Rabu, 03 Juli 2024

Allah Lebih Berbahagia Dari Pada Seseorang Yang Kehilangan Barangnya Lalu Dipertemukan Kembali

 (Mengambil hikmah dari setiap peristiwa)

Tas koper yang kembali
Suatu kali, saya pernah membawa rombongan jamaah umroh, dengan rute Jakarta-Madinah-Makkah. Saat tiba di hotel di Madinah, ternyata ada dua koper yang tidak sampai ke hotel kami alias “raib”. Salah satu koper itu adalah milik saya. Bukan hanya saya yang bingung, namun seorang jamaah yang tidak menemukan kopernya pun lebih bingung lagi dan lebih mengkhawatirkannya. Saya dan beliau sama-sama kebingungan terutama semua pakaian salinan ada di koper bagasi itu.  Sebagai pembimbing ibadah umroh, saya mencoba menenangkan jamaah itu tentang kondisi ini. “Pak, koper saya pun belum ada, yuk untuk sementara pakaian salinan kita belanja saja di Madinah ini, anggap saja sama dengan membeli oleh-oleh pakaian, tapi kita pakai dulu di sini”. Alhamdulillah kami sama-sama merasa tenang untuk sementara. Namun setelah ditunggu di hari kedua, kabar tentang koper itu belum ada kejelasannya. Meskipun para petugas handling kami telah menghubungi pihak bandara dan maskapai penerbangan yang kami tumpangi, namun hasilnya nihil.

Malam Hari ketiga di Madinah, kami harus chek out menuju Makkah esok hari untuk memulai perjalanan ibadah umroh. Kabar tentang koper itu masih belum ada titik terang. Hingga usai melaksanakan shalat Isya di Masjid Nabawi, handphone saya berbunyi, tanda ada pesan whatsapp yang masuk. “Pak ini ini petugas Malika ya? Ada dua koper Malika ada di hotel kami”. Begitu pesan wa dari seorang petugas umroh travel lain. Langsung saya datangi hotel tersebut dan saya bawa menuju hotel kami. Dan segera saya hubungi dan datangi jamaah yang kehilangan koper tadi sambil saya antarkan kopernya ke kamarnya. Bukan main rasa bahagianya jamaah itu saat menemukan dan menerima koper miiknya kembali. Apalagi di dalam koper itu terdapat juga pakaian ihromnya yang akan segera dipakai besok menuju Makkah. Saya ikut merasakan bahagia, karena saya pun merasakan sekali rasa bahagia luar biasanya setelah menemukan koper kembali tersebut. Memang dalam kepadatan jamaah umroh hal-hal seperti ini sering terjadi, meskipun koper berbeda dengan grup travel lain, namun ada saja keserupaan, dan petugas potter Bandara terkadang lengah dalam pemilahannya.

Dari peristiwa itu dan menyaksikan diri dan jamaah tadi yang merasa sangat bahagia setelah kembalinya koper yang hilang, sejenak saya merenung, bahwa saya dulu pernah belajar suatu hadist dalam kitab Riyadus Shalihin Bab Taubat, yang mengisahkan bahwa ada seorang lelaki yang sedang dalam perjalanan di tengah padang pasir yang tandus dan membawa semua barang perbekalannya di atas unta yang ditungganginya. Dalam perjalanan itu, dia menemukan suatu oase (sumber mata air di tengah padang pasir), lalu lelaki itu  turun dari untanya dan segera meminum air oase yang jernih dengan tangannya beberapa kali hingga puas dan hilang dahaganya. Namun ia kaget, di tengah padang pasir itu ternyata untanya pergi hilang entah kemana? Setelah kelelahan mencarinya dan tak menemukannya, ia pun putus asa dan tertidur pulas di bawah sebuah pohon dekat oase tersebut. Namun Ketika ia terbangun dari tidurnya, ia kaget seraya bergembira, karena unta dan barang bawaaanya kini datang di hadapannya. Ia merasa sangat berbahagia sekali atas kejadian itu dan ia merasa bersyukur kepada Allah. Namun saking bahagianya, ia tak sadar kalau doa Syukur itu terbalik diucapakannya, “Ya Rabb, sungguh Engkau adalah hambaku, dan Aku adalah Tuhanmu” (seharusnya, Ya Rabb, sungguh Engkau adalah Tuhanku dan aku adalah hambaMu)

Lalu Nabi saw bersabda kepada para sahabatnya, “Sungguh Allah lebih berbahagia jika seorang hamba yang berbuat dosa kemudian dia kembali mendekat (bertaubat) kepada Allah, Allah lebih berbahagia dari pada berbahagianya seorang lelaki yang kehilangan barang perbekalannya, kemudian dia menemukannya kembali” 

Berikut bunyi hadist tersebut:

وَفي روايةٍ لمسلمٍ : « اللهُ أَشَدُّ فَرَحَاً بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضٍ فَلاةٍ ، فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ فَأَيِسَ مِنْهَا ، فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطجَعَ في ظِلِّهَا وَقَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ إَذْ هُوَ بها قَائِمَةً عِنْدَهُ ، فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ثُمَ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ ، اللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدي وَأَنَا رَبُّكَ ، أَخْطَاءَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ » .

 Artinya:

“Sungguh Allah lebih gembira dengan taubat salah seorng dari kalian tatkala ia bertaubat kepadaNya, dibandingkan dengan kegembiraan seseorang yang berada diatas tunggangannya di suatu tanah yang luas, lalu tunggangannya tersebut  lepas, sedangkan makanan dan minumannya pada tunggangannya tersebut. ia pun putus asa untuk mendapatkan ontanya.

Maka ia mendatangi suatu pohon dan berbaring dibawah naungan pohon tersebut dan ia sungguh telah berputus asa.

Ditengah keadaan itu, ternyata ontanya telah ada berdiri didekatnya. Segera iapun mengambil tali ontanya seraya berkata lantaran sangat gembiranya ( “wahai Allah kamu adalah hambaku dan aku adalah Rabb mu) keliru berucap karena terlalu gembira” (HR: Muslim)

Muhammad Jamhuri

Bogor, 3 Juli 2024/27 Dzulhijjah