Sabtu, 04 November 2023

BERZIARAH KE MAKAM MAULA ABDUS SALAM BIN MASYISY GURU ABUL HASAN ASY-SYADZALY DI DESA TETOAN – MAROKO

 Catatan Rihlah

Jumat, 3 Nopember 2023 kami bertolak dari Casblanca menuju desa Teotan yang ditempuh hamper 4 jam. Letak makam beliau berada di ketinggian bukit yang saat itu udaranya sangat dingin dan berembun, hingga jarak pandang hanya 10 meter. Saat kami berziarah banyak warga/ahlis suffah mengukti kami dan membiarkan kami membaca lafazh-lafazh ziarah kami. Usai berziarah barulah mereka ikut berziarah sambal mendoakan kami. Mereka semua berpakaian tebal dengan ciri pakaian Maroko dengan tutup kepalanya yang khas.
Maula Abdus Salam Masyisy Al Alami adalah seorang sufi yang hidup pada masa pemerintahan dinasti Muwahiddin. Ia lahir di Kampung Jbel La'lam wilayah Arouss Maroko dekat Tanger pada tahun 1140-1227 Masehi atau setara dengan 559-626 Hijriyah.
Pada abad kedua belas sampai abad ketiga belas, ia berhijrah ke Jbel La'lam , sebelah selatan kota Tangier Ibu kota perekonomian Maroko saat ini, di mana ia di makamkan disana sampai sekarang. Masyisy adalah bahasa berber yang berarti 'kucing kecil',panggilan ini diberikan oleh ayahnya waktu Ia masih kecil. Ia termasuk seorang Syarif keturunan dari Maula Idris pendiri kerajaan Idrisiyah di Fes yang bersambung nasabnya ke Sayyidina Hasan. Saat masih kecil ,Ia pernah nyantri kepada Guru guru Quran di Kampungnya ,belau telah hafal Alquran pada usia 12 tahun dengan qira’ah sab’ahnya.Lalu belajar fiqih mazhab Maliki di Taza, kapada Sidi Salem dari kabilah Bani Yusuf dan Sidi Ahmed al-Hajj Aqatran Asalani dari kabilah Bani Abraj. Dan kemudian berguru thoriqot kepada Abu Madyan(Sidi Abu Madyan Shuayb al-Ghawt (w 594/1179), selah seorang guru besar Tarekat Sufi di Maroko.
Setelah Nyantri kebeberapa guru ,ia pindah ke Sebta untuk bergabung kebarisan mujahidin untuk berperang ,sembari mengajar Alquran anak anak kecil di masjid masjid. Sampai pada Akhirnya, ia mengabdikan dua puluh tahun terakhir dari hidupnya untuk ibadah dan bertafakur dipuncak Jabal al-Alam (Bukit Bendera),dan disinlah Syeh Abul Hassan Shadhili (w. 656/1241) mengaji kepadanya. Syekh Abu Hasan Syadhili adalah murid semata wayang dari Syeh Ibnu Masyisy.
Ia memiliki karya berbentuk tulisan yang berupa buku kumpulan refleksi tentang kehidupan beragama dan politik pada masanya ,serta pidato terkenal Nabi Muhammad (Kitab tasilya) yang ditulis ulang dan dikomentari oleh Syeh Ahmad ibn Ajiba (1747-1809),seorang ulama besar Maroko Abad 18.
Dikutip dari Kajian Habib Muhammad bin Yahya Pekalongan bahwa Imam Abdus Salam Ibn Masyisy memiliki nama lengkap Syaikh Ibnu Masyisy adalah Abdussalam Ibn Masyisy Ibn Abi Bakar Ibn Ali Ibn Hurmah Ibn Isa Ibn Salam Ibn Mizwar Ibn Ali Ibn Haidarah Ibn Muhammad Ibn Idris al-Azhar Ibn Idris al-Akbar Ibn Abdullah al-Kamil Ibn al-Hasan al-Mutsanna Ibn al-Hasan Ibn Ali bin Abi Thalib suami Fatimah az-Zahra putri Rasulullah. Syaikh Ibnu Masyisy lahir pada tahun 559 H.
Wafat pada tahun 662 H. Menurut keterangan Ibn Khaldun, beliau pada tahun 625 H.
Beliau merupakan maha guru dari 3 wali Qutub Sayyid Ibrahim al-Dusuqiy, Sayyid Ahmad al-Badawiy dan Syaikh Abul Hasan al-Syadzilliy.
Dhabit (catatan) lafaz Masyisy, ada yang membacanya dengan huruf Ba menggantikan Mim, menjadi Basyisy yang dalam bahasa Maziniyah berarti seorang pelayan yang memiliki kecerdesan luar biasa.
Ibnu Masyisy belajar membaca, menulis dan menghafal al-Qur’an di Kuttab (tempat yang digunakan untuk mengajarkan anak-anak kecil membaca, menulis dan menghafal al-Qur’an) dan dia telah hafal al-Qur’an sejak berumur kurang dari 12 tahun kemudian pergi menuntut ilmu. Syaikh Ibnu Masyisy mumpuni dalam bidang ilmu juga memiliki kezuhudan yang tinggi, Allah menyatukan dalam dirinya dua kemulian, dunia dan Agama, serta menjaga keutamaan keyakinan yang haqiqi. Dan Ibnu Masyisy mendapatkan keberhasilan atas kesungguhan kemauan dan cita-citanya, seorang yang tidak pernah menyimpang dari jalan syari’at sehelai rambut pun, berpegang teguh pada Agama dan menyampaikan keutamaan-keutamaannya.
Pada hari beliau dilahirkan, syaikh Abdul Qadir al-Jilaniy mendengar suara hatif (bisikan ruhani); “Ya syaikh Abdul Qadir, cermatilah keadaanmu kepada penduduk kota maroko, sesungguhnya yang akan menjadi wali Qutub di kota tersebut telah dilahirkan.
Syaikh Ibnu Masyisy memiliki kesungguhan dan kemauan yang keras dalam menuntut ilmu serta menjaga aurad (bacaan-bacaan dzikir dan do’a) sehingga dia sampai kepada jalan menuju ma’rifah kepada Allah, maka Ibnu Masyisy mumpuni dalam bidang ilmu juga mendapatkan puncak kezuhudan. Di antara guru-gurunya dalam bidang ilmu pengetahuan adalah Syaikh Ahmad yang di juluki (aqtharaan), dimakamkan di daerah Abraj dekat pintu Tazah.
Di antara para gurunya dalam bidang tasawwuf Syaikh Abdurrahman al-Madaniy yang terkenal dengan az-Zayyaat, dari beliau Ibnu Masyisy belajar tentang ilmu mua’amalah dengan masyarakat yang sumbernya berakhlak sesuai dengan akhlak Rasulullah sehingga dari ilmu tersebut Ibnu Masyisy mendapatkan yang lebih banyak.
Barang kali, penyebab tidak terlalu banyak warisan peningalan Abdussalam Ibn Masyisy, meskipun kedududakannya tinggi. Salah satu murid beliau adalah Imam Abu al-Hasan as-Syaziliy, mengatakan: “Bahwa Syaikh Ibn Masyisy ulama yang masturul Hal (sangattertutup) dan tidak ingin di kenal oleh manusia, di antara do’anya “Ya Allah aku mohon kepada-Mu agar makhluk berpaling dariku sehingga tidak ada tempat kembali bagiku selain kepada-Mu“. Allah mengabulkan permohonan Syaikh Ibnu Masyisy tersebut karena sangat ketertutupannya itu sampai tidak ada yang mengenal beliau kecuali Syaikh Abu al-Hasan as-Syaziliy yang sebuah thariqah dinisbahkan kepadanya.
Adapun beberapa peninggalan ilmiyah Syaikh Ibnu Masyisy yang sampai kepada kita melalui muridnya Syaikh Abu al-Hasan as-Syaziliy adalah sekumpulan nasehat yang mengagumkan dengan ungkapan yang bersih, jernih selaras dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, di antaranya adalah: “Syaikh Abu al-Hasan as-Syaziliy berkata: “Guruku mewasiatkan kepadaku dan dia berkata:” Jangan kamu langkahkan kedua kakimu kecuali kamu hanya mengharap balasan dari Allah, janganlah kamu duduk kecuali kamu merasa aman dari maksiat kepada Allah dan jangan kamu berteman kecuali dia dapat menolongmu untuk ta’at kepada Allah“.

Tidak ada komentar: