Kamis, 14 Oktober 2010

Tiga Keluarga Panutan

"Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia (QS.Al-Mumtahanah: 4)

Tidak ada Nabi yang disebutkan dalam al-Qur’an sebagai uswatun hasanah (panutan yang baik), melainkan Nabi Muhammad saw dan Nabi Ibrahim as.

Nabi Muhammad saw sebagai panutan yang baik tercantum dalam surat Al-Ahzab: 21, sedangkan Nabi Ibrahim as dan pengikutnya disebut sebagai panutan yang baik tercantum pada surat AL-Mumtahanah: 4 seperti yang tercantum di atas.

Oleh karena itu, keduanya patut kita jadikan tokoh panutan dan idola dalam kehidupan kita. Termasuk panutan dalam berkeluarga atau berumah tangga.
Sedangkan satu keluarga lagi yang patut menjadi rujukan dalam berkeluarga adalah keluarga Imran. Mengapa kita mengambil keluarga Imran sebagai panutan? Karena Allah mengabadikan keluarga Imran (Ali Imran) sebagai nama surat dalam al-Qurannya.

Nabi Ibrahim as beserta orang yang bersamanya (keluarga dan pengikutnya) adalah contoh model kekokohan berkeluarga. Meskipun dirinya dan anggota keluarganya tidak luput dari rayuan dan godaan iblis agar mengelak dari perintah Allah, namun semua anggota keluarganya (ayah, ibu dan anak) tetap teguh dan sabar menjalankan perintah Allah SWT. Mulai dari kesiapan bertempat tinggal di suatu lembah yang tidak ada tetumbuhan (Makkah) dengan bekal seadanya (jauh dari kesenangan dunia), hingga melaksanakan perintah penyembelihan putera Ibrahim as bernama Ismail as (penyerahan jiwa) sepenuhnya kepada Allah).

Saat ini kita seing menemukan seorang tokoh yang terkenal sukses, namun gagal dalam membina keluarganya. Dengan alas an kesibukan masing-masing, bahkan karena alasan berdakwah, keluarga kadang terbengkalai.

Namun Nabi Ibrahim as telah memberikan kepada kita contoh yang paripurna. Dia sukses dalam diri dan keluarganya, termasuk sukses dalam menghadapi segala rintangan dan cobaan hidup.

Sedangkan Nabi Muhammad saw adalah tokoh yang tidak disangsikan lagi sebagai panutan dalam segala hal, termasuk dalam berkeluarga. Dalam sebuah hadits beliau bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang terbaik kepada keluargaku”

Tauladan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw bukan sekedar teori, namun langsung dalam bentuk visual perilaku beliau. Baik sikap terhadap anak, isteri, orang tua, mertua, mantu bahkan cucunya,

Kepada isterinya misalnya, Rasulullah saw tidak segan-segan memanggil isterinya dengan panggilan yang dapat menyenangkan hati isterinya, seperti panggilan ya humairah terhadap Aisyah, yang artinya “Wahai pipi yang kemerahan” atau “ya Aisy” sebagai panggilan manja kepada Aisyah.

Bukan hanya itu, kadang canda pun beliau lakukan terhadap isterinya, meskipun beliau adalah pemimpin besar, yang selalu dikesankan orang sebagai pribadi yang serius terhadap pemimpin besar. Rasululllah saw pernah mengajak adu balapan berlari dengan Aisyah, pertama kali Aisyah menang, namun dalam perlombaan berikutnya Rasulullah saw yang menang. Beliau berkata “draw ya?” (Hadzihi li tilka).

Kepada cucunya, beliau membiarkan Hasan dan Husain bergelayut di atas pundak Rasulullah saw saat beliau bersjud, Hingga beliau bersujud panjang hingga kedua cucunya itu puas main “kuda-kudaan” di atas punggung Rasulullah saw.

Kepada mertua dan mantunya, seperti Abu Bakar, Utsman bin affan dan Ali bin Abi Thalib, beliau sering memuji mereka dalam kebaikan. Bahkan tidak jarang beliau memuji mereka di hadapan orang lain, dan orang lain itu yang menceritakannya kepada mereka yang bersangkutan, sehingga menimbulkan rasa kesan yang baik kepada mereka.

Hebatnya, perilaku beliau yang baik kepada keluarganya tersebut juga belaiu lakukan terhadap umatnya. Dengan kata lain, umatnya dianggap sebagai keluarga beliau sendiri, hingga dalam sebuah hadits, saat beliau akan berkurban, berkata, “Kurban ini untukku dan untuk umatku”.
Sosok lain yang menjadi panutan dalam berkeluarga adalah keluarga Imran atau Ali Imran.

Nama keluarga Imran diabadikan sebagai nama surat dalam al-Quran. Imran adalah orang yang shaleh, taat pada perintah Allah SWT serta sabar dalam mendidik putera-puterinya. Salah satu puteri beliau yang juga menjadi nama sebuah surat al-Quran adalah Maryam.

Imran telah sukses dalam mendidik Maryam sebagai wanita shalihah, yang dapat menjaga kesuciannya serta berbakti kepada Tuhan dan orang tuanya.

Betapa banyak para orang tua di zaman kini yang gagal menjaga anak wanitanya. Pendidikan yang salah serta gaya hidup bebas mengakibatkan anak-anak gadis mereka layu sebelum berkembang.

Keluarga Imran telah memberikan tauladan kepada kita dalam mendidik puterinya cinta kepada Tuhannya. Dia rajin beribadah serta taat kepada perintah Allah swt.

Namun, meskipun beliau dikenal dengan wanita suci, cercaan dan tuduhan busuk tetap saja mengenai beliau, terutama saat melahirkan nabi Isa tanpa suami dengan kekuasaan dan kehendak Allah. Akan tetapi segala tuduhan itu telah dipatahkan oleh puteranya sendiri yang masih bayi, Isa as yang masih bayi –dengan izin Allah– dapat berkata-kata menjelaskan kepada manusia bahwa dirinya adalah utusan Allah swt.

Jika awal surat al-Baqarah dimulai dengan penyebutan tiga tipe manusia, yakni Muttaqin, Kafirin dan Munafiqin, maka surat Ali Imran seakan menegaskan kepada kita bahwa golongan yang dipilih dalam hidup ini adalah golongan Muttaqien, yang salah satu episode panutannya adalah keluarga Imran atau Ali Imran. Itulah sebabnya, surat itu dinama surat Ali imran. Wallahu a’lam bish-shawab. )I( M. Jamhuri

Tidak ada komentar: