Seri Taujih Pemenangan
Kata “Ahzab” adalah bentuk jama’ (plural) dari kata “hizb”
yang secara harfiyah bisa diartikan “golongan”. Dalam kontek bahasa modern, “hizb”
juga diartikan dengan makna “partai”. Ahzab –dengan demikian- dapat diartikan
gabungan atau koalisi partai-partai.
Dalam sejarah, ada peperangan bernama perang ahzab, atau
ghozwah al-Ahzab. Kata “Al-Ahzab” sendiri menjadi nama sebuah surat dalam
al-Quran, yaitu surat Al-Ahzab yang isi kandungannya banyak menceritakan
situasi perang Ahzab. Selain disebut perang Ahzab, dalam literature sejarah
Islam perang ini juga dinamakan dengan Perang Khandaq. Di namakan perang
Khandaq, karena pasukan muslimin menggunakan stategi perang yang belum dikenal
sebelumnya oleh bangsa Arab, yaitu
strategi perang dengan membuat parit besar agar pasukan musuh tidak
dapat maju menyerang pasukan secara langsung, tapi harus melewati parit yang
dalam dan besar. Maka, perang ini
disebut Perang Parit atau Perang Khandaq, selain sebutan Perang Ahzab (Koalisi).
Strategi Parit ini lahir atas ide Salman al-Farisi, sahabat Nabi
saw yang berasal dari negeri Persia. Negeri yang pendudukanya beragama Majusi
penyembah api. Pasukan kaum Muslimin saat itu hanya berjumlah 3000 orang.
Sedangkan pasukan koalisi kafir berjumlah 10.000 orang. Pasukan koalisi (Ahzab)
terdiri dari suku Quraisy, suku Gothofan, bangsa Yahudi serta suku-suku kecil
Arab lainnya. Mereka menyerbu Madinah. Namun mereka kaget saat melihat ada
parit yang besar, dalam, dan panjang yang menghambat penyerbuan mereka ke dalam
Madinah. Singkat cerita, mereka gagal.
Sedikitnya ada dua sebab. Pertama,timbulnya perpecahan
dan saling tidak percaya di antara unsur-usnsur dalam pasukan koalisi. Dan
kedua, kiriman pertolongan Allah berupa angin
kencang di musim panas yang memporak-porandakan sebagian besar kemah-kemah
mereka.
Yang unik dari kisah ini, yaitu saat Nabi saw dan para sahabat
bergotong royong menggali parit (khandaq), saat itu linggis sahabat membentur
tanah keras, lalu Nabi Saw membantunya. Namun Nampak kilatan saat linggis
dihentakan ke tanah keras itu. Lalu Nabi saw berkata kepada para sahabat , “Tahukah
kalian, tanda apa itu? Itu adalah tanda kita akan mengalahkan negeri Romawi”.
Kemudian saat melanjutkan pekerjaan, kembali menemukan peristiwa yang sama.
Nabi saw kembali berkata kepada para sahabat, “Tahukah kalian, pertanda apa
itu? Itu adalah tanda kita akan mengalahkan Persia”.
Saudara, di tengah-tengah serbuan pasukan koalisi itu, dan
jumlah pasukan muslim yang lebih sedikit dibandingkan pasukan musuh, serta persediaan
logistik yang terus berkurang, justru Rasulullah saw menanamkan sikap optimis
kepada para sahabatnya. Seakan beliau memberi pesan, “jangankan pasukan koalisi
gabungan suku-suku itu akan menhancurkan kita, malah sebaliknya kita akan
sanggup mengalahkan dua negara super power nanti”. Kenyataannya, di era khalifah Umar bin Khattab
sabda Nabi saw terbukti adanya.
Inilah yang harus
dimiliki oleh para pejuang. Dan itulah yang terus diperjuangkan oleh para
Founding Father kita selama 3,5 abad lamanya. Tanpa punya jiwa optimis,
mustahil negara Indonesia ini lahir dan merdeka.
Serorang warga Palestina pernah ditanya oleh wartawan Indonesia,
“Mengapa warga Palestina tidak keluar saja dari Palestina menghindari hidup
yang sulit dan serangan-serangan dari Israel?”. Warga Palestina ini menjawab, “Justru
kami belajar dari kalian bangsa Indonesia, yang terus berjuang meski telah
dijajah ratusan tahun.”
Kita adalah bangsa yang memiliki daya juang tinggi, kita
harus optimis bahwa negara ini akan kembali beratabat, manidiri, dan jauh dari
tekanan bangsa-bangsa lain. Kita mampu membawa negara ini bebas dari hutang.
Itu terjadi jika kita bersikap optimis dan terus berjuang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar