Kamis, 30 Maret 2023

Puasa: Beda Orang Dulu dan Sekarang

Ada ungkapan yang berbunyi, "Orang sukses pandai mencari sebab agar dapat sukses, sedangkan Orang Gagal pandai mencari alasan kenapa dia gagal." Dua karakter yang saling berbeda satu sama lainnya. kondisi yang sama mirip dengan kondisi umat Islam dulu dan kini. Umat Islam dulu selalu semangat ingin mengerjakan ibadah sebanyak dan sebaik mungkin. Umat Islam kini selalu mencari ibadah yang instant dan ekspres. Kalau perlu instan dan jaminannnya surga.

Lihat saja, hanya karena alasan berkemah, lalu mudah saja membuat keputusan shalat fardhu dijamak dan diqshar, padahal jarak antara rumah dengan lokasi kemah tidak mencapai masafatul Qoshr (jarak diperbolehkannya mengqashar shalat) atau marhalatain (dua marhalahatau sekitar 82 km. Misal Jarak rumah di Jakarta, sedangkan lokasi kemah dii gunung Bunder -Bogor yang hanya berjarak 40-50 km, lalu shalatnya dijamak dan diqashar, padahal jarak safar (perjalanan) belum mememuhi syarat. Kecuali jika mengikuti pendapat yang sangat lemah dengan alasan Mutlaq al-Safar (hanya karena perjanan) tanpa menghiraukan jarak, atau meskipun jarak perjalanan sangat dekat semisal antara Jakarta- Tangerang.

Umat Islam kini lebih memilih shalat yang ekspres dan cepat meskipun bacaannya terkadang tidak tartil atau tidak sesuai dengan ilmu tajwid.

Perjalanan Jakarta - Semarang dengan menggunakan pesawat terbang, kadang tetap mengambil rukhsoh tidak puasa. Padahal perjalanan Jakarta- Semarang hanya ditempuh dalam waktu kurang dari dua jam. Masyaqqoh (kesulitan) perjalanan nyaris tidak ditemukan dalam perjalanan JAkarta-Semarang dengan menggunaan pesawat terbang tersebut. Berbeda jika ditempuh dengan kuda atau kendaraan mobil, jarak tempuhnya lebih jauh dan lebih lama serta melelahkan. Tapi karena patokannya jarak, dia tetap mengambil keringanan dengan tidak berpuasa. Apa salah? memang tidak sih. Tapi bukankah ketika al-Quran menawarkan keringanan bagi orang yang sakit dan musafir, tetap ditawarkan bahwa "berpuasa itu masih tetap lebih baik bagi kamu, jika kamu mengetahui?"

وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَ 

Berbeda dengan umat Islam di generasi awal. Meskipun sudah diberi rukhsoh (keringanan), akan tetapi tetap ingin melaksanakan ibadah puasa. Itulah yang diungkapkan oleh Syeikh al-Maroghi ketika mengamati ayat puasa (QS. Al-Baqarah ayat 183-185). Mengapa dalam ayat-ayat tersebut Allah sampai menyampaikan tiga kali keringanan untuk dijelaskan agar umat Islam tidak keterlaluan dalam melaksanakan ibadah puasa jika memang dalam kondisi sulit seperti sakit atau dalam bepergian.

Sebagai contoh dalam ayat 184 surat al-Baqarah, Allah swt berfirman: 

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

"Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain"

Sampai di sini umat Islam masih saja ingin berpuasa, meskipun mereka dalam bepergian, bahkan dalam kondisi berperang. Sehingga Allah melanjutkan di ayat berikutnya dengan redaksi yang hampir sama:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمْ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain (QS. Al-Baqarah; 185)

Lalu agar umat Islam tidak ragu untuk meninggalkan puasa karena ada masyaqqoh (kesulitan), Allah kembali menegaskan prinsip ajaran Islam yang tidak ingin  mencelakakan atau membuat sulit umatnya, dengan firmannya:

 يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمْ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمْ الْعُسْرَ

 Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu (QS. Al-Baqarah: 185)

Al-Maraghi menugkapkan bahwa turunnya penjelasan ini untuk menguatkan pernyataan sebelumnya, bahwa jika ada kesulitas karena sakit atau perjalanan, maka umat Islam diperbolehkan tidak berpuasa dan dapat diganti dengan hari lainnya. Ini karena umat Islam sangat semangat melaksanakan segala amal ibadah yang diperintahkan.

Jadi artinya, generasi dahulu selalu semangat melaksanakan ingin ibadah sehingga Allah perlu menjelaskan adanya keringanan berkali-kali. Sementara generasi sekarang mudah mencari alasan untuk mendapat rukhsoh (keringanan), sekalipun kesulitan itu tidak didapatkan.

Tapi disinilah letaknya perbedaan pendapat ulama. Ada yang mengatkan mengambil rukhsoh adalah lebih afdhol dari pada tidak mengambil rukhsoh. Sementara yang lain berpendapat bahwa pahala amal itu sebanding dengan kesulitan yang dialaminya saat melaksanakan ibadah. Anda pilih yang mana?

 

Tidak ada komentar: