Sabtu, 23 Maret 2019

Tetap Optimis Di Tengah Tekanan Kelompok Ahzab (Koalisi)


Seri Taujih Pemenangan

Kata “Ahzab” adalah bentuk jama’ (plural) dari kata “hizb” yang secara harfiyah bisa diartikan “golongan”. Dalam kontek bahasa modern, “hizb” juga diartikan dengan makna “partai”. Ahzab –dengan demikian- dapat diartikan gabungan atau koalisi partai-partai.

Dalam sejarah, ada peperangan bernama perang ahzab, atau ghozwah al-Ahzab. Kata “Al-Ahzab” sendiri menjadi nama sebuah surat dalam al-Quran, yaitu surat Al-Ahzab yang isi kandungannya banyak menceritakan situasi perang Ahzab. Selain disebut perang Ahzab, dalam literature sejarah Islam perang ini juga dinamakan dengan Perang Khandaq. Di namakan perang Khandaq, karena pasukan muslimin menggunakan stategi perang yang belum dikenal sebelumnya oleh bangsa Arab, yaitu  strategi perang dengan membuat parit besar agar pasukan musuh tidak dapat maju menyerang pasukan secara langsung, tapi harus melewati parit yang dalam dan besar.  Maka, perang ini disebut Perang Parit atau Perang Khandaq, selain sebutan Perang Ahzab (Koalisi).

Strategi Parit ini lahir atas ide Salman al-Farisi, sahabat Nabi saw yang berasal dari negeri Persia. Negeri yang pendudukanya beragama Majusi penyembah api. Pasukan kaum Muslimin saat itu hanya berjumlah 3000 orang. Sedangkan pasukan koalisi kafir berjumlah 10.000 orang. Pasukan koalisi (Ahzab) terdiri dari suku Quraisy, suku Gothofan, bangsa Yahudi serta suku-suku kecil Arab lainnya. Mereka menyerbu Madinah. Namun mereka kaget saat melihat ada parit yang besar, dalam, dan panjang yang menghambat penyerbuan mereka ke dalam Madinah. Singkat cerita, mereka gagal. 

Sedikitnya  ada dua sebab. Pertama,timbulnya perpecahan dan saling tidak percaya di antara unsur-usnsur dalam pasukan koalisi. Dan kedua,  kiriman pertolongan Allah berupa angin kencang di musim panas yang memporak-porandakan sebagian besar kemah-kemah mereka.

Yang unik dari kisah ini, yaitu saat Nabi saw dan para sahabat bergotong royong menggali parit (khandaq), saat itu linggis sahabat membentur tanah keras, lalu Nabi Saw membantunya. Namun Nampak kilatan saat linggis dihentakan ke tanah keras itu. Lalu Nabi saw berkata kepada para sahabat , “Tahukah kalian, tanda apa itu? Itu adalah tanda kita akan mengalahkan negeri Romawi”. Kemudian saat melanjutkan pekerjaan, kembali menemukan peristiwa yang sama. Nabi saw kembali berkata kepada para sahabat, “Tahukah kalian, pertanda apa itu? Itu adalah tanda kita akan mengalahkan Persia”.

Saudara, di tengah-tengah serbuan pasukan koalisi itu, dan jumlah pasukan muslim yang lebih sedikit dibandingkan pasukan musuh, serta persediaan logistik yang terus berkurang, justru Rasulullah saw menanamkan sikap optimis kepada para sahabatnya. Seakan beliau memberi pesan, “jangankan pasukan koalisi gabungan suku-suku itu akan menhancurkan kita, malah sebaliknya kita akan sanggup mengalahkan dua negara super power nanti”.  Kenyataannya, di era khalifah Umar bin Khattab sabda Nabi saw terbukti adanya.

Inilah  yang harus dimiliki oleh para pejuang. Dan itulah yang terus diperjuangkan oleh para Founding Father kita selama 3,5 abad lamanya. Tanpa punya jiwa optimis, mustahil negara Indonesia ini lahir dan merdeka. 

Serorang warga Palestina pernah ditanya oleh wartawan Indonesia, “Mengapa warga Palestina tidak keluar saja dari Palestina menghindari hidup yang sulit dan serangan-serangan dari Israel?”. Warga Palestina ini menjawab, “Justru kami belajar dari kalian bangsa Indonesia, yang terus berjuang meski telah dijajah ratusan tahun.”

Kita adalah bangsa yang memiliki daya juang tinggi, kita harus optimis bahwa negara ini akan kembali beratabat, manidiri, dan jauh dari tekanan bangsa-bangsa lain. Kita mampu membawa negara ini bebas dari hutang. Itu terjadi jika kita bersikap optimis dan terus berjuang.

Tidak ada komentar: