Mengapa Udin tidak berani meneguk air saat berwudhu?
Padahal jika ia lakukan, tidak ada orang yang tahu?, bahkan orang yang berwudhu
disampingnya pun tidak akan peduli jika Udin meminum air wudhu saat berkumur
wudhu? Karena Udin telah menghadirkan Allah dalam dirinya. Karena Udin merasa dia
sedang Bersama Allah. Karena Udin merasa tidak lepas dari pengawasan Allah.
Suatu hari Amirul Mukminin Umar bin Khattab
berkeliling menjumpai seorang budak yang sedang menggembala kambing majikannya.
Jumlah kambing yang digembalanya banyak hingga tak terhitung. Umar bin Khattab mencoba
menguji budak tersebut. “Ada berapa ekor kambing yang kau gembala.?” Tanya
Umar. “Semua yang di tanah lapang ini, itulah jumlah kambing tuan saya, Tuan.”
Jawab si budak. “Mau kah satu ekor saja aku beli kambing ini? Toh tuanmu tidak tahu
berapa jumlah kambingnya ini?” Tanya Umar. Sang Budak menjawab, “Ini kambing milik
Tuan saya, saya tidak berhak menjualnya kecuali dengan izinnya.” Umar merayu, “Satu
ekor saja, tuan mu tidak akan mengetahui jika satu ekor hilang atau dijual.”
Sang budak menjawab, “Benar tuan, tuan
saya tidak akan mengetahuinya, tetapi Tuhan Tuan saya ( Allah swt) mengetahui
apa yang akan saya lakukan”. Umar pun kagum dan memerdekakan budak yang jujur ini.
Lain budak lain lagi kisah kejujuran seorang
anak gadis penjual susu. Malam itu ibunya memerintahkan pada putrinya untuk
mencampur susu-susunya dengan air agar mendapat keuntungan lebih saat dijualnya
besok, atau setidaknya bisa menurunkan harga sehingga dapat bersaing dengan
penjual lainnya. Akan tetapi sang gadis tidak mau melakukannya “Itu dilarang
oleh Amirul Mukminin ibu,” Ujarnya. Sang ibu berkata, “Toh malam-malam seperti
ini Amirul Mukminin pun tidak akan mengetahui rencana kita. Munkin dia sedang
tidur”. Sang gadis menjawab, “Bu, akan tetapi Tuhan Amirul Mukminin melihat
kita.” Saat itu Umar bin Khattab kebetulan sedang keliling malam yang menjadi
kebiasaannya, beliau mendengar dialog
mereka. Esoknya Umar Kembali ke rumah sang gadis dan Ibu itu, bukan akan
menghukum sang ibu, tetapi ingin meminang sang gadis yang jujur itu untuk
dinikahkan dengan salah seorang puteranya.
Dan masih banyak lagi kisah tentang kejujuran
dan rasa kebersamaan dengan Allah yang melahirkan rasa ma’rifatullah (mengenal
Allah).
Ma’rifatullah bukan sekedar Latihan zikir
kepada Allah dengan lafah-lafazh tertentu saja. Akan tetapi zikir kepada Allah
adalah selalu mengingat Allah dalam setiap keadaan. Dia sudah mengenal Allah
bahwa Allah terasa bersama dimana pun berada. Perasaan mengingat Allah dengan hati
dan rasa inilah yang menghasilkan sikap-sikap positif dalam tindak tanduk,
sehingga pribadinya menjadi “wakil” Allah dalam menampilkan keindahan
Tuhan.
Inilah yang dikategorikan para ulama sebagai
puasanya “Khowasul Khowas” lebih Khusus dari yang khusus. Puasa bukan sekedar aktifitas
menahan dari rasa lapar dan dahaga. Atau sekedar mengubah jadwal makan dan
minum. Akan tetapi puasa adalah aktifitas yang dapat menghadirkan rasa kebersamaan
dengan Allah swt. Sehingga tidak saja meninggalkan hal yang membatalkan puasa.
Akan tetapi juga meninggalkan hal yang membatalkan pahala puasa. Rasa ini akan
terus berlanjut hingga pasca Ramadahan sekalipun. Sehingga pasca puasa dia
benar-benar menjadi pribadi muttaqin (bertaqwa). Dan itulah inti dari tujuan
puasa “La’llakum Tattaquun”
M. Jamhuri, 7 Ramadhan 1444 H/ 30 Maret 2023 M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar