Nahl: 36)

Jadi, seluruh Rasul yang diutus ditujukan untuk mengajak manusia kepada ketundukan dan kepatuhan kepada hukum Allah.


  • Solusi bagi kaum Tsamud yang membangun bangunan-bangunan megah dari gunung-gunung serta infrastruktur, namun kekayaan hanya berputar pada sembilan konglomerat (rohtin) besar dan memecah belah bangsa adalah beribadah (mengabdikan diri) pada Allah dan patuh pada aturanNya.

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا إِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا أَنْ اعْبُدُوا اللَّهَ فَإِذَا هُمْ فَرِيقَانِ يَخْتَصِمُونَ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus kepada (kaum) Tsamud saudara mereka Shaleh (yang berseru): "Sembahlah Allah." Tetapi tiba-tiba mereka (jadi) dua golongan yang bermusuhan (QS. An-Naml: 45)
  

  • Solusi dari kesalahan dan kerancuan konsep teologi ketuhanan kaum Bani Israil:

مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلَّا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنْ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ وَكُنتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ      
(Isa as bekata): “Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka.” (QS. Al-Maidah : 117)


  • Solusi sistem ekonomi bagi kaum Aad yang sombong dengan perdaban bangunannya yang megah-megah:

وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ            
Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah”. (QS. Al-A’raf: 65)


  •  Solusi sistem ekonomi bagi kaum Madyan  yang melakukan kecurangan dan tipu daya dalam jual beli:

وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ فَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا 
النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ

Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu'aib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, (QS. Al-A’raf: 85)


  • Solusi bagi krisis penyimpangan seksual dan LGBT

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ الْعَالَمِينَ

"Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (homosksual) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" (QS. Al-A’raf: 80)

Saudara, kita menjadi politisi bukan sekedar ingin mendapat kedudukan jabatan, tetapi kita menjadi politisi adalah dalam rangka melanjutkan tugas kenabian, berdakwah dan mengajak manusia ke jalan Allah serta melakukan perbaikan di atas muka bumi. Adakah tugas yang lebih mulia selain mengajak kepada perbaikan? Itulah tugas para Nabi, dan itu pula tugas kita menjadi politisi. Jadilah politisi yang da’i yang menawarkan solusi dari segala macam krisis bangsa dan negara. Setidaknya, jadilah pembela dan pendukungnya.

Wallahu a’lam bis showab

Rumpin, 30 Maret 2019

Muhammad Jamhuri

Kamis, 28 Maret 2019

Memperjuangkan Nilai


Seri Taujih Pemenangan

Ada pertanyaan, mengapa kaum Yahudi saat berdoa di tembok ratapan sangat khusyuk? Mengapa kaum komunis dan Atheis bersungguh-sungguh  memperjuangkan ajaran-ajarannya? Mengapa orang liberal bersemangat memperjuangkan nilai-nilainya? Jawabnya adalah karena mereka di jalan kebatilan, di jalan yang salah, bahkan di jalan setan. Mereka dibiarkan dan tidak diganggu oleh setan. Karena setan tahu apa yang mereka lakukan dan perjuangkan itu adalah nilai-nilai kebatilan yang sama dengan visi-misi dan tujuan setan. Bahkan setan menghiasi perbuatan buruk mereka seakan baik dan benar. 

Sedangkan seorang muslim atau mujahid (pejuang), selalu diganggu dan dihalang-halangi oleh setan. Oleh sebab itu, saat akan atau sedang melaksanakan shalat atau mengaji maka terasa berat, tidak khusyu’ dan bermalas-malasan. Apalagi dalam memperjuangan nilai-nilai kebenaran Islam, maka setan dan bala tentaranya selalu menghalaginya, baik dari dalam diri maupun dari luar. Itulah sebabnya, pejuang-pejuang kebenaran lebih berat dalam melaksanakan perjuangannya dari pada pejuang kebatilan. Perlu ketekunan, doa, kesabaran dan keistiqomahan. Allah swt berfirman:

لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيبًا وَسَفَرًا قَاصِدًا لَاتَّبَعُوكَ وَلَكِنْ بَعُدَتْ عَلَيْهِمْ الشُّقَّةُ

Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka  (QS. At-Taubah: 42)

Perjuangan menegakkan keadilan dan kebenaran adalah perjuangan yang jauh, penuh onak duri dan rintangan. Seandainya perjuangan ini dihampari permadani lembut dan limpahan harta, pastilah Nabi saw dan para sahabatnya tidak perlu berpayah-payah berjuang karena akan menarik hati setiap orang. Namun perjuangan ini membutuhkan kekuatan iman dan kesabaran serta keistiqomahan.

Namun, jika kita membaca ayat lain, maka kita akan mengetahui bahwa sebenarnya jika kita merasakan lelah, payah dan kejengkelan dengan perilaku jahat dan curang mereka, sebenarnya mereka pun kesal dan jengkel dengan perjuangan kita yang lurus, santun, rapi dan kompak. Perhatikan firman Allah swt:

وَلَا تَهِنُوا فِي ابْتِغَاءِ الْقَوْمِ إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنْ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar (menghadapi) mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.  (QS.An-Nisaa: 104)

Capeknya sama, kesalnya sama, gregetnya sama. Akan tetapi yang membedakan adalah “nilai” yang diperjuangkan. Yang membedakan kita dengan mereka adalah “value”.
وَتَرْجُونَ مِنْ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ

“Sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan

Tujuan kita adalah ridho Allah dan kebahagiaan yang kekal di sisiNya, sedang tujuan mereka adalah hanya bersifat duniawi saja.

Bahkan jika kita berjuang dengan bersungguh-sungguh dan tidak kenal lelah karena Allah, maka Allah akan memasukkan ke dalam hati musuh rasa “ru’b” (kepanikan), sehingga sebenarnya secara mental, mereka sudah meraskan bonus siksa di dunia. Allah swt berfirman:

إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ

(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman." Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan (kepanikan) ke dalam hati orang-orang kafir (QS. Al_Anfal: 12)

Saudara, Kita patut bersyukur kepada Allah swt berada dalam hidayahNya, juga berada dalam jalan perjuanganNya. Maka sebagai tanda syukur kepadaNya, kita harus memperjuangkan nilai-nilai Nya dengan bersungguh-sungguh. Karena rasa syukur yang diaplikasikan dengan menjaga dan memperjuangkan nilai-nilai ajaranNya, akan melahirkan bertambahnya nikmat Allah. Nikmat itu berupa baldatun toyyibatun wa robbun ghafur, negara dan pemerntahnya yang akan menegakkan keadilan, kesejahteraan dan ketentraman. Nikmat itu bukan hanya dirasakan oleh kita saja. Tetapi juga akan dirasakan oleh anak cucu bangsa kita nanti.

Wallahu a’lam bis showab

Rumpin, 28 Maret 2019

Muhammad Jamhuri

Rabu, 27 Maret 2019

Kedahsyatan Silaturrahim Dalam Jihad Siayasi


Seri Taujih Pemenangan

Tidak diragukan lagi, silaturrahim atau kunjungan adalah cara efektif dalam jihad siyasi, terutama dalam mendapatkan dukungan dan suara. Berbagai survey membuktikan, bahwa keberhasilan dan kesuksesan seorang calon atau partai adalah banyak ditentukan oleh silaturrahim dan kunjungan. Ia menempati 70% penentu keberhasilan. Selebihnya seperti iklan, spanduk, baleho, media hanya menempati 30 % saja. . Dari 70 % di atas, 70%nya ditentukan oleh silaturrahim/kunjungan langsung calon atau kandidat ke masyarakat, dan 30%nya ditentukan oleh kunjungan tim sukses-nya. Karena itu, seorang kandidat harus banyak dan sering-sering berkunjung kepada masayarakat.

Dalam Islam, silaturrahim mempunyai kedudukan yang sangat tinggi. Kata “rahim” pada kata itu menjadi nama sifat Allah, Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Rasulullah saw sendiri menjamin orang yang rajin bersilaturrahim dengan turunnya keberkahan usia dan keberkahan rezeki. Sebagaimana sabda beliau saw:

 من احب ان يبسط له في رزقه وان ينسأ له في اثره فليصل رحمه

Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan usianya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturrahim.

Rasulullah saw juga mengancam siapa saja yang memutuskan silaturrahim dengan ancaman tidak dimasukkan ke dalam surga

لا يدخل الجنة قاطع الرحم

Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali silaturrahim.

Dalam kontek jihad siyasi, silaturrahim juga dapat menyerap aspirasi masyarakat, melihat langsung kondisi ril dan kebutuhan serta masukan masyarakat. Berbeda dengan kandidat yang hanya mengandalkan uang risywah (sogok) dan baleho-baleho besar. Selain berdosa, maka jikapun ia terpilih sebagai pemimpin, maka ia tidak banyak dan tanggap dengan kebutuhan dan kondisi pemilihnya. Sehingga masyarakat pemilihnya tidak diperhatikan kecuali hanya lima tahun sekali menjelang pemilu berikutnya.

Dalam kontek Sosio-psikologi, silaturrahim melahirkan ikatan persaudaraan. Bahkan sebagian masyarakat merasa diperhatikan dan bangga telah dikunjungi oleh orang yang akan atau telah menjadi pejabat. Kebanggan ini akan mendorong mereka menjadi loyalis, bahkan mungkin mereka mengajak saudara dan teman-temanya untuk ikut bersama mengenalkan kandidat atau partai yang mengusung kandidat. Bahkan dengan silaturrahim, akan bertambah pertemanan di tengah masyarakat sehingga negara menjadi kuat.

Dalam kontek ekonomi, silaturrahim juga dapat melebarkan jaringan bisnis. Ia juga dapat saling bertukar informasi tentang peluang-peluang bisnis baru. Dalam jangka panjang, silaturrahim juga dapat memperkuat ekonomi umat Islam.

Orang atau kelompok masyarakat yang paling berhak untuk dikunjungi atau disilaturrahimi adalah para tetangga kita. Tetangga adalah orang yang bertempat tinggal dekat dengan rumah kita sebanyak 40 rumah dari rumah kita, baik arah kanan, kiri, depan, belakang, atas dan bawah rumah kita. Jika kita tinggal di apartemen lantai 41 misalnya, maka orang yang tinggal di lantai 1-40 adalah juga tetangga kita. Merekalah tetangga yang harus kita kunjungi.

Jika saja calon atau kandidat bersama para tim sukses dan kader-kader partainya mengunjungi para tetangga masing—masingnya, bukan mustahil, keberkahan kemenangan akan diraihnya. Apalagi jika silaturrahimnya di perluas ke wilayah lainnya.

Sebagai kandidat yang diusung partai Islam, yang menjunjung tinggi ajaran sunnah Nabi saw, sudah sepatutnya setiap kandidat, timses dan kader partainya untuk menggalakkan silaturrahim ini. Dan jangan lupa untuk selalu meluruskan niat ibadah dalam segala aktifitasnya. Karena niat ikhlas adalah energi yang kuat dan besar dalam melakukan segala aktifitas positif, Ketahuilah Allah dan Rasul-Nya serta umat Islam akan selalu melihat dan menilai kinerja dan aktifitas kita.

وَقُلْ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu,(QS. At Taubah: 105)

Wallahu a’lam

Rumpin, 27 Maret 2019

Muhammad Jamhuri